Pembelajaran intrakurikuler ada sejak sekolah ada. Wujudnya adalah mata pelajaran (mapel). Penamaan mapel tertentu berubah dari waktu ke waktu. Saat ini, di antaranya, ada mapel Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila, Bahasa Indonesia, IPS, dan IPA.
Jenis mapel disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Yang saya sebutkan di atas adalah sebagian mapel di tingkat SMP.
Di tingkat SD ada yang berbeda dengan yang di tingkat SMP. Misalnya, di SD ada IPAS; di SMP ada IPA dan IPS.
Di tingkat SMA/SMK, berbeda lagi. Sudah lebih spesifik, yaitu misalnya Fisika, Kimia, Biologi, Sejarah, dan Ekonomi.
Semua yang sudah disebutkan di atas, seperti yang sudah ditulis di awal catatan ini, merupakan materi pembelajaran intrakurikuler. Pembelajaran jenis ini identik dengan sekolah.
Artinya, pembelajaran intrakurikuler selalu dikaitkan dengan keberadaan sekolah, yang dilaksanakan sejak pagi hingga siang, bahkan sore. Pola pikir demikian sudah lama terbentuk dalam masyarakat.
Bahkan, bukan mustahil di kalangan sebagian penggerak pendidikan, termasuk guru, memiliki pola pikir yang demikian. Ini tak salah. Sebab, memang demikian realitasnya.
Pembelajaran intrakurikuler memang program utama sekolah. Sejak lama pembelajaran jenis ini sudah ada, yang seperti di bagian awal tulisan ini telah disebut, yaitu sejak sekolah ada.
Tapi, jika kemudian paradigma ini menutup terhadap pembelajaran yang lain, yang memang harus ada dan dilakukan di sekolah, tentu kurang benar.
Sebab, perkembangan zaman sering membawa perubahan. Seperti  adanya Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini membawa sebuah perubahan. Yaitu, adanya pembelajaran kokurikuler. Yang, diformulasikan dalam proyek penguatan profil pelajar Pancasila (P5).