Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ini Alternatif dalam Meningkatkan Percaya Diri Siswa

28 November 2023   19:43 Diperbarui: 1 Desember 2023   01:19 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pandangan sekilas, tak setiap siswa memiliki kepercayaan diri. Ada yang takutnya minta ampun. Ada yang sedikit percaya diri. Ada yang percaya diri. Ketiga klasifikasi  yang disebut itu dapat ditemukan oleh guru di sekolah.

Kepercayaan diri adalah keyakinan dan pengakuan seseorang terhadap kemampuannya. Bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda tak dapat dimungkiri.

Tapi, keberanian untuk meyakini dan mengakui kemampuan itu yang perlu ditumbuhkan. Karena, banyak orang, termasuk siswa, kurang berani meyakini dan mengakui bahwa dalam dirinya ada kemampuan.

Oleh karena itu, sudah seharusnya guru memiliki sensitivitas yang tinggi untuk menangkap fenomena tersebut. Guru tak dapat menyederhanakannya sebab hal tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksinya).

Justru tupoksi guru yang bagian ini harus dipandang sangat penting. Sebab, kepercayaan diri merupakan fundamen yang harus dimiliki oleh siswa untuk dapat tumbuh kembang sesuai fasenya.

Siswa yang tak memiliki kepercayaan diri dipastikan sulit berkembang, baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikapnya. Dampaknya adalah ia tak dapat meraih harapan alias mengalami ketertinggalan, bahkan kegagalan.

Siswa yang secara akademik bagus, tapi tak memiliki kepercayaan diri sangat mungkin stagnan wawasannya. Bahkan, bukan mustahil mengalami kemunduran, katakan, misalnya, yang dulunya bisa, berubah menjadi tak bisa.

Hal tersebut berlaku juga terhadap keterampilan dan sikap siswa. Akibat tak adanya kepercayaan diri, keterampilan dan sikap siswa tak mengalami peningkatan. Bisa-bisa, lambat laun, keterampilan dan sikap  tersebut malah lenyap.

Sebaliknya, siswa yang secara akademik lemah, tapi ia memiliki kepercayaan diri, pengetahuan yang dimiliki bisa saja tumbuh dan berkembang. Bahkan, bukan tak mungkin pengetahuannya akhirnya melebihi pengetahuan siswa yang sebelumnya berada jauh di atasnya.

Begitulah kekuatan kepercayaan diri, dapat mendongkrak potensi diri siswa. Maka, --sekali lagi-- guru kurang arif jika mengabaikan siswa yang terlihat kurang percaya diri, atau lebih-lebih yang tak memiliki kepercayaan diri.

Siswa yang kurang atau tak memiliki kepercayaan diri hampir dapat dipastikan ada di setiap sekolah. Bahkan, boleh jadi dapat ditemukan di setiap kelas.

Di sekolah tempat saya mengajar, misalnya, khususnya di kelas yang saya ampu, saya menemukannya. Siswa yang termasuk dalam kategori seperti itu sangat mudah ditandai.

Umumnya, siswa tersebut kurang berani terlibat dalam aktivitas belajar sekalipun hanya berada dalam ruang lingkup kelas. Yang artinya orang-orang yang berada di sekitarnya setiap hari bertemu dan berkumpul. Dan, mereka tentu sudah saling mengenal.

Namun, ketika guru memberi kesempatan untuk maju, siswa tak mau maju. Saat diberi waktu untuk berbicara, ia bergeming (saja).

Waktu-waktu yang disediakan oleh guru untuk mengekspresikan kemampuannya tak dimanfaatkan. Mungkin disebabkan oleh rasa malu, takut (salah), diusili teman, dan yang lain.

Memberi afirmasi

Jika diamati secara jeli, sebetulnya siswa pasti memiliki kepercayaan diri di bidang tertentu sekalipun di bidang lain tak memiliki. Beberapa siswa saya tak berani unjuk diri di bidang akademik. Tapi, di bidang nonakademik, ia tampil maksimal.

Malah beberapa di antara mereka ada yang tampil sebagai pemimpin dalam kelompok bidang tersebut. Tentang hal ini guru umumnya sudah memberi afirmasi kepercayaan diri siswa di bidang kemampuannya, baik di hadapan pribadi siswa yang bersangkutan maupun  teman-temannya.

Hanya, yang perlu ditekankan adalah pemberian afirmasi terhadap pribadi siswa yang termaksud tak berhenti hanya pada momen-momen khusus.

Ilustrasi kartun siswa menghapus papan tulis, diambil dari pngtree.com
Ilustrasi kartun siswa menghapus papan tulis, diambil dari pngtree.com

Pemberian afirmasi terhadapnya dapat dilakukan berulang-ulang karena pada saat yang sama guru justru dapat banyak berdiskusi dan memberi motivasi, yang memungkinkan siswa mengembangkan kepercayaan dirinya.

Kepercayaan diri siswa di bidang kemampuannya, tak harus terkait dengan bidang akademik dan nonakademik, yang selama ini menjadi tolok ukur prestasi di dunia pendidikan.

Tapi, hal-hal yang tak masuk hitungan itu, yang dilakukan oleh siswa dan bernilai positif bagi dirinya dan orang lain, patut juga diberi afirmasi. Misalnya, siswa yang rajin piket, peduli sampah, peduli kerapian meja dan kursi di kelas, tanggap tinta spidol habis, dan tanggap papan tulis kotor.

Hal-hal itu yang sering dilupakan oleh guru untuk diberi afirmasi. Saya menemukan (di kelas saya mengajar) siswa yang lemah, baik di bidang akademik maupun nonakademik. Tapi, siswa ini rajin menghapus papan tulis kotor.

Sekalipun sebetulnya sudah ada petugas piket, siswa ini selalu tanggap jika siswa yang piket tak segera bertindak. Ia akan segera maju, mengambil penghapus, dan menghapus papan tulis yang kotor.

Saya memandang ia sebagai siswa yang juga memiliki kepercayaan diri di bidang kemampuannya. Ia berani maju menghapus papan tulis. Ia juga tak malu sekalipun dilihat oleh teman sekelasnya.

Siswa yang demikian --saya yakini-- tak hanya ada di kelas yang saya ampu. Di kelas lain tentu juga ada, meskipun dalam bidang yang berbeda. Yang, bukan mustahil setali tiga uang ditemukan juga di sekolah lain.

Tentu siswa yang demikian perlu mendapat perhatian lebih khusus oleh guru di sekolah. Dan, oleh orang tua di rumah. Sebab, kepercayaan diri siswa dalam hal sederhana pun harus ditumbuhkan.

Menjadi jembatan

Ini tak hanya terkait dengan sikap guru menghargai keberadaan siswa. Tapi, lebih daripada itu, guru memiliki visi terhadap siswanya.

Semua guru merasa bahagia jika kelak siswanya menjadi pribadi yang sukses. Sukses tak harus terkait dengan materi, tapi dapat juga nonmateri.

Maka, ketika menjumpai siswa yang memiliki kepercayaan diri dalam hal yang sederhana seperti sudah disebut di atas, guru tak elok menafikannya.

Karena, bukan mustahil, kepercayaan diri siswa dalam hal yang sederhana tersebut ketika diperhatikan oleh guru, diafirmasi, dan didiskusikan dengan siswa yang bersangkutan, dapat menjadi pemantik bagi siswa untuk berkembang.

Seperti siswa saya yang lemah akademik dan nonakademik, tapi ia peka terhadap kondisi papan tulis, dapat saja kelak ia sukses dalam profesi di bidang kebersihan di lembaga atau instansi tertentu karena kepercayaan dirinya saat sekolah dihargai, diafirmasi, dan disemangati.

Bahkan, bukan tak mungkin kepercayaan dirinya berkembang ke bidang yang lain. Karena, diakui atau tidak, dukungan, afirmasi, dan diskusi dapat membuat orang, termasuk siswa, lebih kreatif, inovatif, dan optimis menatap masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun