Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Permainan Siswa, Fenomena yang Perlu Diwaspadai

28 Juli 2024   08:56 Diperbarui: 28 Juli 2024   13:10 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi remaja dalam permainan yang berbahaya, di ambil dari health.grid.id

Siswa bermain sebagai perilaku yang wajar. Karena memang usia mereka masih ada dalam fase bermain. Hingga SMP, dunia bermain masih sangat melekat.

Setiap ada bel istirahat, misalnya, sebagian siswa di sekolah tempat saya mengajar turun ke halaman, yang sekaligus lapangan, untuk bermain. Dan, saat bel tanda masuk sudah berbunyi, permainan masih berlangsung.

Permainan yang paling dominan adalah permainan bola. Ada yang sepak bola, ada yang futsal, ada juga yang bermain basket. Memang permainannya tak menurut aturan seharusnya bermain. Sebab, mereka bermain dalam satu lapangan.

Mereka harus berbagi area bermain. Siswa yang bermain futsal hanya bermain futsal. Siswa yang bermain basket hanya bermain basket.

Karena berada dalam satu lapangan, mereka bermain tampak semrawut. Antara mereka terjadi silang melintang. Tapi, mereka terlihat dapat menikmati permainan.

Sehingga, seperti sudah disebutkan di atas, mereka sering abai terhadap bel tanda masuk berbunyi. Ketika terlihat guru menuju ke ruang-ruang kelas, mereka baru berlarian masuk kelas. Padahal, badan mereka penuh keringat. Sebab, mereka bermain bola di bawah terik mentari.

Permainan seperti disebut di atas sangat mungkin dilakukan oleh siswa di sekolah lain. Tentu disesuaikan dengan luas sempitnya halaman sekolah. Semakin sempit halaman, jenis permainannya semakin terbatas.

Dan, biasanya siswa putra yang mendominasi dengan permainan sepak bola atau futsal. Karena mereka sudah sangat familier terhadap permainan jenis ini.

Hanya memang jumlah mereka tak banyak. Lebih banyak mereka, baik putra maupun putri, yang duduk-duduk dan ngobrol sembari menikmati jajan dan minuman. Mereka ini yang cerdas memanfaatkan waktu istirahat untuk melepas lelah.

Sekalipun kesannya seperti rehat di ruang kelas, ternyata ada juga siswa yang memanfaatkan ruang kelas untuk bermain. Padahal, ruang kelas bukan area untuk bermain sebab sudah penuh dengan kursi dan meja.

Saya mengetahuinya kemudian saat ada salah satu orangtua yang mengonfirmasi peristiwa yang melibatkan anaknya, yang masih siswa baru.

Ilustrasi remaja dalam permainan yang berbahaya, di ambil dari health.grid.id
Ilustrasi remaja dalam permainan yang berbahaya, di ambil dari health.grid.id

Katanya, anaknya dirundung oleh temannya. Bahkan, ada juga salah satunya dari pengurus organisasi siswa intra sekolah (OSIS) yang menjadi pengampu dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).

Berdasarkan informasi dari orangtua siswa termaksud, saya akhirnya menjumpai anaknya, yang saat itu sedang mengikuti pembelajaran. Saya mengajaknya bercakap-cakap di luar kelas setelah izin kepada guru yang mengajar.

Ia mengatakan bahwa dirinya dan teman-temannya bermain. Sayang, permainannya termasuk kategori membahayakan. Sebab, permainan mereka menindih badan. Anak yang paling bawah tertindih beban paling berat.

Dan, anak yang paling bawah dalam permainan ini adalah dirinya. Di atasnya ada empat temannya. Semua dalam posisi menengkurap. Akibat permainan ini, perut dan dadanya sakit karena langsung bersentuhan dengan lantai.

Sebetulnya, sebelumnya sudah ada. Yang posisi paling bawah adalah salah satu temannya. Hanya, karena temannya ini berusaha kuat menggeliat sehingga tak sampai tertindih banyak teman. Jadi, temannya agak aman.

Saya berusaha mengumpulkan semua anak yang terlibat. Saya mengajaknya mendiskusikan permainan ini, sisi positif dan negatifnya, mereka perlu mengetahuinya.

