Ada nasi, sayur urap, ayam goreng, bebek goreng, sambal, tempe goreng, tahu goreng, lalapan, telur asin, dan minuman sudah siap ditata. Â Nasi mulai diambil dengan entong, yang selanjutnya ditaruh di atas daun pisang.
Masing-masing mengambil sesuai dengan keinginan. Meletakkannya di depan masing-masing. Ada yang sedikit, ada yang banyak. Setelah itu, di atas atau di sisi gunungan nasi ditaruh lauk dan sayur sesuai kesukaan.
Sayang, tak semua dapat kembul bujana seperti rencana. Karena, tak cukup semua duduk bersebelahan, baik di sisi kanan-kiri daun pisang yang sudah penuh dengan makanan. Terpaksa beberapa ada yang makan dengan memanfaatkan piring.
Sekalipun begitu, yang dapat turut kembul bujana lengkap. Ada bapak, ibu, dan anak-anak. Bapak dan ibu, yang tergolong sepuh, 50 tahun ke atas, kembul bujana model demikian rerata sudah pernah, setidak-tidaknya melihat dari dekat, sekalipun tak ikut terlibat di dalamnya.
Anak-anak, apalagi yang masih kanak-kanak, boleh jadi tak mengenal kembul bujana. Sebab, kembul bujana yang seperti kami lakukan sudah jarang ada, bahkan sangat mungkin tak ada lagi di wilayah tertentu.
Kembul bujana seperti ini harus menyiapkan tempat yang luas. Harus menyiapkan daun pisang yang baik, tak sobek dan masih berpelepah. Terkesan ribet. Tapi, ketika kami mengutarakan ide kembul bujana yang seperti ini, banyak yang setuju, bahkan nyaris zero yang tak setuju.
Ini realitas yang menarik. Sebab, orang-orang tua ternyata memiliki kerinduan suasana masa silam. Mereka ingin merasakan suasana lampau yang  dahulu pernah dialaminya. Mengenang masa lampau seakan menyejahterakan golongan tua.
Antusiasme mengadakan kembul bujana dengan menggunakan daun pisang menandakan bahwa golongan ini merasa sejahtera, sukacita, dan bahagia. Bersentuhan dengan hal-hal yang berbau lama memberi penguatan dan penghiburan tersendiri.
Maka, sebagai hal yang wajar jika angkatan ini lebih menyukai lagu-lagu kenangan ketimbang lagu-lagu masa kini. Karena ternyata hal-hal lama mampu membuat angkatan ini muda lagi dalam hal spirit, semangat muda mengembang.
Apalagi kembul bujana ala ini dapat membangun relasi satu dengan yang lain secara kultural. Â Sembari menikmati makanan dan minuman, semua orang yang terlibat di dalamnya akhirnya saling berbicara. Setidak-tidaknya dengan orang yang berada di sisi kanan-kirinya dan depannya.
Dan, dapat dipastikan bincang-bincang yang terangkat hal yang ringan-ringan, yang dekat dengan kembul bujana, misalnya, perihal makanan yang disantap. Kelakar pun tiba-tiba muncul. Ini yang menghidupkan suasana kembul bujana sangat natural.