Jalan Sunan Kudus memanjang dari dari Alun-alun Simpang Tujuh, depan Pendopo Kabupaten Kudus, hingga Perempatan Jember. Batas Perempatan Jember kira-kira 200 meter dari area Alkul.
Di sepanjang Jalan Sunan Kudus itulah digelar Dandangan sejak 1 hingga 11 Maret 2024. Sehingga, akses masuk mobil tak dapat. Tapi, motor masih dapat sekalipun terbatas.
Ini gambaran jika Anda hendak mengakses ke area Dandangan, arah dari Perempatan Jember (yang berdekatan dengan lokasi Alkul) ke Alun-alun Simpang Tujuh melewati satu jalur. Sedangkan, arah dari Alun-alun Simpang Tujuh ke Perempatan Jember melewati jalur satunya.
Di area tengah kedua jalur tersebut dan di trotoar jalan, penjual menggelar dagangannya. Ada beragam jenis dagangan. Mulai dari mainan anak, perkakas ruang dapur, berbagai hiasan ruang keluarga dan tamu, pakaian, hingga kuliner dapat dijumpai di sana.
Kembali ke aktivitas diskusi. Setelah tanda dibukanya Dandangan, dilanjutkan acara penyampaian materi oleh Habib Husein Ja'far. Ia menyampaikan pandangannya tentang Dandangan.
Di antaranya, karena memiliki tradisi Dandangan, masyarakat Kudus harus bangga. Sebab, tradisi ini sudah ada sejak 16 abad yang lalu, yang diinisiasi oleh Sunan Kudus.
Apalagi, sudah sejak masa itu (juga), masyarakat Kudus dalam bimbingan Sunan Kudus sudah dapat membaca isbat Ramadan. Yang, dibuktikan dengan adanya Dandangan setiap menjelang Ramadan.
Betul bahwa Dandangan merupakan hasil kebudayaan, yang di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur. Karena, ada nilai-nilai religi, ekonomi, gotong royong, sosial, kreativitas, bahkan toleransi, yang semuanya itu dapat menjaga kelangsungan kehidupan bersama secara nyaman, aman, dan bahagia.
Habib Husein Ja'far memberi contoh, saya baru kali ini melihat dan merasakan sendiri ada panggung menggunakan pohon, pohon beringin lagi, yang sebagian orang mengatakan bahwa ada setannya dan karenanya dijauhi.
Tapi, masyarakat Kudus justru memanfaatkannya untuk panggung acara diskusi budaya dan peresmian Dandangan. Ini menunjukkan bahwa  masyarakat Kudus menghargai pohon dan merawatnya, yang berarti pula beriman kepada Allah.
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya beriman kepada Allah, tapi merusak alam, iman orang tersebut kepada Allah  perlu dipertanyakan. Di sini, kata Habib Husein Ja'far, ternyata tradisi Dandangan juga memedulikan alam dan lingkungan.