Pertemuan dengan empat siswa putra, yang gemuk dan tingginya relatif sama, dalam sebuah diskusi kecil-kecilan yang membahas permainan yang sangat membahayakan bagi mereka ini, sangat menyenangkan. Sebab, mereka sangat terbuka. Diskusi begitu cair. Dan, terakhir mereka berkomitmen bersama tak lagi bermain sejenis ini.

Dalam permainan ini, benar ternyata, terlibat juga salah satu kakak tingkat (kating), yang saat MPLS menjadi salah satu pengampu. Keterlibatannya saya ketahui kemudian setelah saya mengajaknya bercakap-cakap.

Katanya, ia, yang saat itu melewati kelas tempat bermain, mengetahui ada permainan, lantas berhenti. Dan, karena sudah kenal bahkan akrab dengan mereka, jadilah ia ikut bermain dan secara spontan turut menindih karena adik-adik tingkatnya menyambutnya dan juga terlihat senang.

Permainan memang membangun keakraban antarteman, di mana dan kapan pun. Yang sebelumnya tak kenal menjadi kenal, bahkan hingga akrab. Ini salah satu efek kekuatan bermain bersama.

Bahkan sering, permainan yang berbahaya pun tak terpikirkan, yang penting disukai bersama. Kesadaran bahwa permainan ini dapat menimbulkan risiko fatal ketika terjadi hal yang tak diinginkan yang bersifat merugikan.

Hingga, bukan mustahil pihak luar, termasuk orangtua, menganggapnya sebagai sebuah kekerasan atau perundungan. Hal ini terjadi karena orangtua hanya mengetahui bagian ending-nya. Dan, ini memang yang sering terjadi. Sebab, permainan dilakukan di sekolah.

Jadi, pihak sekolah yang akhirnya menjadi tempat orangtua mengonfirmasi peristiwa. Dan, sudah pasti sekolah bersalah kalau yang terjadi memang benar-benar perundungan.

Sekalipun sebuah permainan bersama untuk bersenang-senang yang dilakukan oleh siswa dapat saja menjadi kondisi tak nyaman bagi sekolah jika berakhir dengan kesedihan. Sekolah tetap berada di posisi yang salah.

Padahal, sekolah sudah pasti menasihati siswanya untuk tak bermain yang membahayakan. Tapi, yang namanya siswa, selalu saja ada yang abai terhadap nasihat yang diberikan.

Permainan seperti yang dilakukan oleh mereka ini ternyata terinspirasi dari video yang ada media sosial (medsos). Permainan-permainan sejenis yang beredar di medsos relatif banyak. Baik yang diperankan oleh anak-anak asing maupun anak-anak kita.

Dan, permainan-permainan yang demikian ini biasanya dilakukan oleh siswa dengan cara sembunyi-sembunyi. Misalnya, di ruang kelas saat jam kosong atau istirahat, di belakang sekolah, atau di mana pun lokasi yang dipandang aman dari temuan guru.

Oleh karena itu, sekolah (dan orangtua) harus selalu waspada terhadap semua permainan siswa. Berhati-hati dan berjaga-jaga agar tak ada generasi muda kita yang melakukan permainan yang berbahaya.

Maka, melakukan sosialisasi terhadap siswa secara berkala tentang risiko permainan yang membahayakan dapat ditempuh. Yang, di dalamnya disisipkan kesadaran bahwa risiko tak hanya ditanggung oleh siswa dan orangtua, tapi juga oleh sekolah. Nama baik sekolah menjadi taruhannya.

Memasang kamera di lokasi-lokasi tersembunyi yang dapat saja dijadikan area permainan juga dapat dilakukan. Dan, memastikannya alat ini berfungsi baik. Sehingga, aktivitas siswa selalu dapat terpantau.

Pun menanamkan sikap saling mau mengingatkan antarteman tak boleh dilupakan. Ini oleh sebagian orang mungkin dianggap kurang efektif. Tapi, tak ada ruginya jika sikap ini dimiliki oleh siswa.

Sebab, relasi teman sangat dekat. Sehingga, dapat cepat mengetahui teman yang bermain dalam risiko berbahaya. Mengingatkan setidaknya dapat menjadi kontrol.

Ya, intinya, kita --terutama guru-- perlu waspada terhadap permainan siswa. Sebab, banyak permainan terinspirasi dari medsos yang berbahaya. Pun, biasanya, mereka bermain di sekolah karena ada banyak teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun