Sampah organik di sekolah kami, SMP 1 Jati, Kudus, Jawa Tengah (Jateng), diolah oleh mitra lingkungan dari salah satu korporasi di daerah kami. Sampah organik yang sudah dikumpulkan di sekolah, di bank sampah, diambil oleh mobil sampah mitra lingkungan seminggu sekali.
Sampah organik ini dikumpulkan oleh siswa di bank sampah sekolah. Selain sampah organik yang dikumpulkan oleh siswa, sampah organik juga dikumpulkan oleh karyawan kebersihan lingkungan sekolah. Sebab, banyak sampah organik dari tumbuh-tumbuhan di lingkungan sekolah. Yang, penanganannya memang membutuhkan tenaga kebersihan lingkungan sekolah.
Meski, kadang-kadang, dalam momen tertentu, kebersihan lingkungan sekolah terkait sampah organik dari tumbuh-tumbuhan di lingkungan sekolah, siswa turut ambil bagian.
Hanya, memang, siswa sangat terbatas ketika ambil bagian dalam perihal ini. Sebab, Jumat bersih diadakan pada Jumat minggu keempat. Artinya, satu bulan, satu kali. Pada momen ini, siswa terlibat langsung bersih-bersih lingkungan sekolah.
Sayang, umumnya, konsentrasi utama mereka di lingkungan kelas masing-masing. Peran siswa dalam kebersihan lingkungan sekolah belum menjangkau area yang luas.
Adanya pembagian area yang harus dikerjakan oleh siswa, sedikit banyak membantu karyawan kebersihan. Dan, sekaligus membangun kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan sekolah, tak hanya kebersihan lingkungan kelas.
Sampah organik di sekolah yang diambil oleh mitra lingkungan, diolah menjadi pupuk kompos. Dalam pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos sudah pasti berbeda dengan pengolahan yang pernah diajarkan bagi siswa kami saat mengerjakan proyek pengomposan.
Saat siswa kami mengerjakan proyek pengomposan memang menghadirkan narasumber dari mitra termaksud. Tapi, pengomposan yang dilakukan bersifat konvensional. Memanfaatkan perangkat yang sederhana. Tanpa mesin khusus.
Karena memang untuk mengajari siswa agar dapat membuat kompos dengan cara yang terjangkau oleh siswa. Baik sarana yang digunakan maupun cara yang ditempuh. Agar, semua siswa dapat melakukannya. Harapannya diterapkan di rumah masing-masing karena rumah (tangga) memproduksi sampah organik setiap hari.
Pengambilan sampah organik dan pengolahannya gratis. Sekolah tak mengeluarkan anggaran jumlah besar. Kalau hanya memberi konsumsi kepada sopir yang mengambil sampah sebagai hal yang biasa. Ini tradisi yang dilakukan oleh siapa pun saat diberi bantuan.