Dalam bahasa yang berbeda, yang memiliki hak, mendapat ruang; yang tak memiliki hak, tak mendapat ruang.
Dan, yang dirasakan oleh sekolah adalah sekolah tak lagi menangani calon siswa jalur zonasi dalam jumlah yang membludak. Yang, sangat melelahkan dan kadang berpikir yang bukan-bukan.
Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, kini jumlah calon siswa jalur zonasi tak sebanyak tahun-tahun lalu. Sehingga, guru tak terlalu lelah menanganinya.
Dengan begitu, guru pun merasa dihargai dalam menangani calon siswa jalur zonasi. Sebab, guru tak lagi menangani calon siswa yang menggunakan pengubahan data kependudukan demi kepentingan sesaat.
Yang juga ditemukan  adalah jarak yang dapat diterima di jalur zonasi rerata semakin jauh. Artinya, semakin banyak masyarakat sekitar sekolah yang memiliki akses untuk memilih jalur zonasi.
Yang pada tahun-tahun sebelumnya  tak memiliki akses untuk memilih jalur zonasi karena membludaknya pengubahan data kependudukan demi kepentingan PPDB, kini, mereka memiliki kesempatan yang lebih longgar.
Justru yang lebih daripada hal ini adalah jalur zonasi mulai membangun pendidikan yang berkeadilan bagi semua. Sehingga, masyarakat mendapatkan manfaatnya secara baik dan membahagiakan.
Setidaknya ini dapat dirasakan oleh masyarakat yang memang benar-benar berdomisili dekat dengan lokasi sekolah secara hukum kependudukan. Mereka tak tergeser  oleh anak lain karena pengubahan data kependudukan.
Hanya, memang, yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah adanya sekolah yang merata. Sebab, ternyata, dengan tetap adanya jalur zonasi yang sudah dimutakhirkan seperti pada tahun ajaran 2024/2025, anak yang di wilayahnya tak ada sekolah, tetap mengalami persoalan.
Solusinya sudah ada. Tapi, masih kurang solutif. Sebagai contoh, di daerah tempat saya berdomisili, ada wilayah kecamatan yang tak memiliki SMA/SMK negeri.
Anak-anak di wilayah kecamatan ini hanya mendapatkan kuota khusus di luar wilayah kecamatannya, yang di wilayah kecamatan termaksud ada SMA/SMK-nya. Anak-anak ini hanya memiliki gerak yang terbatas. Tak seperti anak-anak yang di wilayah kecamatannya ada SMA/SMK-nya.