Saya mengajar di empat kelas saat ini. Di keempat kelas tersebut, jumlah siswa putri lebih banyak daripada siswa putra. Sepertinya, komposisi itu tergambar juga di kelas-kelas lain.
Ya, siswa putri lebih banyak ketimbang siswa putra. Itu yang dapat ditemukan di sekolah tempat saya mengajar. Siswa putri 436 anak; siswa putra 352 anak. Di sekolah lain? Saya belum mengetahuinya.
Tetapi, data badan pusat statistik (BPS) 2022 mengenai komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, ternyata jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Untuk kelompok anak usia SMP juga lebih banyak laki-laki ketimbang wanita. Jadi, data komposisi siswa putri dan putra yang ada di sekolah lain mungkin berbeda dengan data di sekolah tempat saya mengajar.
Di keempat kelas tempat saya mengajar, entah mengapa, saya mencatat siswa putri rerata lebih aktif daripada siswa putra. Beberapa teman guru ketika saya mintai keterangan tentang hal tersebut di kelas tempat mereka mengajar, juga mencatat hal yang sama dengan saya. Bahwa siswa putri lebih alpha ketimbang siswa putra.
Saya belum pernah membaca hasil penelitian mengenai hubungan antara kuantitas dengan keaktifan. Maksud saya, apakah karena jumlah siswa putri di kelas lebih banyak daripada siswa putra sehingga  membuat siswa putri lebih aktif?
Andai saja hal itu benar, belum tentu bisa dibuktikan. Karena, ternyata, di beberapa kelas yang selisih siswa putri dan putra tidak terlalu banyak, siswa putri tetap lebih aktif.
Memandang kenyataan yang demikian, sebagai guru tentu saja tidak bersikap diskriminatif dalam mengelola pembelajaran. Semua siswa diberi motivasi, pendampingan, dan ruang ekspresi yang sama.
Guru laki-laki di sekolah umum memiliki respek yang sama terhadap siswa putri dan putra. Tidak berat sebelah. Misalnya, lebih respek terhadap siswa putri daripada siswa putra.