Kesukaan masyarakat terhadap fesyen ini yang kemudian oleh pasar dilihat sebagai peluang usaha. Sehingga, banyak bermunculan usaha fesyen di antaranya berdagang pakaian, baik dikelola secara offline maupun online.
Dan, menjadi problem karena pakaian pantas pakai --konsekuensi dari masyarakat yang menyukai fesyen-- jumlahnya sangat membludak. Hal ini mudah ditemukan, seperti yang sudah disebutkan di atas, saban ada bencana yang menimbulkan korban, di pengungsian overload pakaian pantas pakai.
Overload pakaian pantas pakai ini kalau tak dijadikan produk baru, misalnya melalui aktivitas keterampilan UMKM, tentu menjadi sampah yang dapat merusak lingkungan.
Karenanya, kini dan ke depan, masyarakat perlu mengambil sikap yang lebih produktif dan visioner. Misalnya, lebih peduli terhadap anak kurang gizi, stunting, daripada mementingkan fesyen. Yang, di antaranya dapat menyebabkan adanya pakaian pantas pakai yang berlebih.
Anggaran yang digunakan secara berlebihan untuk fesyen dialihkan (saja) untuk memenuhi gizi anak dan gizi ibu hamil. Sebab, memenuhi gizi anak dan ibu hamil dapat menjadi investasi masa depan. Memenuhi gizi jauh lebih penting ketimbang mengadakan sandang yang berlebih.
Sangat kontras perbandingan antara pemenuhan pangan (yang bergizi) dan pengadaan sandang. Sebab, di negara kita ternyata masih terdata ada 21,6% kasus stunting pada 2022, yang sekalipun sudah turun dari kasus stunting pada 2021, yaitu 24,4% (sehatnegeriku.kemkes.go.id/).
Sementara, kebutuhan sandang --berdasarkan temuan, ada pakaian pantas pakai di pengungsian setiap terjadi bencana-- sangat membludak, sampai-sampai bantuan jenis ini ditolak oleh posko pengungsian.
Dari sini, jelas bagi kita bahwa sangat mudah kita memenuhi kebutuhan sandang daripada memenuhi pangan (yang bergizi). Lalu, bagaimana kita, masih menyukai fesyen atau bergegas mengikis stunting?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H