Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Makan Bergizi Gratis bagi Siswa Harus Ada Sayurnya

22 November 2024   08:19 Diperbarui: 22 November 2024   10:47 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 1: Menu siswa dalam sarapan di SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah pada suatu pagi. (Dokumentasi pribadi)

Saat ini yang menjadi topik dalam memperbincangkan program makan bergizi gratis cenderung ke arah lauk. Lauk selalu dikaitkan dengan ikan, baik ikan kaleng maupun ikan segar, juga daging, dan sejenisnya.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah mengusulkan bahwa ikan kaleng dapat untuk melengkapi kandungan gizi dalam program makan bergizi gratis. Khususnya, untuk masyarakat di daerah daratan yang jauh dari ketersediaan ikan segar.

Memperbincangkan secara langsung atau tak langsung (melalui media) mengenai lauk, yang berupa ikan dan daging, juga sejenisnya untuk program makan bergizi gratis menunjukkan perhatian kita terhadap betapa pentingnya kesehatan masyarakat, lebih-lebih anak-anak yang menjadi generasi penerus.

Anak-anak, yang notabene siswa, menjadi poin penting dalam hubungannya dengan program ini. Sebab, sebagian besar yang dikenai program makan bergizi gratis adalah siswa.

Mengenai kategorial siswa inilah yang perlu mendapat perhatian lebih khusus. Sebab, kita mengetahui bahwa rerata mereka kurang menyukai sayur.

Mengenai hal ini saya sudah pernah menuliskan di kompasiana.com, dengan judul "Sayur Belum Mewarnai Program Sarapan Bersama bagi Siswa di Sekolah". Sangat sedikit siswa yang menjadikan sayur sebagai pelengkap menu sarapannya.

Ini yang saya temukan di sekolah tempat saya mengajar. Tetapi, sangat mungkin ada fenomena yang tak jauh berbeda dengan yang terjadi di sekolah-sekolah lain. Sebab, pola makan mereka, anak seusia SD, SMP, dan SMA/SMK, umumnya sudah modern. Yaitu, mengarah ke makanan dan minuman kekinian.

Dan, sayur bukan termasuk makanan kekinian. Sekalipun barangkali ada yang dapat memasak sayur menjadi menu kekinian. Tetapi, sekali lagi, sejauh saya mengetahui tak banyak anak yang menyukai sayur.

Kalau pun ada anak yang menyukai sayur, pastilah ia berada dalam keluarga yang sudah menjadikan sayur sebagai menu yang juga penting dalam sajian makan bagi keluarga. Jumlahnya tak banyak.

Keluarga ini tentu memahami betul makanan yang seimbang penting bagi kesehatan tubuh. Dengan kesehatan tubuh yang dimiliki oleh seseorang, seseorang ini memiliki peluang lebih besar untuk melakukan berbagai aktivitas di dalam hidupnya.

Sekadar saya catatkan, mengonsumsi sayur di antaranya dapat menjaga kesehatan pencernaan, kesehatan jantung, mencegah dan mengurangi stres yang berlebih, mencegah kanker, membersihkan racun dalam tubuh, menjaga kesehatan mata, dan membuat kulit sehat (kemkes.go.id).

Karena itu, sayur dalam program makan bergizi gratis harus mendapat porsi. Jangan sampai sayur tak ada. Sebab, dengan cara ini, kita menyiapkan generasi penerus yang sehat dan tak mudah jatuh sakit. Sebab, metabolisme tubuh mereka dapat terjaga dengan baik melalui makanan yang seimbang.

Toh sayur mudah disediakan. Bukankah negara kita adalah (juga) negara agraris? Sehingga, kebutuhan sayur dapat dipenuhi sendiri. Hampir dapat dipastikan di semua daerah, baik di dataran tinggi maupun rendah, sayur dapat dibudidayakan.

Terhadap siswa yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang memandang bahwa sayur itu penting sebagai bagian dari menu makanan sehari-hari, tak menjadi persoalan. Sebab, program makan bergizi gratis yang (diharapkan) di dalamnya ada sayur akan dinikmatinya dengan sangat gembira.

Tetapi, terhadap siswa yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang kurang membiasakan, atau bahkan tak membiasakan sayur sebagai bagian dari menu makanan sehari-hari, bisa jadi sayur yang merupakan bagian menu dari makan bergizi gratis, disisihkan alias tak dinikmati.

Jika ada kejadian seperti ini, sekolah memiliki peran besar untuk memotivasi siswa termaksud. Agar, sayur bagian menu dari program makan bergizi gratis dimakannya.

Sebab, selain seperti sudah disebut di atas bahwa sayur memiliki kandungan gizi yang baik bagi tubuh, ada kepentingan lain. Yang, harus diperjuangkan bagi siswa tentang sebuah kesadaran.

Yaitu, siswa harus mengerti dan sekaligus memahami bahwa sayur merupakan salah satu hasil bumi yang melimpah di Indonesia. Dan, kekayaan alam seperti ini tak semua negara yang berada di atas bumi memilikinya.

Maka, terhadap anak-anak yang sekaligus siswa sudah semestinya ditanamkan sikap mau mensyukurinya. Mensyukuri dalam konteks program makan bergizi gratis dapat diwujudkan dalam bentuk guru mengajak siswa --khususnya siswa yang tak biasa makan sayur-- menyikapi secara positif adanya menu sayur.

Sayur yang sudah diusahakan agar membuat menu dalam makan bergizi gratis seimbang, tak boleh diabaikan. Apalagi tak dimakan. Kecuali siswa mengalami alergi setelah menyantap sayur termaksud.

Dalam maksud ini, intinya adalah siswa diajak bersama menikmati sayur dalam program makan bergizi gratis dengan rasa bersyukur.

Selain itu, melalui upaya ini dibangun juga sikap siswa untuk menghayati kearifan lokal. Sebab, sekalipun sayur, tiap-tiap daerah memiliki kekhasan. Tentu saja kecuali sayur yang sudah menasional, bahkan mengglobal.

Ilustrasi 2: Cemeding, sayur yang menggunakan bumbu pecel dan bumbu rujak untuk membuat rasa yang khas. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2: Cemeding, sayur yang menggunakan bumbu pecel dan bumbu rujak untuk membuat rasa yang khas. (Dokumentasi pribadi)

Siswa harus mengenal sayur khas daerahnya. Jangan sampai orang lain sudah mengenalnya, tetapi siswa yang dilahirkan dan  dibesarkan di daerah tempat sayur berasal malah tak mengenalnya. Tentu hal ini tak hanya memalukan. Tetapi, mengkhawatirkan juga.

Sebab, jika generasi yang tua sudah tiada, sementara generasi yang muda belum mengenal dan menghayatinya, jangan-jangan berbagai sayur yang termasuk kearifan lokal ini justru diklaim oleh pihak lain sebagai harta kepunyaannya.

Karenanya, program makan bergizi gratis yang sudah diujicobakan di beberapa tempat dan selanjutnya segera diberlakukan di seluruh wilayah tanah air kita, menjadi momen berharga.

Yaitu, untuk menanamkan rasa mensyukuri, mencintai, dan menghargai kearifan lokal, yang di dalamnya termasuk sayur khas daerah, terhadap siswa. Jadi, tak sekadar siswa mau menyantap sayur, yang sekali lagi, diharapkan menjadi bagian porsi yang penting dalam program makan bergizi gratis.

Tetapi, mengajak mereka untuk membangun sikap bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban untuk memanfaatkan, merawat, dan melestarikannya. Agar, generasi-generasi berikutnya tak tercerabut dari kekayaan alam dan kearifan lokal yang ada di tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun