Mohon tunggu...
muhammad farhan
muhammad farhan Mohon Tunggu... Administrasi - profesional

cool, calm n confident

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Metafora Hukum Progresif

11 November 2014   22:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:03 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum progresif menjadi label yang menarik dan terkesan wah untuk disematkan pada banyak institusi dengan beraneka produknya. Ada hakim-hakim mulai hakim konstitusi dan hakim agung sampai dengan hakim-hakim di pengadilan tingkat pertama bangga menyebut diri mereka sebagai hakim-hakim progresif. Indikatornya adalah putusan putusan mereka yang populis, yaitu menarik perhatian juga menyenangkan hati public. Jaksa-jaksa juga ingin disebut kaum progresif dengan indicator berani menuntut pelaku pidana dengan sanksi maksimal sesuai wacana yang berkembang dimasyarakat, kendati ditemukan ada keterbatasan terkait hukum positif yang dipakai sebagai dasaar penuntutan. Para advokat juga suka bila disebut advokat progresif, berbekal keputusan untuk membela kaum papa dan termarginal tatkala berhadapan dengan elit penguasa dan kaum kapitalis.

Pemikiran hukum progresif sekurang-kurangnya terdapat 7 proposisi tentang hukum yaitu:


  1. Hukum itu untuk manusia (sekedar alat)
  2. Hukum itu pro-keadilan dan pro-rakyat (deep ecology)
  3. Hukum itu mengantar kepada kesejahteraan, kebahagiaan (teleologis)
  4. Hidup yang baik adalah dasar hukum yang baik
  5. Hukum itu mendorong peran public
  6. Hukum itu responsive dan
  7. Hukum itu selalu dalam proses menjadi

Ketujuh proposisi tersebut tidaklah mudah diinterpretasikan seperti apa pengejaawantahannya dalam aktifitas berhukum. Ada perjalanan hukum yang mengalir dalam suatu koridor tertentu, ada garis pro keadilan yang menunjukkan dimensi lebih abstrak yang menetapkan hukum diperuntukkan bagi manusia (gerakan Sollen Sein). Bahkan dalam perkembangan pemikiran berikutnya tidak hanya manusia yang menjadi subjek dalam berhukum itu, melainkan juga semua mahluk. Maknanya hukum harus memuliakan semua mahluk.

Garis kedua yakni garis pro-rakyat yang memaknai hukum sebagai sarana partisipasi rakyat. Hukum harus membuka diri nagi partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Boleh jadi hukum tidak lagi melulu dibuat oleh Negara, tetapi masyarakat juga bias membuat norma-norma versi mereka (gerakan Sein Sollen).

Hukum yang mengalir dapat saja berkelok-kelok mengikuti dua garis diatas, terkadang hukum mengalir mendekati garis pro-keadilan dan adakalanya mendekati garis pro-rakyat. Adapun wajah hukum progresif adalah kondisi gelombang terdepan yang bisaa diamati dalam aktifitas berhukum tersebut. Gelombang terdepan ini menjadi arus pembuka jalan bagi aliran dibelakangnya. Gelombang ini juga tidak segan untuk menerobos dan memecah setiap penghalang dihadapannya. Satjipto Rahardjo menamakan momentum ini sebagai terobosan. Hukum progresif dapat dimaknai suatu pendekatan dalam berhukum yang berani menerobos dan mendobrak aturan apabila memang diperlukan demi hukum yang lebih adil dan lebih membahagiakan rakyat.

(Semarang,11/11/14)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun