Setiap membersamai siswa mengikuti aktivitas piknik, momen yang satu ini tak ketinggalan. Yaitu, belanja oleh-oleh. Makanan atau jenis yang lain, misalnya souvenir. Bahkan, kadang-kadang belanja baju, kaus, jaket, atau sepatu.
Tak hanya siswa yang berbelanja. Tetapi, guru-guru yang mendampingi juga berbelanja. Sekalipun keduanya berbeda kategorial, tetapi aktivitas mereka berbelanja memiliki maksud yang sama.
Maksudnya adalah untuk memenuhi kebutuhan atau bisa jadi keinginan. Tetapi, umumnya, lebih mendekati ke arah keinginan ketika seseorang sedang piknik. Ingin membeli ini atau itu. Ingin memiliki itu atau ini. Dan, boleh jadi hal ini karena pengaruh teman.
Tetapi, yang demikian tak banyak. Paling hanya satu-dua siswa yang terpengaruh oleh teman. Lebih banyak siswa karena sudah merencanakan sejak dari rumah. Bahkan, sejak jauh-jauh waktu, mereka sudah merencanakannya membeli apa dan untuk siapa saja.
Tetapi, ada beberapa siswa yang mengaku bahwa lebih banyak belanja oleh-oleh karena titipan. Artinya, ada pihak lain yang minta tolong untuk membeli buah tangan ini atau itu.
Tentu yang seperti ini uang sudah dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak yang meminta tolong. Guru dan siswa hanya membeli di destinasi yang dituju. Selanjutnya, membawanya. Tetapi, menjadi sangat repot jika yang titip banyak jumlahnya.
Bisa-bisa belanja titipan jumlahnya lebih banyak ketimbang belanja oleh-oleh sendiri. Tetapi, jika seperti ini pun sebagai hal yang biasa. Sehingga, tetap tak menjadi beban bagi guru atau siswa. Mereka tetap saja sukacita.
Apalagi yang titip umumnya orang-orang yang masih memiliki hubungan dekat. Misalnya, ayah, ibu, adik, kakak, saudara sepupu, om, tante, pakdhe, dan budhe. Jadi, mereka akhirnya lebih memahami bahwa barang atau oleh-oleh yang dibeli ini sebagai belanja buah tangan milik sendiri.
Selain yang demikian, ada juga orang, termasuk siswa, yang  membeli oleh-oleh saat piknik untuk tetangga atau teman. Tentu saja tetangga atau teman yang sudah dianggap seperti saudara sendiri.