Padahal, berdasarkan beberapa referensi yang saya baca, ternyata tanda-tanda orang yang mengalami ADHD dapat saya jumpai di ruang belajar saat saya membersamai anak-anak belajar.
Tanda-tanda termaksud, misalnya, ada anak yang selalu usil, tak dapat fokus terhadap aktivitasnya, mengesampingkan tugas hanya karena bicara ini-itu, melakukan sesuatu yang bersifat tetiba yang mengganggu kondisi kelas, apatis, dan tampak memperhatikan tapi tak mengerti yang diperhatikan saat ditanya.
Di semua kelas tempat saya mengajar, yang berada di empat kelas, dua Kelas VII dan dua Kelas IX, selalu ada siswa yang memiliki tanda-tanda seperti ini. Jumlahnya lebih dari satu. Dan, mereka ini yang umumnya membuat kondisi kelas kurang nyaman.
Kesaksian dari beberapa teman guru, keadaan yang seperti ini jika dibandingkan dengan keadaan beberapa tahun yang lalu sangat berbeda. Saat ini boleh dibilang parah. Karena, banyak anak yang mengalami perilaku khusus ini.
Jadi, sekalipun saya belum pernah mendengar atau mengetahui ada tindakan diagnosis ADHD terhadap anak-anak (baca: siswa) di sekolah tempat saya mengabdi, saya kemudian berpikir bahwa siswa yang mengalami ADHD mungkin ada.
Itu sebabnya, guru perlu waspada. Artinya, guru memberi perhatian secara khusus sebab mereka merupakan siswa yang memerlukan perhatian secara khusus. Tak dapat disamakan dengan siswa yang lain yang berbeda dengan mereka.
Memang akhirnya guru menjadi lelah menghadapi siswa yang seperti ini. Energi, terutama psikis, lebih banyak tercurahkan untuk mereka. Jika di sebuah ruang belajar zero siswa yang seperti ini, energi guru lebih dapat terjaga dari awal hingga akhir pembelajaran.
Tapi, realitas ini tak dapat dihindari. Sebab, mereka merupakan pribadi yang membutuhkan pendampingan juga. Membutuhkan kehadiran guru, bahkan, seperti di atas sudah disebut, yaitu pembersamaan secara khusus.
Hanya, memang, sebatas ini yang dapat dilakukan oleh guru. Tak dapat melakukan lebih jauh daripada perlakuan ini. Sehingga, sangat mungkin, hingga selesai pendidikannya, si anak tetap mengalami ADHD.
Apalagi jika ia tumbuh dalam keluarga yang di dalamnya ada orangtua atau dewasa yang juga mengalami ADHD. Keadaan ini tentu akan memperparah kondisi mental emosional anak. Sebab, ADHD dapat tersebab oleh faktor genetik. Selain itu, juga oleh karena faktor lingkungan.
Tentu saja yang dimaksud lingkungan dalam konteks ini tak sebatas lingkungan keluarga. Tapi, dapat saja lingkungan pergaulan anak. Artinya, sekalipun dalam lingkungan keluarga baik-baik saja, kondisi mental emosional anak dapat saja dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya.