Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Siswa Membolos Sekolah, Bagaimana Memersuasinya?

4 Februari 2023   15:16 Diperbarui: 5 Februari 2023   00:00 966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak membolos sekolah sebuah fenomena yang lumrah. Di hampir semua sekolah dapat dijumpai. Karena, tidak semua siswa terlepas dari problem, yang salah satunya mengakibatkan membolos sekolah.

Jumlahnya memang tidak banyak. Mungkin hanya ada satu-dua anak yang melakukannya di dalam satu sekolah. Tetapi, fakta itu tetap (akan) menjadi catatan buruk bagi keberlangsungan pendidikan di sekolah.

Maka, sedapat-dapatnya sekolah memiliki catatan bahwa tidak ada siswa yang membolos. Untuk memastikannya, setiap pagi dilakukan pendataan presensi dan absensi siswa. Agar, sekolah mendapatkan data keberadaan siswa.

Melalui upaya itu selalu didapatkan data siswa yang absensi. Ada siswa yang berketerangan izin, sakit, atau alpa. Semua data itu masuk dalam catatan (jurnal) harian sekolah. Jurnal tersebut diketahui oleh kepala sekolah.

Hanya, yang selalu menjadi sorotan kami adalah siswa yang berketerangan alpa. Sebab, jangan-jangan siswa tersebut izin kepada orangtua untuk masuk sekolah, tetapi tidak sampai ke sekolah. Demi memperoleh kebebasan di luar.

Jika ia meminta izin kepada orangtuanya tidak masuk sekolah, tetapi maksud yang sebenarnya untuk memperoleh kebebasan di luar, tentu tidak ada satu pun orangtua mengizinkan. Karena orangtua berharap anaknya belajar di sekolah.

Itu sebabnya, ketika sekolah menjumpai siswa berketerangan alpa, sekolah berusaha mengomunikasikan hal itu kepada orangtua. Agar, orangtua mengetahui kondisi anak yang sebenarnya. Ini bukan bermaksud ingin menunjukkan kepada orangtua bahwa anaknya nakal.

Tetapi, semata-mata dimaksudkan untuk memastikan bahwa orangtua dapat dengan lebih tepat mendampingi anaknya. Dengan begitu, ekspektasi orangtua terhadap anak bisa sesuai atau setidaknya mendekati sesuai.

Maka, tidak keliru menyebut guru yang peduli terhadap siswa yang membolos sekolah merupakan partner orangtua dalam mengawal tumbuh kembang sang anak. Pendekatan guru terhadap siswa yang membolos memang tidak mudah.

Sebab, tingkat membolos siswa bisa beragam. Ada siswa yang sering membolos, tetapi ada juga yang kadang-kadang, bahkan mungkin hanya sekali-dua kali selama waktu tertentu. Ketiga ragam membolos tersebut membutuhkan pendekatan yang berbeda.

Saya pernah menemukan salah satu siswa di kelas tempat saya mengajar yang boleh digolongkan ke  ragam sering membolos. Guru-guru yang lain, terutama yang mengajar di kelas tersebut, juga mengetahuinya. Mereka juga menyebut anak tersebut sering membolos.

Sikap guru

Mengenai hal tersebut selalu muncul sikap yang beragam dari para guru. Ada guru yang biasa saja menyikapinya. Tanpa memikirkan anak tersebut. Yang penting melakukan tugas di kelas tersebut seperti biasanya.

Akan tetapi, ada juga guru yang menyikapinya secara negatif. Guru marah dan memandang buruk terhadap anak tersebut. Masih lebih baik kalau sikap negatif itu hanya disimpan di dalam hati. Kalau sampai keluar di depan siswa lain, tentu buruk dampaknya.

Selain itu, ada juga guru yang menyikapi secara positif. Guru ragam ini memandang persoalan tersebut sebagai ujian yang harus diselesaikan. Tidak mengabaikan dan mengutukinya.

Guru yang memandang persoalan tersebut sebagai ujian, tentu akan memikirkan dan merenungkannya. Dan, memanfaatkan hasil pemikiran dan perenungannya itu untuk sebuah kemajuan (pendidikan) anak-anak.

Maka, sangat mungkin kita melihat teman guru yang memanfaatkan sebagian kecil jam mengajarnya untuk kepentingan itu. Yaitu, membagikan hasil pemikiran dan perenungannya tersebut di depan kelas di hadapan siswanya.

Tentu saja hal itu dilakukan ketika siswa yang menjadi sumber pemikiran dan perenungannya tidak masuk sekolah. Mungkin  saat ia sedang membolos. Momen seperti ini justru efektif untuk berbagi.

Siswa dalam satu kelasnya akhirnya dapat terlibat memikirkan dan merenungkannya. Ini salah satu cara bagi guru mengajak siswanya berefleksi. Memikirkan dan merenungkan persoalan yang dihadapi temannya untuk direfleksikan terhadap dirinya.

Proses tersebut akan mengarahkan pikiran dan emosi siswa lebih terkontrol. Lebih bisa fokus. Dan, bukan mustahil kondisi tersebut membawa mereka ke sikap kesetiakawanan yang semakin mendalam. Sehingga, timbul rasa kurang lengkap jika ada satu saja temannya tidak ada.

Kurir memersuasi

Dalam kondisi kelas seperti itu, guru akhirnya dapat memersuasi anak yang membolos melalui teman satu kelasnya. Tidak perlu banyak siswa. Satu siswa saja bisa. Khususkan bagi siswa yang paling dekat dengan anak yang membolos.

Karena siswa yang paling dekat umumnya memiliki hubungan khusus. Mungkin teman bermain, teman sehobi, atau teman kongko. Mereka lazimnya  masih saling berkomunikasi, bahkan bermain ke rumah.

Jadi sangat mudah bagi teman dekat untuk masuk ke dalam suasana hatinya. Ia pasti terbuka. Malahan teman dekat bisa saja menjadi tempat mencurahkan seluruh isi hatinya.

Celah ini yang dapat diberdayakan oleh guru untuk memersuasi. Sebab, guru tidak mudah untuk masuk sendiri ke dalam suasana hati anak yang dimaksud. Ia mungkin sudah merasa malu dan takut.

Maka, teman dekat adalah satu-satunya jalan untuk memersuasi. Cukup sederhana pesan yang disampaikan. Misalnya, "Pak A menanyakan kamu, lho". Apalagi kalau ditambahi ini, misalnya, "Tidak sekali, tapi Pak A berkali-kali tanyanya tentang kamu".

Pengalaman seperti itu pernah saya lakukan. Dan, ternyata jitu. Sangat efektif. Sebab, sehari setelah kurir memersuasi, anak didik kami yang membolos, masuk sekolah. Ini tidak sulapan. Ada proses yang dilewati dan logis.

Mungkin ada juga teman guru yang pernah mempraktikkan untuk siswa didik yang dirindu kedatangannya di ruang belajar. Atau, mungkin dengan cara lain dalam memersuasinya. Ini sangat berjasa. Sebab, siswa yang dirindu itu akhirnya kembali masuk sekolah.

Menjadi guru yang mau menyikapi secara positif siswa yang sering membolos, lebih menjamin masa depannya. Sebaliknya, menjadi guru menyikapinya secara cuek dan mengutukinya tidak menjamin masa depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun