Belum lagi plt. kepala sekolah yang pertama dan kedua memiliki perbedaan gaya dan orientasi memimpin. Sebab, rasanya tak mungkin dua pribadi memiliki gaya dan orientasi kepemimpinan yang sama, sekalipun mereka sama-sama sebagai Plt. kepala sekolah. Sungguh-sungguh membuat guru kurang tenang.
Selain itu, guru tak berani memiliki visi dalam pembelajarannya. Sebab, waktu yang tak tentu dalam kepemimpinan, jangan-jangan ada pemikiran baru yang datang tiba-tiba karena gaya dan orientasi kepala sekolah baru berbeda dengan yang lama.
Sekadar contoh, ada kepala sekolah yang menekankan terhadap partisipasi lomba-lomba yang diadakan oleh lembaga mana pun. Tapi, ada juga kepala sekolah yang hanya menekankan terhadap partisipasi lomba-lomba yang diadakan lembaga tertentu.
Itu hanya contoh dalam hal tertentu. Masih mungkin ada perbedaan pemikiran dalam hal yang lain. Hal-hal seperti itu, yang diakui atau tidak, sangat memengaruhi pemikiran ke depan guru. Kondisi seperti itu tak memantapkan guru dalam melahirkan gagasan.
Satu lagi, guru tak memiliki figur teladan yang pasti. Karena sewaktu-waktu kepala sekolah berubah. Pada saat tertentu, ia memiliki figur pemimpin yang tegas dan tangkas. Pada saat tertentu karena ada pergantian kepala sekolah, ia memiliki figur pemimpin yang kurang tegas dan kalem.
Padahal, figur teladan yang tetap akan dapat mewarnai kinerja guru. Kalau kepala sekolah sebentar-sebentar ganti, guru tak memiliki "warna" yang tegas. Tapi, sebaliknya, berubah-ubah "warna" dan hal itu sangat melemahkan kinerja guru.
Dampak bagi sekolah
Selain berdampak terhadap guru, sudah pasti berulang-ulangnya kepemimpinan jabatan plt. di sekolah berdampak terhadap sekolah sendiri. Sekolah tak memiliki kemantapan. Sikap sekolah selalu dalam keadaan mudah goyah. Tak kuat dan (tak) kukuh dalam menjalankan kebijakan.
Kondisi seperti itu akan membawa sekolah ke tahap yang lebih buruk. Sehingga, sekolah akan jauh dari pencapaian yang baik. Sekolah akhirnya tak memiliki prestasi.
Akibat berikutnya, sekolah mungkin saja tak diunggulkan lagi oleh masyarakat. Dengan begitu, bukan lagi menjadi sekolah pilihan. Kasihan sekolah yang demikian.
Sekolah seharusnya tak berulang-ulang dipimpin  oleh plt. kepala sekolah. Idealnya, sekali dipimpin oleh plt. tak dipimpin plt. lagi, apalagi orang yang berbeda. Tapi, dipimpin oleh kepala sekolah definitif. Â
Akhirnya, semoga sekolah-sekolah yang hingga kini masih dipimpin oleh plt. kepala sekolah, segera dipimpin oleh kepala sekolah definitif.