Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun (5S) sudah menjadi bagian penting di sekolah. Termasuk di sekolah tempat saya mengajar. Yaitu, diwujudkan pada setiap pagi hari efektif masuk (sekolah) guru menyambut kedatangan siswa di pintu gerbang sekolah.
Tak hanya guru. Tetapi, beberapa siswa pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) yang dijadwal (selanjutnya disebut OSIS) membersamai guru. Yaitu, ikut menyambut kedatangan teman-temannya.
Piket guru dan OSIS menyambut kedatangan siswa dengan menerapkan 5S dimaksudkan agar siswa merasa bahagia, juga semangat. Sebab, ketika mereka memasuki lingkungan sekolah sudah mendapat perhatian.
Suasana hati akan berbeda jika ketika mereka memasuki lingkungan sekolah tak ada guru dan OSIS yang menyambutnya. Pasti hambar. Tak hangat. Biasa saja.
Guru yang menyambut merespons sikap hormat siswa. Juga merespons salam siswa. Sesekali guru mendahului memberi sikap menyambut dan salam kepada siswa karena ada juga siswa yang mungkin malu, atau memang kurang biasa melakukannya. Sehingga, berjalan lewat begitu saja.
Keadaan yang seperti ini sangat penting disadari oleh guru. Selanjutnya, guru mau lebih dahulu memberikan salam, sapa, sikap yang semestinya terhadap siswa. Dan, ini sekaligus menjadi teladan bagi siswa dalam implementasi 5S. Juga demikian seharusnya bahwa guru sesekali memang perlu melakukannya untuk siswa, tak menunggu siswa berbuat terlebih dahulu.
Dan, selalu disambut oleh siswa sekalipun kurang semangat, hanya sedikit senyum atau bahkan tak senyum dan tatapan sesaat. Kurang ramah. Akhirnya, mungkin ada guru yang kurang simpatik terhadap siswa yang demikian. Tetapi, ada juga guru yang menerimanya sebab menyadari bahwa memang ada siswa yang seperti ini.
Hanya, memang, tak banyak siswa yang seperti ini. Tetapi, penting bagi guru membentuknya bersikap lebih terbuka, lebih baik. Sebab, ini memang salah satu tugas dan fungsi (tupoksi) guru, yaitu membentuk karakter siswa.
Kesukacitaan yang harus dicatat oleh guru adalah tak sedikit siswa yang mendahului menyapa, memberi senyum, mengangguk sembari menyatukan telapak tangan di depan dada menyempurnakannya dengan memberi salam hormat kepada guru. Kami, para guru yang bertugas, merespons balik.
Pada bagian ini merupakan momen yang sangat bermakna. Tak hanya bermakna bagi siswa, tapi juga bagi guru. Bagi siswa tentu mereka merasa bahwa kedatangannya di sekolah sangat diperhatikan dan dihargai oleh guru.
Siswa yang sudah merasa bahagia oleh karena suasana di rumah sangat mendukung, tentu semakin bahagia. Karena, di sekolah pun, suasana juga mendukung. Sehingga, lengkaplah kebahagiaan mereka.
Sementara itu, siswa yang merasa suasana hatinya kurang bahagia karena mungkin suasana di rumah kurang mendukung, atau suasana rumah yang sudah mendukung tetapi sewaktu menuju ke sekolah agak terganggu, 5S yang diterapkan guru sedikit banyak memberi warna suasana yang berbeda. Meskipun sangat mungkin tak bertahan lama.
Artinya, saat berada di hadapan guru, ketika mereka memasuki pintu gerbang sekolah, tersenyum dan memberi salam, tetapi bukan mustahil selepasnya mulai hilang gairahnya berada di sekolah atau bahkan belajarnya.
Setidak-tidaknya dua hal ini yang bermakna bagi siswa dengan adanya kebiasaan 5S. Yaitu, pertama, menambah semangat siswa memasuki ruang belajar dan kedua, menghibur siswa --meskipun, seperti sudah disebut di atas, sesaat sifatnya-- ketika memasuki ruang belajar.
Bagi guru, momen seperti ini tak hanya sebatas untuk menyemangati dan menghibur siswa memasuki ruang belajar, tetapi melihat wajah siswa, yang, disadari atau tidak, menyimpan banyak cerita yang harus dimengerti oleh guru.
Cerita yang tersimpan di wajah siswa dapat "dibaca". Saat menyambut mereka di pintu gerbang sekolah, guru sudah dapat membacanya. Setidak-tidaknya dapat mengklasifikasikan menjadi dua, yaitu wajah yang ceria dan yang tak, atau kurang ceria.
Ada wajah ceria yang selalu melekat pada diri siswa, tanpa ada jeda. Setiap hari selalu ceria. Sepertinya, ia tak memiliki beban apa pun. Padahal, sebagai siswa sudah pasti ada tugas yang harus diselesaikan. Tetapi, baginya, boleh jadi tugas tak menjadi beban.
Karena, tugas dikerjakan sesuai dengan jadwal pribadi yang sudah disusun. Ada memang siswa yang senantiasa memiliki jadwal harian untuk ditaati. Sehingga, tak ada pekerjaan atau kewajiban, baik berupa tugas sekolah maupun rumah, yang tertunda. Mengerjakannya tepat waktu. Ini tipe siswa yang disiplin.
