Mohon tunggu...
Pak Dhe  Gondo
Pak Dhe Gondo Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bumikan dan Hancurkan "Mitos" Kesakralan Batik

2 Oktober 2017   13:25 Diperbarui: 2 Oktober 2017   13:31 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun harus diakui inilah era, membumikan batik ke dalam sendi kehidupan bangsa Indonesia.  Batik tidak lagi menjadi barang sakral, karena motifnya yang dianggap memiliki makna, bertuah, dan sebagainya. Di era ini batik membumi, tetapi sekaligus hancur mitos kesakralannya.

Apakah ini merisaukan? Tidak. Sekali lagi tidak. Batik itu karya seni. Seni itu indah, dan berkembang sesuai dengan selera zaman. Seniman dari masa ke masa, dari zaman ke zaman tentu berubah, berkembang, berimprovisasi. Nah, setelah berhasil dibumikan, dan dihancurkan kesakralannya, maka kini saat batik di-duniakan. 

Dengan cara apa? Dengan cara dirusak, dihancurin, dan dibentuk kembali menjadi sebuah kompilasi potongan-potongan batik yang memiliki nilai art sangat tinggi. Inilah yang kemudian disebut sebagai batik abstrak. Batik lukis, batik kontemporer. Yang tidak harus berfikir motifnya apa, motifnya punya induk atau tidak? Itu semua tidak penting.

Batik yang mendunia, batik yang seluruhnya dilihat dari sudut pandang batik sebagai seni. Tanpa dibatasi ruang dan waktu, tanpa dibatasi oleh tata nilai kuno yang kini sudah tidak dimengerti lagi apa artinya.

Dan di era selepas tahun 70-an, hanya beberapa gelintir seniman yang berani menggelorakan batik abstrak sebagai produk khas batik Indonesia. Kita mencatat Pelukis Amri Yahya, Yogyakarta, telah menorehkan keberaniannya untuk membangun pemahaman baru tentang batik, dengan karyanya batik abstrak.

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Nah di era tahun 2000-an, saya harus menarh hormat kepada sejumlah seniman yang dengan berani merusak merobek dan menginjak injak batik jadul untuk medudian drangkai kembali menjadi sebuah ornamen batik abstrak, dengan sentuhan warna yang men-dunia. Di belahan dunia manapun warna itu bisa diterima, cocok, dan tetap elegan.

Hormat saya untuk Bung Undin ( Alm ) yang telah meninggal di Madukismo Bantul Yogyakarta, Gito Ciblek ( buruh batik Lendah Kulonprogo Yogyakarta ) yang terus menggelorakan batik abstrak untuk kebutuhan sandang nasional dan dunia. 

Dan dengan segala kekuatan saya mohon doa, agar tetap bisa memproduksi batik abstrak, dengan motto satu kain satu motif, satu pemakai, tiada duanya di dunia. Karena saya berfikir, batik itu proses pembuatannya bukan motifnya, batik itu seninya bukan coraknya, batik itu indah untuk siapa saja, dan batik itu memberi wibawa pemakainya. Tidak harus seragam corak dan warnanya, untuk seluruh Indonesia. Batik itu indah manakala, digarap dengan penuh imajinasi dan naluri seni, batik itu memberi wibawa pemakainya mana kala tidak pernah ada kembarannya, batik itu seni banget ketika dikerjalkan dengan tangan tangan yang memiliki kepedulian terhadap pemakai, lingkungan dan selera zaman.

Selamat hari batik 2017

salam Pak Dhe Gondo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun