Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sayur Belum Mewarnai Program Sarapan Bersama bagi Siswa di Sekolah

27 September 2024   17:02 Diperbarui: 30 September 2024   15:51 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum program makan gratis dari pemerintah dilakukan secara riil, sekolah sudah melaksanakan program gerakan sarapan bersama bagi siswa. Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, gerakan ini dilakukan pada setiap Jumat.

Program ini dilakukan sejak pemerintah menemukan data tentang anak yang stunting. Termasuk di dalamnya anak-anak yang masih sekolah. Ada 149 juta (22%) balita di seluruh dunia yang stunting (statistik PBB 2020). Dan, 6,3 jutanya anak usia dini atau balita Indonesia.

Tentu saja gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah yang dilakukan juga di sekolah lain, atas rekomendasi dinas pendidikan setempat, dipastikan dilatarbelakangi oleh gambaran di atas.

Sehingga, gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah sekurang-kurangnya membantu upaya baik untuk mengikis stunting. Stunting ditandai oleh pertumbuhan yang normal pada diri anak terkendala.

Sarapan yang dibawa siswa ke sekolah adalah sarapan yang disiapkan oleh keluarga. Hal ini untuk memastikan bahwa kandungan gizi dalam sarapan yang dinikmati siswa benar-benar terjaga. Sebagai wujud keluarga peduli terhadap kesehatan anak.

Gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah dapat mengondisikan siswa yang tak mau sarapan menjadi mau sarapan. Sebab, ternyata, banyak siswa tak sarapan sebelum sekolah. Sekurang-kurangnya fakta ini dijumpai di sekolah tempat saya mengajar.

Di sekolah tempat saya berbakti, gerakan sarapan bersama bagi siswa dilakukan di tempat secara bergantian. Kadang dilakukan di halaman sekolah yang didampingi oleh guru-guru, yang juga sarapan. Kadang dilakukan di ruang kelas, yang didampingi oleh wali kelas.

Siswa putri selalu dilengkapi dengan gerakan minum tablet tambah darah. Sebab, ternyata ada sebanyak 32% remaja usia 15-24 tahun di Indonesia mengalami anemia (Kemenkes, 2024). Dan, jika hal ini tak ditangani secara serius, mereka kelak akan melahirkan bayi stunting.

Pada saat gerakan sarapan bersama bagi siswa dilakukan, terutama yang di halaman sekolah, saya selalu ikut mendampingi dan berusaha bergerak dari satu siswa ke siswa yang lain. Ini saya lakukan dalam rangka melihat menu sarapan mereka.

Dan, saya menemukan fenomena yang perlu mendapat perhatian serius, khususnya oleh orangtua siswa. Yaitu, sangat sedikit siswa yang menu sarapan bersama di sekolah ada sayurnya.

Ilustrasi 2, Sayur urap yang nikmat dan bergizi, penting bagi anak. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi 2, Sayur urap yang nikmat dan bergizi, penting bagi anak. (Dokumentasi pribadi)

Padahal, sayur sangat dibutuhkan oleh tubuh. Hal yang paling sederhana sering diungkapkan oleh banyak orang, misalnya, agar dapat buang air besar (BAB) secara lancar dan rutin sangat dibutuhkan asupan sayur dalam tubuh.

Tentang ini saya membuktikan sendiri. Banyak makan sayur, BAB mudah dan rutin secara berkala teralami. Rasanya enak. Perut tak terasa penuh. Sehingga, sangatlah terdukung penuh ketika melakukan aktivitas.

Silakan mencoba jika ingin merasakan hal yang seperti saya rasakan! Sekaligus ini kampanye mengonsumsi sayur, yang mudah didapat dan sangat terjangkau oleh siapa pun, baik masyarakat ekonomi rendah, menengah maupun tinggi.

Sayur, khususnya sayur hijau, berdasarkan catatan di portal Kemenkes, berfungsi untuk 1) menjaga kesehatan jantung; 2) sumber antioksidan; 3) menjaga berat badan ideal.

Sementara itu, di halodoc.com, terdata ada dua puluh jenis sayur yang mendukung kesehatan tubuh. Yaitu, kale, bit, bayam, sayuran brokoli, wortel, sayuran asparagus, kol merah, ubi, paprika, jamur, bawang bombay, bawang putih, rumput laut, sayuran pare, buncis, sayuran sawi, kangkung, daun kemangi, sayuran seledri, dan kubis.

Tapi, saya yakin masih ada lagi sayur yang dapat mendukung kesehatan tubuh selain dua puluh jenis sayur yang sudah disebut di atas. Di antaranya yang sangat familier di kalangan masyarakat kebanyakan adalah daun pepaya, singkong, ketela rambat, beluntas, mengkudu, buah kacang panjang dan daunnya, serta genjer.

Jenis sayur ini sangat mudah diperoleh masyarakat. Dapat memetik sendiri. Tak perlu membeli di pasar atau di toko swalayan. Tentu jika menanam sendiri di pekarangan rumah yang tak membutuhkan area yang luas.

Tentu saja sayur tak satu-satunya nutrisi yang mendukung kesehatan tubuh. Masih ada yang lain. Misalnya, tempe, tahu, telur, ikan, dan daging.

Hanya, sayur harganya lebih terjangkau atau malah tak perlu membeli karena dapat memetik sendiri. Toh demikian, sayur belum mewarnai dalam gerakan sarapan bersama bagi siswa di sekolah.

Saya mencoba menghitung jumlah siswa dalam satu kelas saat gerakan sarapan bersama yang dalam menunya tersaji sayur. Ternyata hanya ada 8 dari 33 siswa. Jadi, hanya 21,9 persen yang menyantap sayur.

Saya meyakini, misalnya, keseluruhan siswa di sekolah yang menunya ada tersaji sayur dihitung, persentasenya tak banyak berubah. Dapat saja turun atau naik, tapi tak signifikan.

Gambaran jumlah siswa di sekolah lain pada program sarapan bersama yang dalam menunya ada sayur, boleh jadi tak jauh berbeda. Pasti persentase siswa yang memiliki menu ada sayurnya lebih sedikit daripada siswa yang memiliki menu nirsayur.

Oleh karena itu, realitas ini sudah semestinya menjadi perhatian bersama. Tapi, keluarga (tetap) menjadi agen pertama yang sangat mungkin dapat membentuk sikap anak cinta sayur.

Sayur bening, sayur asem, oseng-oseng, pecel, sayur urap, dan sejenisnya dapat dibudayakan dari rumah. Teladan orangtua dalam keluarga yang pada setiap harinya menyajikan sayur di meja makan untuk keluarga sebagai cara yang efektif membangun sikap anak cinta sayur.

Memang tak mudah membangun sikap anak zaman sekarang cinta sayur. Sebab, anak pada zaman sekarang umumnya lebih mengenal makanan kekinian. Yang, begitu mudah ditemukan di banyak tempat dalam wujud yang beragam, sehingga mereka memiliki banyak pilihan.

Sementara itu, tak banyak warung atau rumah makan yang menyediakan beragam sayur. Dalam satu deretan tempat makan yang berada di pinggir jalan, misalnya, belum tentu ada warung yang menyediakan sayur.

Umumnya warung makan yang menyediakan sayur, entah satu jenis atau banyak jenis sayur, berada di satu tempat. Coba Anda lihat, siapa yang menjadi konsumen? Pasti orang-orang dewasa bukan? Sangat jarang yang masih anak-anak.

Maka, sangat disayangkan sayur yang banyak tersedia yang mudah didapat dan relatif terjangkau harganya juga memiliki kandungan gizi yang tak boleh diabaikan, belum dapat mewarnai sarapan bersama bagi siswa di sekolah.

Kesadaran orangtua tentang hal ini perlu ditumbuhkan. Sehingga, program sarapan bersama bagi siswa di sekolah tak hanya mengondisikan anak menyantap sayur, tapi juga semakin mendekatkan anak terhadap alam lingkungannya yang kaya sayur. Agar, lambat laun anak cinta sayur dan cinta alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun