Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Isa", Puisi Chairil Anwar yang (Juga) Menyiratkan Kebangkitan Yesus

1 April 2024   00:00 Diperbarui: 4 April 2024   17:34 1262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi salib Yesus Kristus. (Sumber: Shutterstock via kompas.com)

Kepada Nasrani Sejati
Itu Tubuh/mengucur darah/mengucur darah//rubuh/patah//mendampar tanya: aku salah?//kulihat Tubuh mengucur darah/aku berkaca dalam darah//terbayang terang di mata masa/bertukar rupa ini segara//mengatup luka//aku bersuka//Itu Tubuh/mengucur darah/mengucur darah//

Saya mengutip puisi di atas, yaitu puisi karya Chairil Anwar, karena tergoda oleh semacam permintaan teman lewat grup WhatsApp agar, di antaranya, saya mengulasnya. Tapi, saya ragu saat membaca "permintaan" itu. Apa saya bisa?

Sebenarnya, teman saya menyampaikan maksud ini sah-sah saja. Sebab, "permintaan" ini disampaikan pada masa raya Paskah. Dan, "Isa", puisi Chairil ini, sejauh saya tahu, dimengerti oleh berbagai kalangan berkaitan dengan konteks masa penderitaan Yesus.

Hanya, kurang, atau bahkan tak sah, sepertinya, "permintaan" ini  diarahkan kepada saya. Sebab, saya tak pernah mengulas puisi. Mengulas puisi, sekurang-kurangnya,  membutuhkan intuisi. Sementara, saya tak memiliki intuisi yang dibutuhkan dalam mengulas puisi.

Apalagi puisi yang diajukan adalah "Isa", puisi yang ditulis oleh penulisnya pada 1943, yang jika diukur dari sisi waktu, demikian jauh dengan waktu sekarang. Artinya, konteks waktu, situasi, dan kondisi, atau mungkin yang lainnya, (sangat) berbeda dengan konteks masa kini.

Namun, pertanyaan "apa saya bisa?", yang intinya saya hendak menolak, sebetulnya, justru menggelisahkan saya. Saya akhirnya --mau tak mau-- membaca-baca puisi termaksud. Berulang-ulang. Dan, sedikit-sedikit mencoba merenungkannya.

Untuk menambah kekuatan renungan, saya menelusur di google mengenai puisi ini. Saya, lalu,  mengetikkan kata kunci di kotak penelusuran google, begini, "puisi Isa karya Chairil Anwar". Dan, muncullah hasil penelusuran.

Saya,  lantas, tertarik mengeklik satu hasil penelusuran, yang ada di urutan kedua teratas, yaitu web Alif.ID, yang menerakan judul tulisan "Puisi 'Isa' dan Perlintasan Spiritual Chairil", yang setelah saya klik, terlihat artikel karya Hairus Salim H.S., Esais, bekerja di Yayasan LKiS dan Gading Publishing, Jogjakarta (alif.id, 29/12/2022).

Saya, kemudian, membaca artikel ini. Poin penting artikel ini setidak-tidaknya sebagai berikut. Hairus melalui larik-larik puisi "Isa", menemukan kedalaman batin Chairil, yang  muslim, dalam menghayati peristiwa penyaliban Yesus.

Disebutkan, Chairil menghayati penyaliban Yesus dengan cara berpikir kristiani. Sebab, meskipun judul puisinya, "Isa", namun Chairil memandang yang disalib adalah sosok seperti yang  diyakini umat kristiani, yaitu Yesus, bukan Isa. Karena, oleh pemikiran umat muslim, Isa tak disalib karena digantikan oleh orang yang mirip dengan Isa.

Ilustrasi: Lilin Paskah yang sudah menyala, simbol terang Yesus. (Dokumentasi pribadi)
Ilustrasi: Lilin Paskah yang sudah menyala, simbol terang Yesus. (Dokumentasi pribadi)

Akhirnya, Hairus sampai pada sebuah konklusi bahwa Chairil --melalui puisi "Isa"-- memiliki pandangan bahwa Yesus adalah Isa dan Isa adalah Yesus.

Oleh karena itu, atas pandangan ini, saya mendapatkan hasil renungan tentang puisi "Isa" karya Chairil, yang tentu saja subjektif. Karenanya, sangat mungkin berbeda dengan hasil renungan pihak liyan.

Begini. Melalui puisi "Isa", Chairil agaknya tak hanya menghayati Isa yang Yesus sampai ke penyaliban-Nya.  Yang, oleh umat Kristen diperingati pada Jumat Agung sebagai masa penderitaan, kesengsaraan, dan kematian-Nya.

Tapi, Chairil agaknya menghayatinya hingga sampai ke kebangkitan-Nya. Karena, dalam larik-larik puisi termaksud ditemukan juga diksi yang mengajak pembaca, sekurang-kurangnya saya, merenungi kebangkitan Yesus. Mari kita baca larik-larik berikut ini!

//terbayang terang di mata masa/bertukar rupa ini segara//mengatup luka//aku bersuka//

Larik //terbayang terang di mata masa/, memuat diksi yang tak menggambarkan kegelapan, seperti suasana saat penyaliban Yesus yang gelap gulita disertai guntur --seperti yang tercatat di dalam Alkitab.

Tapi, justru sekalipun masih dalam bayangan, ada suasana yang terang, yang menerangi sebuah masa atau zaman. Dan, inilah buah dari kebangkitan Yesus. Yaitu, menerangi  kegelapan.

Selanjutnya, /bertukar rupa ini segara//, larik yang diksinya melukiskan ada perubahan, bertukar rupa, dari duka bertukar ke suka. Jadi, Chairil memandang bahwa penyaliban Isa yang Yesus itu membawa dampak perubahan.

Yaitu, yang luka (menganga) menjadi mengatup alias menutup. Dalam terminologi kekristenan dapat dikatakan bahwa orang  berdosa mendapat pengampunan. Atau,  dosanya ditebus melalui kesengsaraan dan kematian Yesus di kayu salib.

Chairil, dalam penghayatan ini, bukan mustahil (malah) dapat melebihi penghayatan penganut Nasrani. Karena, sangat mungkin ada penganut Nasrani yang kurang sejati, atau bahkan tak sejati.

Toh, Chairil dalam puisi ini memang menyebut "Kepada Nasrani sejati". Artinya, puisi "Isa" yang ditulisnya ini ditujukan kepada (hanya) penganut Nasrani (sebutan bagi orang Kristen) yang sejati, tak untuk penganut kristiani yang kurang atau tak sejati.

Maka, dalam perenungan saya yang miskin, atau justru tak memiliki intuisi ini, Chairil melalui puisi "Isa" sungguh dalam (baca: mendalam) dan utuh menghayati penyaliban Yesus. Chairil seperti orang yang begitu dekat pribadi Yesus.

Sampai(-sampai) Chairil menjumpai kesukacitaan, seperti yang terekspresikan lewat larik ini, //aku bersuka//. Dalam terminologi Kristen, kesukacitaan identik dengan kebangkitan Yesus. Karena, kebangkitan Yesus membuahkan kesukacitaan bagi umat-Nya. Yaitu, mereka dibebaskan dari belenggu dosa.

Dalam pikiran saya, Chairil, kok, sampai sedemikian menghayati peristiwa penyaliban Isa yang Yesus, atau Yesus yang Isa. Tak hanya menyiratkan kesengsaraan dan kematian-Nya, tapi juga menyiratkan kebangkitan-Nya.

Jadi, puisi "Isa", sebetulnya, dapat dibacakan di gereja saat Jumat Agung dan Minggu Paskah. Penganut kristiani dapat belajar banyak dari Chairil Anwar yang muslim dalam menghayati kisah penyaliban Yesus yang Isa atau Isa yang Yesus. Selamat menikmati buah-buah Paskah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun