Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saya Menerima, Tak Ada Hak untuk Menolak

9 Oktober 2019   13:36 Diperbarui: 10 Oktober 2019   02:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehabis wajah saya dibersihkan istri, sudah seperti biasanya, kapas terakhir saya minta. Untuk membersihkan leher, bagian depan, belakang, dan samping. Area melingkar leher saya bersihkan dengan kapas itu. 

Memang akhirnya menjadi bersih. Terlihat warna kapas berubah, tidak putih lagi, yang berarti kekotoran yang menempel di kulit leher terserap oleh kapas.

Sesuatu mengagetkan saya. Sebab, saat saya membersihkan leher bagian kanan, persis di bawah telinga, saya merasakan ada benjolan. Saya meraba-rabanya. Beberapa kali posisi leher saya ubah. 

Terasa benar benjolan itu ketika saya elus-elus. Tidak rata. Urat, yang menurut pemahaman saya, saya urut dari bawah ke atas, tepat pada bagian tersebut memang benjol.

Ya sudah. Saat itu saya menerimanya dengan tenang. Dan, sampai saat ini, ketika saya sudah ke poliklinik BPJS, sesuai jatah saya, tetap tenang. Entah mengapa? Saya tidak tahu. 

Saya menyikapinya berserah begitu saja kepada Tuhan. Sebab, adanya "sesuatu" yang tiba-tiba muncul di bagian tubuh saya itu tentu Tuhan mengizinkan. Begitu keyakinan saya bekerja.

Memang sempat terbayang kenalan-kenalan saya atau orang-orang yang saya ketahui mengalami ada tanda-tanda seperti di bagian tubuh saya  itu. Orang mengatakan getah bening. 

Umumnya, orang selalu menghubungkan dengan kanker getah bening. Ya, kanker getah bening. Dan, kanker yang satu ini ditakuti banyak orang atau bahkan semua orang. Karena mematikan. Itu yang berkembang dalam pemahaman banyak orang, termasuk saya dan istri saya.

Apalagi, kurang dari seminggu yang lalu istri saya dan teman-teman membesuk kolega yang sakit. Katanya, kanker getah bening. Tanda-tandanya, ada benjolan di leher. Hanya, kolega kami yang sakit itu tidak berani periksa ke dokter. Sekalipun pada awalnya memang ke rumah sakit. Yaitu ke salah satu rumah sakit di daerah kami. Tapi, selanjutnya tak lagi mempercayakan sakitnya itu ke rumah sakit. Ia lebih meyakini pengobatan alternatif.

Saat dibesuk kondisinya lemah. Kata istri saya,  yang berprofesi di bidang kesehatan, mengatakan bahwa suhu tubuh kolega kami itu, tinggi. Seharusnya ia ditangani secara medis.  

Setidak-tidaknya dibawa ke rumah sakit. Agar mendapat tambahan cairan dan pengobatan.  Dengan begitu, suhu tubuhnya dapat menurun. Tapi, karena berbagai pertimbangan, ia berobat sesuai keyakinannya. 

Apalagi, kata teman-teman yang membesuk, ia takut melakukan operasi. Dirasakannya tanda-tanda benjolan itu bertambah jumlahnya.

Makanya, saat kami mengetahui tanda benjol di leher saya, istri saya berubah air muka. Kegembiraannya agak menghilang. Tidak seperti ketika sebelum mengetahui tanda tersebut. 

Ia begitu gembira dan itu saya rasakan sendiri. Ia bersemangat ingin merawat wajah saya, membersihkannya dari debu-debu halus yang melekat bercampur keringat. 

Pekerjaan rutin yang secara berkala, tapi tak selalu dalam tempo yang sama, itu dilakukan dengan gembira. Terlihat di wajahnya. Tapi, begitu saya beri tahu bahwa ada tanda benjol di leher saya itu,  ada rasa yang disembunyikan.

Saya menguatkannya ketika itu. Saya kok kuat. Tapi, dalam keyakinan saya kekuatan Tuhan-lah yang ada pada saya. Kalau tidak, saya pasti sudah tak mampu berkata-kata "motivasi"  kepada istri karena tanda yang bagi banyak orang atau bahkan semua orang, menakutkan. 

Itulah kekuatan spiritual yang dianugerahkan kepada saya oleh Tuhan. Sehingga ketakutan yang banyak orang alami, saya tidak mengalaminya.

Bertambah menguatkan saya ketika dokter menyatakan apa yang saya alami bisa saja berhubungan dengan batuk-pilek. Kalau tubuh saat batuk-pilek mengeluarkan banyak toksin --sepengetahuan saya atas kata-kata dokter ya sama dengan "lendir"- sangat dimungkinkan dapat mengumpul dan menimbulkan benjolan di bagian leher. 

Ya, benjolan itu boleh jadi lendir akibat batuk-pilek yang mengumpul. Pernyataan dokter itu menguatkan saya dan saya rasa juga membangun rasa kegembiraan istri saya.

Sekalipun memang saya pulang dari poliklinik harus membawa dua macam obat yang harus saya gunakan sampai habis. Kata dokter, seminggu kemudian harus kontrol. 

Benjolan itu harus dicek, hilang atau masih ada. Kalau masih ada ya harus diambil. Dan, saya paham akan pernyataan dokter itu, perlu ada tindakan operasi.

Kalau, misalnya nanti, harus tindakan operasi ya tidak apa-apa. Saya akan menjalaninya. Tapi, yang penting saat ini saya harus meminum obat yang disarankan dokter. 

Perihal benjolan dapat hilang atau tidak, sehabis minum obat, saya tidak mengetahuinya. Saya tidak berusaha menduga-duga. Biar saja yang saat ini ada saya hadapi dengan baik. 

Karena saat ini ada persoalannya sendiri; nanti pun ada persoalannya sendiri. Saya menerima, tak ada hak untuk menolak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun