Mohon tunggu...
paman gober
paman gober Mohon Tunggu... -

penulis kumpulan cerpen pasca kematian paman gober, sehari-hari menulis dan membaca, menekuni usaha pernikahan, tinggal di jakarta dan sekitarnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

HMI, Yakuza Berkedok Intelektual

26 November 2015   00:54 Diperbarui: 26 November 2015   00:54 2062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam banyak kesempatan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sering mengutip pernyataan Jenderal Soedirman,"HMI bukan sekedar himpunan, HMI adalah harapan masyarakat Indonesia. Belum pernah saya telusuri quote sang panglima besar itu, tetapi mengamati HMI secara kontekstual, saya jadi teringat gurauan salah satu senior Hijau Hitam yang kini tengah mempersiapkan diri menjadi dosen: HMI adalah how many income.

Pada 23 November lalu Mojok.co menerbitkan artikel tentang HMI berjudul "Salah Apa HMI Kok Dihujat?". Artikel yang ditulis dengan gaya khas Mojok.co itu menembus sepuluh besar topik populer Twitter periode 16.00-19.00. Si penulis yang menamakan dirinya Puthut EA mengulas fenomena HMI terkait sejumah pemberitaan negatif selama masa Kongres HMI di Pekanbaru, Riau dengan bahasa satir dan menyimpulkan HMI sudah kehilangan panggung. Sebuah artikel menjadi trending topic tentu saja menakjubkan. Tetapi di samping kualitas tulisan juga menandakan HMI masih menjadi kata kunci yang menarik minat masyarakat.

Pemberitaan negatif dari penyelenggaraan kongres Pekanbaru terus berlanjut hingga hari ini. Yang terakhir, aparat kepolisian dikabarkan menciduk sejumlah kader HMI yang diduga berperan sebagai biang keladi kerusuhan di dalam kongres. Kerusuhan itu menyebabkan rusaknya sejumlah fasilitas di GOR Remaja Pekanbaru. Tak main-main, aparat juga menyita beberapa senjata tajam dan senjata api yang diduga dibawa oknum kader HMI. Realitas kelam tersebut makin gelap dengan adanya berita tindak pencurian fasilitas GOR Remaja Pekanbaru. Beberapa barang inventaris yang dicuri mulai dari Televisi LED 42 inchi sampai gunting rumput.

Apakah baru sekali ini terjadi kongres HMI sedemikian kacau? Sama sekali tidak. Kongres sebelumnya yang berlangsung di Asrama Haji Pondok gede, Bekasi, Maret 2013 juga diwarnai keributan. November 2010 keributan juga terjadi di arena kongres, gedung Graha Insan Cita, Depok. Meski yang terakhir ini merupakan gedung kebanggaan HMI yang dibangun oleh keringat senior mereka sendiri, tetap saja ada keributan. Contoh kasus yang lebih lawas, seorang pengurus HMI Cabang Ciputat dilarikan ke rumah sakit akibat dikeroyok sesama kader HMI dalam satu agenda sidang dalam kongres HMI di gedung Asrama Haji Palembang, Juli 2008.

Tradisi rusuh kongres HMI bukan fenomena baru yang laten. Membuat keributan jadi semacam trade mark dalam sebuah musyawarah. Kongres yang ribut berdampak ke struktur di bawah. Bahkan seorang wartawan sebuah surat kabar grup Jawa Pos pernah diamuk massa HMI dalam Musyawarah HMI salah satu cabang di Jakarta dua tahun silam.

Lucunya, tradisi kekerasan ini hidup berdampingan dengan doktrin organisasi yang menanamkan nilai akademis, nilai pencipta, nilai pengabdi, nilai yang bernafaskan Islam, dan nilai bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Saya cukup sepakat dengan artikel Mojok.co bahwa HMI, akibat kehilangan taman bermain kini sedang bimbang di persimpangan jalan. Mau ke kanan jalan sudah diblok, ke kiri terlalu banyak saingan, ke atas akses tersendat, ke bawah anggaran minim. Untuk merebut posisi Ketua Umum KNPI pun Arif Mustofa sudah kewalahan hingga akhirnya posisi strategis itu dikuasai mantan narapidana kasus dana penyesuaian infrastruktur daerah, Fahd A. Rafiq. Padahal Arif dianggap punya kekuatan dan jaringan yang cukup, setidaknya berdasarkan isu dia pernah menerima bantuan dari Israel senilai lebih dari Rp 5 miliar tahun 2009.

Namun dalam pandangan pribadi, HMI bukan hanya organisasi. HMI adalah entitas peradaban, elemen dari kebudayaan Indonesia. Terima atau tidak, HMI begitu banyak meninggalkan sidik jari bagi perkembangan sejarah Indonesia. Sayangnya peradaban terus bergerak, tepat seperti diutarakan Samuel Huntington. Peradaban seumpama patahan lempeng tektonik yang terus bergeser dan pada waktunya berbenturan satu sama lain sehingga menimbulkan guncangan hebat. HMI boleh saja memasukkan nama kader-kader terbaiknya dalam lembaran masa revolusi 1965. Dapat dikatakan masa itu HMI berhasil lolos dari lubang kematian. Aidit bahkan secara terbuka menuntut Presiden Soekarno membubarkan HMI dalam rapat akbar di Stadion Senayan, 29 September 1965. Tetapi di lain pihak aktivis HMI justru berhasil mengantongi dukungan dari para pembesar, antara lain Menpangad Letjan Ahmad Yani dan Bung Karno sendiri.

"Selama engkau berbaju hijau (HMI) aku akan berikan dukungan," Ahmad Yani Kepada Sjarif Thajeb.

"Baiklah, HMI tidak saya bubarkan, tetapi saya minta jaminan HMI akan jadi organisasi yang progresif," Bung Karno.

Kemenangan macam apa yang bisa diharapkan oleh organisasi ingusan dengan kader baru berjumlah sekitar 2000 melawan PKI dan segala instrumennya yang berjumlah 20 juta? Ini adalah kemenangan agung yang sayangnya jarang sekali diingat kader HMI era sekarang. 1965 sesungguhnya adalah kemenangan terbesar dalam sejarah gerakan politik, melebihi kisah heroik 300 prajurit Spartan saat menghadapi pasukan Persia.

Semenjak itulah HMI besar dan semakin besar. Tradisi intelektual dan gerakan progresif berjalan harmonis. Terlalu banyak nama alumni HMI jika disebutkan. Tetapi paling tidak nama pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra dan pahlawan HAM (Alm) Munir Said dapat menjadi tanda kebesaran HMI. Bahkan di akhir 1990an ada ungkapan, apabila kita melempar kerikil ke ruangan sidang DPR/MPR pasti yang kena alumni HMI.

Mengulas kembali clash civilization Huntington. Benturan peradaban Indonesia memuncak dengan kehancuran orde baru. Demokrasi liberal menjadi sintesis yang paling aktual. Kiblat baru ini juga melahirkan banyak partai politik, dan puncaknya pemilihan langsung presiden dan wakil presiden pada 2004. HMI bukannya tidak mengikuti perkembangan ini. Sebaliknya, kader dan alumninya turut berdiaspora ke setiap kekuatan politik. Hal itu bisa terlihat jejaknya sampai sekarang. Namun, pola demokrasi ini rupanya menuntut kader HMI berpolitik lebih praktis dari yang pernah dilakukan sebelumnya. Dulu dengan sistem tri partai hanya kakanda tertentu yang dirongrong, tetapi demokrasi memungkinkan kader membidik lahan politik yang lebih luas. Situasi ini menghasilkan benturan yang pasti. Kader HMI dituntut memilih "don" masing-masing. Maka setiap gesekan yang terjadi di lingkaran elit politik menyebabkan guncangan di kalangan kader HMI. Kasus Anas Urbaningrum, misalnya, sejumlah aktivis HMI Jakarta pernah mendemo KPK yang dianggap zalim terhadap kakandanya. Konyolnya, di saat bersamaan datang sekelompok kader HMI dengan kepentingan lain, berdemonstrasi mendukung KPK mengusut kasus Anas.

Mojok.co menulis keadaan HMI belakangan karena senior kurang perhatian terhadap kader. Sebaliknya, saya mengangap senior sangat memperhatikan mereka sampai-sampai galau harus memperhatikan kubu yang mana. Indikasi yang paling jelas, perpecahan Pengurus Besar HMI sejak empat tahun terakhir, atau semenjak masa kepemimpinan Noer Fajriansyah. Bahkan sekelompok pengurus PB HMI sempat membuat acara kongres tandingan beberapa tahun silam, walau hasilnya hanya gigit jari. Meski begitu faksi-faksi di dalam tubuh HMI semakin tampak jelas. Kondisi politik tingkat elit yang makin runcing memperparah mental kader HMI. Aktivis HMI kini menjadi benang layangan yang dapat diulur-tarik sekehendak "don" mereka. Tentu saja mereka tetap dapat hidup, memperoleh bantuan uang kuliah atau kalau beruntung bisa masuk diskotik dan memesan table khusus. Tetapi pelan atau cepat realitas ini akan menggerogoti kekebalan tubuh HMI. Jangan lupakan bahwa HMI adalah organisasi kader. Pengkaderan menjadi salah satu identitas kuat HMI. Dan pengkaderan semestinya dipahami bukan cuma pelatihan kader, tetapi serangkaian proses yang berkesinambungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun