Saya sengaja mendatangi satu area ke area lain di lingkungan sekolah. Melihat dan memfoto siswa kami yang sedang membuat video. Yaitu, video ucapan selamat hari Raya Idul Fitri untuk khalayak. Bukan untuk pribadi atau kelompok tertentu. Apalagi untuk guru dan tenaga kependidikan (GTK) di sekolah mereka.
Mereka memang diberi tugas oleh sekolah untuk membuat video secara klasikal. Maksudnya, tiap-tiap kelas dengan pendampingan wali kelas membuat video ucapan termaksud. Yang, kemudian harus diunggah di media sosial (medsos) kelas. Dan, ditautkan ke medsos sekolah.
Sekadar Anda mengetahui, di sekolah tempat saya mengajar ada 24 kelas, yang terdiri atas Kelas 7 ada delapan kelas. Kelas 8 dan Kelas 9, masing-masing juga ada delapan kelas. Ini artinya, ada 24 video karya siswa yang dapat dilihat oleh publik.
Tugas ini sengaja diberikan dan harus dilakukan pada Sabtu (6/4/2024), hari terakhir mereka masuk sekolah sebelum memasuki masa libur akhir Ramadan dan Lebaran.
Tak ada pembelajaran seperti hari-hari sebelumnya. Tapi, saya rasa, pembelajaran yang satu ini sungguh memberi pengalaman belajar yang lebih berarti.
Sebab, mereka memiliki karya kreasi yang mengolaborasikan beragam kompetensi. Mulai dari literasi bahasa, sains, teknologi, hingga kompetensi sosial dan emosional. Dan, saya melihatnya, antusiasme mereka sangat tinggi.
Apalagi, pada momen ini, sekolah memberi mereka kebebasan dalam mengenakan kostum. Reaksi mereka ketika hal ini tersampaikan kepada mereka, girangnya bukan main. Saya melihatnya sendiri di beberapa kelas suasana benak siswa yang seperti ini.
Realitas kegembiraan seperti ini sangatlah wajar. Sebab, keseharian sekolah, mereka berseragam. Jadi, kebebasan dresscode saat pembuatan video ini seolah keberuntungan yang sebelumnya memang tak pernah diterimanya.
Dan, saya rasa kegembiraan mereka dalam merencanakan dan membuat video, yang saya lihat dari satu kelas ke kelas yang lain di spot yang berbeda di lingkungan sekolah juga merupakan efek kegembiraan karena kebebasan dresscode-nya.
Perihal spot untuk video, saya dapat menyaksikannya dari area depan sekolah hingga belakang sekolah. Di area depan sekolah, misalnya, ada kelas yang memanfaatkan taman untuk latar belakang pembuatan video.
Tapi, ada juga kelas yang memberdayakan gazebo untuk latar pembuatan video. Ada yang hanya memanfaatkan ruang kelas dengan penataan yang khusus. Selain itu, ada juga yang membuat video di lapangan rumput belakang sekolah.
Terkait dengan hal ini memang siswa memiliki kebebasan memilihnya. Yang, sudah pasti mereka meminta pertimbangan dari wali kelas. Sebab, wali kelas pun turut sebagai pemeran dalam video yang dimaksud.
Saya melihat dari sisi kostum relatif sama, yaitu dalam performa sopan. Termasuk siswa yang beragama nonmuslim, kostumnya menyesuaikan. Yang laki-laki tak kelihatan berbeda. Hanya wanita yang berbeda. Itu pun terletak dalam hal mengenakan jilbab atau tidak.
Sepatu yang biasanya berwarna hitam polos, saat pembuatan video ini, mereka mendapat kebebasan bersepatu. Sehingga, kelihatan sekali adanya beragam sepatu. Dan, menarik dipandang mata.
Tapi, kalau kesehari-hariannya mereka diizinkan mengenakan seperti yang mereka kenakan pada momen ini, tentu tak baik. Sebab, dapat saja  menimbulkan keinginan tampil yang termewah. Yang, bukan mustahil akhirnya membentuk karakter yang buruk karena tak egaliter.
Sesekali mengenakan tak seragam tak masalah. Justru dari hal demikian, siswa dapat belajar mengenai sesuatu itu dapat saja berbeda sesuai dengan konteks dan kebutuhan. Jadi, tak selalu berbeda; juga tak selalu sama.
Video ucapan selamat hari Raya Idul Fitri yang dibuat oleh siswa dalam durasi maksimal satu menit. Durasi ini mendorong siswa untuk membuat video ucapan tersesuaikan. Artinya, tak terlalu pendek, tak terlalu panjang. Dengan begitu, keterampilan literasi bahasa terimplementasikan.
Hal ini sepertinya sederhana. Tapi, dalam proses sampai tersepakati adanya redaksi yang diucapkan, ada diskusi. Pada poin ini saja siswa tak hanya belajar mengenai literasi berbahasa. Tapi, juga memperkuat kompetensi sosial dan emosionalnya.
Yang, disadari atau tidak kompetensi-kompetensi ini sangat dibutuhkan siswa dalam menjalani kehidupan mereka ke depan. Sebab, kompetensi komunikasi, sosial, dan emosional sangat berhubungan dengan interaksi antarsesama. Dan, hidup selalu menuntut adanya keterhubungan satu dengan yang lain.
Belum lagi memilih spot yang menarik. Hal ini pun tak lepas dari relasi dialogis antarsiswa, yang melibatkan guru, dalam hal ini wali kelas. Tampak sekali ketiga kompetensi yang barusan disebutkan di atas memiliki ruang berkembang di bagian ini. Bahkan, siswa yang memiliki jiwa seni pun memiliki peran penting di bagian ini.
Jadi, momen pembuatan video ini membuka ruang tumbuh kembang beragam kompetensi siswa. Malah yang sangat menonjol adalah kompetensi dalam memanfaatkan teknologi komunikasi. Karena, betapa pun, membuat video membutuhkan perangkat teknologi, sekurang-kurangnya gawai.
Rerata siswa sudah sangat familier dalam pemanfaatan gawai. Sehingga, dalam bagian ini, mereka tak tergantung bimbingan secara khusus wali kelas. Malah bukan mustahil  kemampuan mereka dalam konteks ini melebihi kemampuan wali kelas, kecuali wali kelas yang masih relatif muda.
Wali kelas yang relatif masih muda dapat mengimbangi atau bahkan melebihi siswa dalam hal pemanfaatan gawai. Sehingga, tak menutup kemungkinan wali kelas yang seperti ini justru memberi rekomendasi terbaik dalam penggunaan gawai yang tepat dalam pembuatan video.
Dalam proses pembuatan video tentu tak sekali jadi. Ada tahap pengambilan adegan, yang bukan mustahil diulang-ulang untuk mendapatkan video yang terbaik. Sekalipun pengoperasian gawai menonjol dalam bagian ini, kompetensi sosial dan emosional, bahkan literasi tetap dibutuhkan. Â
Jadi, dalam proses ini, banyak kompetensi siswa, baik kompetensi soft skill maupun hard skill, yang ditumbuhkembangkan. Eloknya, semua ini  dilangsungkan dalam suasana kegembiraan. Hal ini yang tentu memberikan pengalaman belajar yang bermakna dalam diri siswa.
Apalagi, video yang sudah dibuat diharuskan diunggah di medsos kelas, yang kemudian ditautkan di medsos sekolah. Yang, akhirnya sangat mungkin dilihat oleh banyak pasang mata. Tentu saja pada poin ini, kegembiraan siswa tersempurnakan.
Menutup proses bersekolah menjelang libur, dalam hal ini libur akhir Ramadan dan Idul Fitri, dengan aktivitas yang menggembirakan siswa tentu memberikan nilai-nilai positif dalam diri siswa. Yang, semoga selalu diingat dan dihayati dalam beraktivitas mengisi masa libur.
Saya yakin, sekolah-sekolah lain juga melakukan hal yang serupa sekalipun (mungkin) tak sama. Memberi ruang bagi siswa berkreasi, yang kemudian membagikan hasilnya terhadap sesama.
Sekalipun sekadar ucapan selamat hari Raya Idul Fitri dalam video yang disebarkan melalui medsos, seperti yang sudah dilakukan oleh siswa di sekolah tempat saya mengajar, tetaplah bermakna bagi sesama yang melihatnya. Begitu bukan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI