Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Berada di Ruang Publik Bersama Anak, Bisa untuk Belajar

3 Maret 2022   19:17 Diperbarui: 4 Maret 2022   08:01 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aktivitas di ruang publik jadi sarana efektif belajar.| Sumber: Pixabay via Kompas.com

Di area perempatan sawah, karena memang dekat lahan persawahan, dekat rumah kami, digunakan untuk berjualan berbagai jajanan. Fenomena tersebut ada baru lima tahun terakhir ini. Sebelumnya sepi. Sekarang, dari pagi hingga sore, ramai.

Apalagi kalau bertepatan hari libur, termasuk Minggu. Semakin ramai kondisinya. Orang-orang berdatangan untuk membeli jajanan sembari melihat-lihat panorama sawah. Kalau pas padi mulai bunting, dijamin betah memandangnya apalagi mulut pun mengunyah jajanan. Angin pelan-pelan menerpa, amboi segarnya!

Hampir setiap melewatinya, saya melihat banyak anak yang ada di sana. Mereka bersama orangtuanya. Mungkin mereka diajak oleh orangtuanya karena orangtuanya membeli jajanan. Atau, mungkin sebaliknya, anaknya yang mengajak orangtua untuk membeli jajanan di sana.

Momen seperti itu lazimnya hanya untuk bersenang-senang, melepas kepenatan. Menghilangkan beban pikiran dan perasaan. Mungkin karena di rumah atau di kantor sudah jenuh, akhirnya mencari suasana berbeda. Berada di luar rumah menjadi pilihan untuk menemukan kesegaran.

Anak-anak, atau bahkan yang masih kanak-kanak, dapat bermain-main di sana. Sekalipun di area itu tak ada wahana untuk bermain, bermain menggunakan rerumputan, dedaunan, bebatuan, burung yang hinggap dan terbang, dan yang lainnya yang mungkin bisa untuk bermain, sangatlah positif. Anak menjadi ceria dan segar. Orangtua pun bahagia.

Setelah dirasa cukup, mereka pulang kembali di rumah. Membawa pikiran dan perasaan yang sudah berubah segar. Selain itu, perut juga terasa kenyang karena sudah menikmati jajanan. Badan jadi lebih segar, bugar, dan kenyang.

Realitas seperti itu banyak dijumpai di banyak tempat. Orangtua bersama anak membeli jajanan di pusat-pusat jajanan. Lokasinya beragam. Kebetulan di dekat rumah kami, area perempatan untuk menjual berbagai jajanan tersebut merupakan area persawahan.

Ya, dulu memang lahan sawah. Lalu, ditimbun tanah dan diratakan. Selanjutnya, dijadikan lokasi untuk berjualan jajanan. Saya tak pernah bertanya kepada pedagang di sana, mereka menyewa lahan tersebut atau tidak. Tapi, saya yakin, mereka pasti menyewa. Pada zaman sekarang tak ada yang gratis.

Mereka tak membuat bangunan permanen di lokasi tersebut. Mereka hanya menggunakan gerobak dorong, bahkan banyak yang berjualan di motor yang sudah dimodifikasi.

Mungkin di dekat tempat tinggal Anda ada juga pusat jajanan yang menyerupai lokasi pusat jajanan di dekat rumah kami. Tapi, saya sangat yakin ada banyak yang berbeda. Misalnya, di dekat lapangan kampung, dekat perkebunan, dekat taman, dekat pemakaman, dan dekat sungai.

Yang pasti, tempat-tempat itu digunakan untuk banyak orangtua dan anaknya mencari suasana yang berbeda dengan suasana yang ada di rumah. Sayang, momen seperti itu sering digunakan, seperti yang sudah disebut di bagian lain tulisan ini, sebatas untuk melepas ketegangan, tekanan, bersenang-senang, dan sejenisnya.

Pusat jajanan di area perempatan persawahan yang ramai pengunjung. (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Pusat jajanan di area perempatan persawahan yang ramai pengunjung. (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Belajar

Padahal, jika orangtua mau lebih kreatif, momen seperti itu dapat dimanfaatkan untuk belajar. Ya, belajar bagi anak. Yang menjadi fasilitatornya adalah orangtua. Tinggal orangtua mau memanfaatkan momen tersebut untuk belajar atau tidak.

Belajar di area seperti itu justru lebih efektif sebab anak dapat mengalami dan melihat langsung. Dan, kalau orangtua yang notabene sebagai fasilitator tak mengetahui, bisa terlebih dahulu bertanya kepada sumber pertama.

Taruhlah misalnya, saat itu, orangtua dan anaknya sedang membeli cilok. Orangtua yang kreatif hendak menggunakan cilok untuk materi belajar bagi anaknya pada saat itu. Tapi, berkaitan dengan cilok, mungkin ada sebagian yang tak diketahui orangtua. Bukankah orangtua bisa bertanya kepada penjual cilok?

Penjual cilok merupakan sumber pertama yang dapat menolong orangtua dalam menguasai materi belajar tentang cilok. Dengan begitu, secara langsung orangtua dapat membincangkan cilok bersama anak secara lebih baik.

Melalui aktivitas tersebut akhirnya anak mengetahui, misalnya, apa cilok, apa bahannya, bagaimana bisa bulat-bulat, kenapa cilok selalu dipanaskan, dan kenapa cilok enak. Membincangkan hal-hal tersebut secara santai dan dekat dengan penjual cilok yang bisa langsung dilihat anak, tentu menyenangkan bagi anak.

Bukan mustahil hal seperti itu akhirnya menarik bagi anak untuk belajar tentang yang lain. Setiap membeli jajanan yang berbeda, sangat mungkin ia ingin mengetahui. Dan, kondisi seperti itu, kondisi yang sangat efektif untuk belajar. Orangtua harus siap menjadi fasilitator.

Saya yakin, orangtua akan kagum terhadap pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan dan keterampilan anak jika dalam momen-momen seperti itu tak hanya digunakan untuk mencari suasana berbeda, tapi lebih daripada itu untuk belajar anak.

Orangtua hebat

Akhirnya, orangtua dapat menjadi fasilitator terhadap anak untuk belajar tentang hal yang tak dipelajari anak di sekolah. Orangtua menjadi hebat bagi anak. Karena, selain dapat menjadi "guru" terhadap anak sendiri, orangtua juga menciptakan ruang keeratan dengan anak.

Orangtua hebat itu orangtua yang menjadi guru bagi anaknya. Membincangkan hal-hal praktis keseharian yang dijumpai anak. Karena hal tersebut yang akan lebih banyak menyiapkan anak secara utuh. Ketika orangtua dan anak membincangkan cilok, misalnya, dapat juga membincangkan lebih meluas mengenai peran dan keberadaan penjual (baca: pedagang).

Berapa banyak informasi dan pengalaman anak yang didapat ketika membincangkan hal tersebut? Saya percaya, di dalam pikiran dan (juga) perasaan anak kaya akan informasi dan empati. Itu baru sekali saat orangtua memanfaatkan momen membeli jajanan bersama anak.

Coba kalau setiap melakukan kegiatan serupa dalam objek berbeda di lokasi yang mungkin berbeda juga, tentu anak akan semakin kaya pembelajaran praktis yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Anak juga dapat belajar mengenai lingkungan sosial yang berbeda.

Selain itu, orangtua akan menemukan keeratan dengan anak. Hubungan yang erat tersebut sangat mendukung pertumbuhan karakter anak. Anak tak hanya menjadi pribadi yang terbuka, tapi juga pribadi yang peduli.

Dalam diri anak akan tertanam penghayatan bahwa kehadiran orang lain itu penting dalam hidupnya. Dengan begitu, anak lebih mudah membangun hubungan dengan orang lain. Anak tak anti sosial.

Sekalipun saya belum pernah melakukan riset mengenai hal tersebut, saya berani berkesimpulan, anak-anak tersebut lebih berkompeten daripada anak-anak yang tak pernah mengalami aktivitas semacam itu bersama orangtuanya.

Namun, aktivitas membeli jajanan dan pergi ke ruang publik bersama anak tak perlu dilakukan setiap hari meskipun ada momen positifnya. Jarang-jarang saja. Sebab, jika dilakukan setiap hari berdampak buruk bagi anak. Mereka akan terbiasa dan menjadi ketagihan.

Yang jelas, orangtua hebat itu ketika pergi ke ruang publik bersama anak selalu memanfaatkannya untuk belajar banyak hal bagi anak. Sia-sia kalau momen tersebut tak dimanfaatkan untuk belajar. Di ruang publik manapun, mungkin di pusat kuliner, taman bunga, terminal, stasiun, atau yang lain, amat efektif untuk belajar bagi anak.

Betapa bermanfaat ruang publik untuk belajar bagi anak sebenarnya telah dilakukan oleh sekolah sejak dahulu kala. Buktinya, sekolah selalu memiliki kegiatan belajar di luar kelas, yaitu lewat aktivitas widyawisata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun