Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Itu Semestinya Madu bagi Siswa

11 Oktober 2024   16:47 Diperbarui: 11 Oktober 2024   17:05 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru sebagai profesi yang menjadi tumpuan siswa dan orangtua siswa. Siswa berharap melalui pengalaman belajar yang difasilitasi oleh guru dapat meraih cita-citanya.

Pun demikian orangtua berharap penuh kepada guru. Agar, anak-anaknya menjadi siswa yang memiliki kompetensi, baik kompetensi kognitif, psikomotorik, maupun afektif.

Hal ini tentu sudah disadari oleh guru. Sejak kali pertama memilih pendidikan guru, mereka sudah mengambil komitmen. Bahwa kelak mereka mengajar dan mendidik siswa. Sesuai dengan bidang ilmunya, ia memfasilitasi siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna.

Oleh karena itu, relasi guru dengan siswa harus manis. Manis-pahitnya relasi guru dengan siswa tergantung guru. Sebab, guru sudah dibekali ilmu kependidikan saat kuliah.

Tak boleh ada pemikiran bahwa manis-pahitnya relasi guru dengan siswa tergantung siswa. Sebab, siswa yang berguru kepada sang guru. Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) guru sudah jelas. Yaitu, mendidik dan mengajar siswa; sementara siswa belajar kepada guru.

Maka, dalam keadaan yang kurang kondusif pun, proses pembelajaran sudah seharusnya tetap berlangsung membahagiakan semua siswa. Tak terkecuali. Sebab, siswa satu dengan yang lain memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan belajar.

Biasanya, keadaan kurang kondusif terjadi pada saat ada banyak kegiatan yang melibatkan siswa atau guru. Kegiatan yang melibatkan siswa, misalnya, kegiatan lomba. Lebih-lebih lomba yang melibatkan peserta secara kolektif.

Jika guru yang terlibat dalam kegiatan tak terlalu menjadi masalah. Sebab, tugas dari guru dapat diberikan kepada siswa. Toh, biasanya, siswa malah senang jika ada jam kosong. Ini tentu terarah kepada jam mata pelajaran (mapel) guru tertentu.

Tapi, jika siswa yang terlibat kegiatan, seperti sudah disebut di atas, umumnya dalam kegiatan lomba yang bersifat kolektif, dapat saja menjadi masalah bagi sebagian guru.

Sebab, tentang adanya lomba, sekolah tak main-main. Artinya, kalau mengikutkan siswa dalam lomba, sudah pasti sekolah mempersiapkan dengan sungguh-sungguh.

Sebaliknya, jika dipandang kurang sungguh-sungguh, sekolah tak mengikutkan sama sekali siswa dalam lomba. Ada sekolah yang berkebijakan demikian.

Tak ada sekolah hanya "bermain" spekulasi ketika mengikutkan siswa dalam lomba. Sekolah pasti total dalam hal lomba. Pilihannya, ikut harus serius atau tak ikut sama sekali.

Hanya yang sering menjadi persoalan adalah belum semua guru memiliki kerangka berpikir yang sama dalam memersepsi siswa ikut lomba.

Ada guru yang sangat terbuka terhadap aktivitas siswa dalam menghadapi lomba. Tapi, ada juga guru yang sangat tertutup terhadap aktivitas siswa dalam menghadapi lomba.

Jika terbuka, guru tersebut memberi dukungan penuh. Jika sangat tertutup, guru termaksud tak memberi dukungan.

Hal ini sangat mudah ditandai. Justru penandaan ini dapat dilihat dari sikap siswa. Yaitu, siswa yang sering meninggalkan jam belajar karena ada dispensasi dari sekolah untuk berlatih dalam menghadapi lomba.

Jika siswa ini terlihat seolah memiliki beban, sangat mungkin disebabkan oleh guru yang kurang tulus mengizinkan siswa meninggalkan jam pembelajaran mapel yang diampu.

Sebab, rasanya agak sulit mengaitkan dengan faktor lain, misalnya, orangtua. Rerata orangtua sudah mengetahui jika anaknya diikutkan lomba oleh sekolah.

Sebab, sejak awal umumnya anak menceritakannya kepada orangtua. Dan, sudah pasti semua orangtua sangat menyetujui. Siapa sih orangtua yang tak menyetujui jika anaknya sudah dipilih oleh sekolah untuk mengikuti lomba? Sepertinya tak ada.

Sekalipun ada, sangat jarang. Dan, biasanya karena faktor komunikasi belum tuntas. Jika komunikasi tuntas, tak ada salah paham, akhirnya orangtua mendukung total.

Berbeda dengan sebagian guru, yang sekalipun sudah terkomunikasikan bahwa ada siswa yang mengikuti lomba sehingga jam belajar agak terganggu, masih saja ada yang tak sepenuhnya mendukung.

Mendingan jika mengomunikasikan maksudnya kepada sekolah, yang tentu sangat baik. Tak kepada siswa dengan pengertian-pengertian yang keliru dan jauh dari rasa edukasi, yang ternyata mengganggu kenyamanan siswa.

Kasihan siswa yang mengalami problem ini. Siswa tak dapat secara optimal untuk mempersiapkan lomba karena terus dihantui rasa khawatir. Khawatir guru termaksud memberi nilai tak semestinya.

Saya menjumpai kasus seperti ini. Ya, karena guru kurang arif memberi penjelasan kepada siswa. Padahal, penjelasan guru secara bijaksana sangat dibutuhkan. Sebab, apa pun lomba yang difasilitasi oleh sekolah tentu memiliki maksud baik bagi siswa.

Tak ada satu pun lomba yang sekolah merekomendasi dan memfasilitasi siswa untuk mengikuti bermuatan negatif bagi tumbuh kembang siswa. Sudah pasti semua ini bermanfaat bagi siswa.

Jadi, jika ada guru yang tak mendukung, bahkan memberi pengertian yang salah terhadap siswa, tentu guru ini meracuni pikiran dan emosi siswa. Pengertian bahwa lomba ini tak menjamin masa depan dan tak menjamin cita-cita adalah pemahaman yang meracuni siswa.

Guru yang seperti ini adalah guru yang  merasa jam pembelajarannya diabaikan oleh siswa. Karena, siswa terlihat lebih mengutamakan latihan untuk menghadapi lomba ketimbang berada di kelas untuk belajar.

Ilustrasi 2, Siswa belajar di ruang kelas. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2, Siswa belajar di ruang kelas. (Dokumentasi pribadi)

Padahal, tak demikian sebenarnya yang terjadi. Sebab, seperti sudah disebut di atas, siswa sudah mendapat dispensasi dari sekolah agar dapat fokus ke aktivitas berlatih untuk mengikuti lomba. Siswa tak mengabaikan jam belajar di kelas. Tapi, siswa memenuhi tugas dari sekolah.

Tentang hal ini semua guru sudah pasti mengerti. Sebab, siswa yang mendapat dispensasi untuk mengikuti lomba diinformasikan oleh sekolah kepada semua guru. Informasi ini dimaksudkan agar guru memberi dukungan secara utuh. Tak menyulitkan siswa.

Pun tak berarti siswa dibebaskan dari tugas. Tak begitu. Mereka tetap mendapat tugas yang sama dengan siswa yang lain. Hanya, perlu diperlakukan secara khusus.

Ya, guru memang perlu menjadi madu yang selalu manis dirasakan oleh siswa. Sekalipun siswa belum meraih kemenangan atau keberhasilan dalam lomba, misalnya, guru tetap berkewajiban memberi rasa manis bagi siswa termaksud.

Ungkapan "kamu hebat", "kamu luar biasa", "kesempatanmu masih ada", dan "suatu saat kamu pasti bisa memberikan yang terbaik" merupakan madu yang harus terus diproduksi oleh guru. Dengan begitu, siswa tetap memiliki optimisme menatap masa depan.

Melihat siswa sedang berlatih untuk mengikuti lomba, misalnya, sementara siswa yang lain belajar di kelas, tak ada salahnya guru mengungkapkan motivasi baginya. Misalnya, "tetap semangat ya", "terus berjuang", "bapak/ibu selalu mendoakanmu", "sukses selalu", dan "pasti kamu bisa".

Bahkan, tak hanya dalam konteks siswa mengikuti lomba. Tapi, berlaku pula bagi semua siswa di dalam proses pembelajaran di kelas.

Sebab, sangat mungkin ada siswa yang mengalami keterlambatan dalam belajar, selain ada siswa yang kelebihan energi sehingga suka mengganggu, usil, dan macam-macam aksi. Siswa yang termasuk dalam kelompok ini tetap berhak menerima pujian dan sanjungan dalam hal tertentu.

Guru yang mampu mengungkap sisi positif dari keberadaan siswa dan kondisi yang melingkupinya, yang akhirnya dapat digunakan untuk menciptakan suasana kegembiraan dan kebahagiaan siswa dalam proses pembelajaran adalah guru yang menjadi madu bagi siswanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun