Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anak Takut di Tempat Lain, Ini Kiatnya

21 Juni 2024   14:55 Diperbarui: 21 Juni 2024   22:01 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-- anak takut. (Freepik via kids.grid.id)

Berada di tempat lain, yang kali pertama bagi sebagian orang dapat menimbulkan rasa terganggu. Baik oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Hanya, anak-anak sepertinya yang lebih mendominasi. Artinya, lebih banyak anak yang mengalaminya ketimbang yang dewasa. Karena, daya pengaruh dalam kelompok anak lebih masif. Satu anak merasa terganggu, misalnya, anak yang lain terbawa perasaan (menjadi) terganggu.

Terganggu dalam konteks ini lebih banyak dikaitkan dengan hal-hal yang ada di luar nalar. Sehingga, terhadap yang merasa terganggu, kita tak mudah membawa perasaannya kembali seperti semula.

Keadaan semula nyaman. Merasa tak terganggu. Perasaannya tenang, bahkan cenderung bahagia dan sukacita. Ketika anak betah di rumah, tak ingin keluar, ini tandanya anak termaksud merasa nyaman di rumah.

Tapi, ketika anak selalu menghindari berada di rumah, sebaliknya selalu ingin keluar rumah, berarti anak yang bersangkutan merasa kurang atau tak nyaman berada di rumah.

Kurang merasa nyamannya di rumah dengan kurang merasa nyamannya di tempat yang baru sudah pasti berbeda. Kalau yang berada di rumah sangat mungkin disebabkan oleh relasi antaranggota keluarga yang kurang manis.

Sementara itu, kalau yang berada di tempat lain sangat mungkin disebabkan oleh kondisi dan suasana lingkungan yang oleh sebagian orang disebutnya "ngeri".

Ketika malam yang seharusnya beristirahat, karena dirasakan "ngeri" ini, yang terjadi kemudian adalah anak merasa terganggu. Tak nyaman. Perasaan selalu dikerumuni oleh aura yang negatif.

Kondisi ini yang kemudian, di kalangan anak-anak, ternyata cepat tersebar secara masif. Sekalipun awalnya hanya terjadi di satu tempat, dalam hitungan menit bahkan detik, telah menyebar ke tempat lain yang tentu saja dalam satu lokasi.

Akhirnya, banyak anak yang merasa terganggu. Perasaan yang demikian umumnya diekspresikan secara verbal dan motorik. Karenanya, mereka tak mungkin dapat tidur sekalipun disuruh berulang-ulang untuk tidur.

Tapi, bagaimana pun juga, mereka harus beristirahat. Tak boleh dibiarkan perasaannya terganggu. Apalagi jika pada hari berikutnya masih ada acara yang harus dilakukan. Karenanya, mereka perlu dibantu agar perasaan, juga pikirannya tenang dan nyaman.

Mereka, yang sekalipun masih anak-anak, dalam beraktivitas di luar daerah, jauh dari daerah asal, harus tetap memperoleh seharusnya yang diperoleh. Karenanya, pendamping yang tentu lebih dewasa harus memiliki cara dalam membantu anak-anak dapat kembali ke suasana hati yang tenang dan nyaman.

Ilustrasi: Anak takut diambil dari www.haibunda.com
Ilustrasi: Anak takut diambil dari www.haibunda.com

Caranya, pertama, pendamping, guru, pelatih, pembina, atau apa pun istilahnya yang berperan membersamainya (selanjutnya disebut pendamping) mendatangi tempat anak.

Tak sebaliknya, memanggil anak. Sebab, anak dalam kondisi emosi tak bagus, akan semakin tak bagus jika dipanggil. Emosinya masih sangat sensitif.

Mendatanginya dengan suasana hati yang diliputi kegembiraan dan berpikir positif dapat memengaruhi anak termaksud berperasaan dan berpikir positif.

Ini poin penting yang agaknya kali pertama harus ditempuh oleh pendamping. Agar, anak terlebih dahulu diliputi suasana "menerima", yaitu menerima pendamping yang mendatanginya. Dalam keadaan demikian, anak akan terbuka terhadap pendamping.

Kedua, pendamping membuka dialog dengan anak. Dengan bahasa yang bermuatan positif, yaitu mengungkapkan kelebihan-kelebihan anak. Ini diyakini akan memberi kekuatan bagi anak.

Sebab, perlu disadari bahwa setiap orang, termasuk anak, selalu memiliki sisi kelebihan di samping memiliki kelemahan.

Dalam konteks demikian menjauhi dialog yang mengungkapkan kekurangan anak sangat mendukung terbentuknya kepercayaan diri anak. Anak merasa mendapat dukungan untuk kembali ke kondisi mula-mula.

Kondisi ini mungkin sangat berbeda dengan ketika pendamping belum membangun dialog dengan anak. Sebab, bukan mustahil anak berada di lingkungan teman-teman seusianya, yang justru membawa ke dalam suasana yang lebih buruk.

Seperti sudah disebutkan di atas, alam pikiran anak-anak memang demikian. Ada satu yang takut, misalnya, anak yang lain terbawa dalam suasana takut. Sangat jarang ada anak yang memiliki kepercayaan diri untuk "melawan" suasana buruk yang sudah terbentuk ini.

Maka, langkah ketiga yang harus ditempuh pendamping adalah memfokuskan diri terhadap anak yang merasa terganggu, takut, dan terpuruk. Saya mempraktikkan ini di hadapan anak dengan menyatakan bahwa perasaan yang dialami oleh setiap orang sebenarnya bukan disebabkan oleh situasi dan kondisi sekitarnya.

Tapi, lebih disebabkan oleh perasaan dan pikirannya sendiri. Karenanya, perasaan dan pikiran harus fokus terhadap hal-hal positif. Misalnya, mengingat adik yang lucu, saat ulang tahun diberi hadiah oleh kakak, pernah dipuji oleh guru karena tak terlambat masuk sekolah, dan sejenisnya dipastikan akan terhindar dari perasaan yang terganggu.

Selain itu, saya menyatakan bahwa sebaiknya berusaha melogika atau memikirkan secara logis atas hal yang tetiba terjadi. Misalnya, seperti yang dialami oleh salah satu siswa kami saat menginap di sebuah penginapan saat study tour.

Ia mengatakan bahwa tetiba dari tempat tidurnya ada tipe-x yang jatuh padahal di antara mereka dalam satu kamar tak ada yang membawa tipe-x. Hal seperti ini ternyata membuatnya kurang nyaman alias merasa ngeri.

Menjelaskan bahwa tipe-x itu dapat saja milik siswa atau anak dari rombongan sekolah lain yang menginap pada malam sebelumnya sangat menolong membangun kepercayaan diri anak.

Keempat, menyadarkan terhadap anak bahwa kebersamaan mereka merupakan kekuatan yang tak dapat dikalahkan oleh "kejahatan" siapa pun. Termasuk ketakutan yang disebabkan oleh perasaan dan pikiran diri sendiri. Saling mendukung dan menguatkan di antara mereka adalah cara yang dapat dilakukan.

Maka, seandainya ada anak yang merasa takut tak baik anak-anak yang lain terbawa perasaan, yang dapat semakin memperburuk keadaan anak termaksud. Tapi, anak-anak yang lain didorong untuk memberi penguatan sehingga anak yang merasa takut tak lagi merasa takut. Di sinilah kekuatan bersama itu dibangun.

Realitas seperti yang dideskripsikan di atas dapat saja dialami oleh anak dalam aktivitas apa pun. Dapat dalam aktivitas study tour, aktivitas kemah, latihan dasar kepemimpinan, dan aktivitas lainnya yang dilaksanakan di tempat lain, yang mungkin baru kali pertama bagi anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun