Sebaliknya, jika dipandang kurang sungguh-sungguh, sekolah tak mengikutkan sama sekali siswa dalam lomba. Ada sekolah yang berkebijakan demikian.
Tak ada sekolah hanya "bermain" spekulasi ketika mengikutkan siswa dalam lomba. Sekolah pasti total dalam hal lomba. Pilihannya, ikut harus serius atau tak ikut sama sekali.
Hanya yang sering menjadi persoalan adalah belum semua guru memiliki kerangka berpikir yang sama dalam memersepsi siswa ikut lomba.
Ada guru yang sangat terbuka terhadap aktivitas siswa dalam menghadapi lomba. Tapi, ada juga guru yang sangat tertutup terhadap aktivitas siswa dalam menghadapi lomba.
Jika terbuka, guru tersebut memberi dukungan penuh. Jika sangat tertutup, guru termaksud tak memberi dukungan.
Hal ini sangat mudah ditandai. Justru penandaan ini dapat dilihat dari sikap siswa. Yaitu, siswa yang sering meninggalkan jam belajar karena ada dispensasi dari sekolah untuk berlatih dalam menghadapi lomba.
Jika siswa ini terlihat seolah memiliki beban, sangat mungkin disebabkan oleh guru yang kurang tulus mengizinkan siswa meninggalkan jam pembelajaran mapel yang diampu.
Sebab, rasanya agak sulit mengaitkan dengan faktor lain, misalnya, orangtua. Rerata orangtua sudah mengetahui jika anaknya diikutkan lomba oleh sekolah.
Sebab, sejak awal umumnya anak menceritakannya kepada orangtua. Dan, sudah pasti semua orangtua sangat menyetujui. Siapa sih orangtua yang tak menyetujui jika anaknya sudah dipilih oleh sekolah untuk mengikuti lomba? Sepertinya tak ada.
Sekalipun ada, sangat jarang. Dan, biasanya karena faktor komunikasi belum tuntas. Jika komunikasi tuntas, tak ada salah paham, akhirnya orangtua mendukung total.
Berbeda dengan sebagian guru, yang sekalipun sudah terkomunikasikan bahwa ada siswa yang mengikuti lomba sehingga jam belajar agak terganggu, masih saja ada yang tak sepenuhnya mendukung.