PROGRAM PENDIDIKAN
Permasalahan pendidikan bukan barang baru di desa-desa terpencil. Permasalahan ini seperti tak ada habisnya. Macam masalah jalan pantura yang tak pernah selesai tiap tahunnya. Tambal sini tambal sana. Mungkin bisa juga nih goyang pantura dan artisnya di relokasi ke desa-desa terpencil, biar menyuarakan nasib pendidikan anak-anak di sini. Udah bosen juga dengan goyang itik, goyang drible, goyang ngebor, goyang ngecor, nembok, plester , bangun rumah sekalian dah luuu. Kami di desa tak perlu goyangan itu, kami sudah terbiasa bergoyang karna jalanan berlobang, kami sudah biasa goyang, karna pusing dengan keterbatasan. Ahhh sudahlah, mari kita goyang dumang, biar jadi senanggg…., masalahpun hilangggg…... Terimakasih cita-citata kamu memberikan obat bagi semua umat manusia di dunia ini. Cukup dengan goyang masalah ilang. Love you, hahaahaha
Duh maaf pembaca sekalian, maklum ini cia-citata memang lagi ngehits di desa. Lanjut yaa, cerita tentang pendidikan di desa Manmas. Dulu ada ibu guru di kick andy yang dibayar murah bahkan tidak dibayar, itu memang gak cuma 1 ibu aja. Di desa-desa ada banyak pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa yang mungkin tidak pernah tersentuh media, yang berkarya dalam diam. Di desa manmas terdapat sekolah SD inpres dan SMP yang baru 1,5 tahun ini berjalan. Awal saya datang ke SD ini hanya ada 1 ibu guru yang sedang mengajar. Namanya Ibu Sarah. Beliau lulusan SMA yang menjadi guru honorer di SD tersebut. Setiap bulannya beliau menerima gaji sekitar 200 ribu rupiah yang dibayarkan setiap 3 bulan sekali. Beliau seringkali harus mengampu lebih dari 2 kelas. Ditambah dia adalah single parent dengan anak yang masih berumur sekitar 2 tahun. Bisa dibayangkan bagaimana perjuangan beliau untuk tetap konsisten mengajar. Berikut-berikutnya saya datang lagi ke sekolah tersebut dan keadaan tidak jauh berbeda. Hanya 1-3 guru yang datang setiap harinya. Usut punya usut beberapa guru tidak betah dengan keadaan menjadi guru di desa ini. Untuk bisa bertahan hidup tidak bisa mengandalkan dari penghasilan mengajar. Makanya beberapa guru sambil mengajar juga bertani di kebun. Melihat keadaan tersebut maka saya berinisiatif untuk membantu mengajar di SD tersebut. Saya menjadi guru di Kelas 6 setiap hari senin sampai dengan kamis. Hari jumatnya saya harus turun ke kota untuk solat jumat.
Tak puas dengan program di atas, saya dengan tim desa patriot mengeluarkan program “Buku Untuk Alor”. Program ini dilandasi oleh adanya keterbatasan buku-buku yang ada disekolah dan juga di desa. Untuk menyuseskan program ini kami bekerjasama dengan berbagai gerakan sosial yang digawangi anak-anak muda di berbagai kota. Kami bekerjasama dengan komunitas Buku Untuk Negeri, Aksara Muda, Taman Akar Rumput, Agrisultan, Kampoeng Juara, Kampung Mandiri, Lentara Harapan dan Garis Bawah. Bersama gerakan sosial tersebut kami menyediakan titik-titik pengumpulan buku di beberapa kota : Jogja, Malang, Surabaya, Jakarta, Bogor dan Bandung. Buku-buku yang terkumpul kemudian dikirim ke Alor dan didistribusikan ke 3 desa : Manmas, Tamanapui, dan Kayang.
SUMBER AIR SUDEKAT
Ini kisah tentang Jemi dan Jirigen air. Setiap pagi dan sore hari, Jemi bersama dengan adik dan ibunya mengambil air dari mata air di bawah bukit. Dia berjalan dengan membawa jirigen air dan mobil-mobilan. Dengan mobil-mobilan itu dia mengangkut jirigen air dari bawah bukit menuju rumahnya yang ada di atas bukit. Kisah jemi ini mungkin mewakili banyak saudara-saudara kita di NTT yang susah untuk mendapatkan akses air bersih. Maka berpikirlah berkali-kali jika kita masih mandi 5 kali sehari (2 kali mandi reguler, 3 kali mandi wajib. Bertobatlah), yang masih menyisakan air minum kemasan, lalu dibuang begitu saja. Air itu bukan mantan yang seenaknya bisa kamu campakkan. Terimakasih pada teman-temen kuliah teknik saya yang kadang jarang mandi, anda role model penghematan air hahaha. Maaf makin absurb saja...
Melihat keadaan warga yang susah untuk mengakses air bersih, maka saya berkonsultasi dengan tim untuk mencari solusinya. Dari diskusi dengan teman-teman munculah ide untuk membuat pompa hidram. Akhirnya saya tanya mbah google untuk mendapatkan info tentang pompa hidram. Dari informasi yang didapat lalu saya membuat ujicoba dengan bahan-bahan yang saya dapat dari kota. Sebelum melakukan ujicoba saya survei sumber mata air yang ada di desa. Survei dilakukan untuk mengetahui posisi dan debit mata air. Siapa tahu pas survei ada bidadari yang mandi di pancuran, terus ninggalin selendang. Beuhh, kita ambil selendangnya, lumayan kita loak online di FJB. Jual selendang bonus bidadari hhhe. Aahh, ini khayalan tingkat tinggi nih. Daripada bidadari bumi, mending bidadari surga kan (aaminn. Ini doa). Pas survei air, bidadari gak dapat, adanya emak-emak lagi nyuci. Gak ada selendang, kalaupun ada kalau diambil bakal jadi maling. Gak asyik kan ntar muncul di Koran Lampu Merah “Seorang Patriot Energi Tertangkap Menjadi Pencuri Selendang Emak-Emak”. Kurang elit. Mending lebih elit “Seorang Patriot Energi Tertangkap Basah Mencuri Hati Kembang Desa”. #EAAA.
Dari hasil survei debit lalu bikin perhitungan dan desain untuk merancang pompa hidram yang sesuai dengan keadaan mata air di desa. Bikin coret-coret dan gambar teknik. Biar keren gitu. Padahal kuliah kagak ada gambar gini-ginian. Yang ada gambar batu, deskripsi batu, ngajak ngomong batu. Bahkan batu gak ngomong aja, geologis tahu dia dari mana, proses sampai ditempat ini bagaimana. Sangat-sangat detail tahu banget tentang kamu, iya kamu batuuu. Benda mati aja aku perhatiin matia-matian, apalagi kamu, iya kamu yang lagi senyum-senyum GJ baca tulisan ini. #bacot #gombal.