Siswa yang seperti ini selalu membawa aura kebahagiaan dan kegembiraan. Tak hanya dirasakannya sendiri aura ini. Tetapi, siapa pun yang terkoneksi dengannya ikut merasakannya.
Bahkan, termasuk, misalnya, yang ada di sekolah tempat saya mengabdi, guru yang bertugas 5S, pasti turut merasakan ketika bertemu siswa yang seperti ini. Guru pasti "terhipnotis" aura kebahagiaan dan kegembiraannya. Seolah ada energi baru yang semakin meneguhkan guru berkarya pada hari ini.
Ada juga wajah siswa yang ceria, tetapi tak setiap waktu. Artinya, kadang terlihat ceria pada satu hari, tetapi pada satu hari yang lain keceriaannya hilang. Kenyataan seperti ini, di sekolah tempat saya mengajar, sering dijumpai oleh guru yang bertugas, termasuk saya.
Siswa yang mengalaminya boleh jadi karena tugas sekolah belum terselesaikan. Sehingga, ada beban yang memberat baginya. Karena bisa-bisa dimarahi oleh guru. Atau, ada problem dari keluarga, yang disebabkan oleh orangtua atau saudara.
Ada juga yang mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dialaminya di jalan, selama perjalanan dari rumah ke sekolah. Kejadian kurang baik di perjalanan yang tetiba menimpanya akan mengubah keceriaan yang ada menjadi kurang ceria.
Temuan yang lain, yang lebih menyedihkan adalah siswa yang nyaris pada hari-harinya di sekolah tak pernah ceria. Siswa ini tampak memiliki beban berat. Sejak disambut di pintu gerbang sekolah oleh guru yang bertugas hingga pada waktu pembelajaran seolah tak ada kegembiraannya.
Hanya, jumlah kategori siswa yang disebut barusan memang tak banyak. Lebih banyak jumlah siswa yang kehilangan keceriaan dan kegembiraan yang bersifat sewaktu-waktu. Sekalipun jumlahnya tak banyak perhatian harus dicurahkan kepada mereka.
Sebab, kategori siswa yang mengalami problem seperti ini yang mestinya mendapatkan perhatian pendidikan lebih daripada siswa yang lain. Keberhasilan guru mendidik akan terlihat justru ketika kategori siswa ini dapat mengalami keterlibatan dalam pembelajaran.
Karenanya, semuanya ini dapat menjadi data yang penting bagi guru. Misalnya, siswa yang memerlukan layanan secara khusus. Siswa yang memerlukan layanan lebih dahulu. Sekali lagi, data-data ini sangat penting bagi guru.
Dengan begitu, guru dapat mengambil pendekatan yang profesional, baik dari sisi waktu, pendekatan, maupun sarana. Masing-masing siswa dengan keberadaannya yang berbeda, guru akan membersamainya dengan menggunakan pendekatan yang berbeda.
Sebab, tak akan efektif, misalnya, pendekatan yang sama diberlakukan kepada siswa yang memiliki keberadaan yang berbeda. Tentu akan membuang-buang waktu dan tenaga bagi guru yang ambil peran dalam problem ini.
Membersamai siswa dengan pendekatan yang sesuai dengan keberadaan siswa akan sangat membantu siswa menemukan suasana yang aman dan nyaman sehingga mengantarkan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.
Hal ini menuntut guru tak hanya berperan sebagai pengajar yang andal di hadapan siswa. Yang, sekadar terampil menyampaikan pengetahuan bagi siswa. Atau, mentransfer ilmu kepada siswa. Tetapi, guru harus memiliki kemampuan emosional, spiritual, kepribadian, dan sosial sehingga dapat membersamai siswa sekalipun dipandang siswa termaksud berbeban berat.
Justru yang demikian ini menjadi tantangan bagi guru. Tak diemohi atau dihindari. Tetapi, dihadapi dengan penuh kesadaran bahwa sebuah pendekatan yang dipandang baik dan sempurna belum tentu mampu memberi hasil yang optimal.
Ini yang seharusnya kemudian mendorong guru satu dengan guru yang lain mau saling bekerja sama dalam membantu siswa menemukan keceriaan dan kegembiraannya dalam mengikuti proses pembelajaran. Sebab, sejatinya guru merupakan tim kerja untuk melayani siswa agar potensi siswa mengalami tumbuh kembang sesuai fasenya.
Berbagi pengalaman antarguru juga akan memberi peluang bagi guru untuk mendapatkan pendekatan yang tepat dikenakan bagi siswa. Sebab, dipastikan ada guru yang memiliki pengalaman yang bisa dibagikan kepada guru lain yang membutuhkan praktik baik untuk membersamai siswa.
Selain itu, ada banyak media yang tersedia, yang dapat diakses oleh guru untuk mendapatkan referensi yang kemudian dipelajari dan didiskusikan bersama agar didapatkan pendekatan yang relevan demi membantu siswa menemukan spirit meraih masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H