Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengubah Keusilan Murid Menjadi Karya Kreatif? Guru Pasti Bisa

16 April 2023   00:39 Diperbarui: 30 April 2023   00:14 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa usil (Sumber: Shuttesrtock)

Sementara itu, saya kira (juga) taplak yang diikat terinspirasi oleh cemeti yang kadang digunakan oleh pemain kesenian barongan. Yang, memang beberapa murid kami ada yang ikut berkesenian barongan.

Petasan di bulan Ramadan  --saat ini memang bulan Ramadan---dan cemeti merupakan dua konteks yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Yang, kemudian boleh jadi merangsang mereka --entah berapa murid-- untuk memanfaatkan taplak meja. Dan, membentuknya menjadi media untuk memunculkan bunyi menyerupai petasan. Dan, hebatnya, berhasil!

Keusilan itulah yang kemudian membuat teman guru meminta salah seorang murid yang diketahui "memainkan" untuk mencobanya di depan kelas. Sayang, murid ini tidak mau. Mungkin karena ia malu atau takut.

Maka, dibawalah taplak yang digunakan untuk berbuat usil tersebut ke ruang guru. Beberapa guru, termasuk saya, melihatnya. Dan, kami  mendengarkan dengan saksama cerita teman guru mengenai muridnya yang berperilaku usil itu.

Karena ada bagian yang diceritakan menyebut bahwa murid yang bersangkutan tidak mau mempraktikkan "permainannya" di depan kelas, maka kami penasaran.

Ilustrasi: Guru dan murid sedang mempraktikkan
Ilustrasi: Guru dan murid sedang mempraktikkan "keusilan" murid, yang ditemukan di ruang kelas saat belajar, Sabtu, 15/4/2023. (Dokumentasi pribadi)
Seorang teman guru akhirnya mencoba memainkannya. Caranya, cukup dengan mencambukkan taplak yang sudah diikat ke udara. Tetapi sayang, tidak menimbulkan bunyi.

Namun, setelah beberapa kali mencoba, terdengarlah bunyi seperti bunyi cambukan cemeti. Agak menyerupai bunyi petasan yang berukuran kecil.

Saya dan beberapa guru, termasuk beberapa guru wanita, turut mencoba. Ada yang berhasil. Ada juga yang tidak berhasil. Pada titik inilah muncul kelakar di antara kami.

Begini, teman-teman guru yang berlatar belakang dari desa pasti bisa sebab rerata pada masa kecilnya menjadi penggembala. Dan, penggembala identik dengan cemeti.

Sementara itu, teman-teman guru yang berlatar belakang dari kota dipastikan tidak bisa. Bagaimana mungkin bisa kalau menjadi penggembala saja tidak pernah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun