P : OK. Kerja yang baik, jadi pribadi yang asik, akhir tahun kita sekantor jalan-jalan ke Tasik, mampir bermalam di hotel Cipaganti Garut untuk relaksasi berendam air panas di Cipanas.
V : (muka ragu-ragu) Oh iya Pak. Sudah nonton video dan dengar lagu Raisa “Jatuh Hati” yang Saya kirim ke Email?
P : sudah dik. Memangnya kenapa? Ada yang mau adik sampaikan ke Saya?
V : Tidak ada Pak. Lagu itu pas dengan rasa yang ada di hati Saya ke Bapak. Saya gak perlu tambah kata-kata lagi. Raisa sudah mewakilinya. Saya mengagumi, menyukai, bahkan mencintai Bapak. Tapi Bapak punya istri yang cantik dan baik, yang sangat Bapak cintai dan sayangi. Saya gak mau ganggu hubungan bapak dan istri, saya cukup senang mencintai Bapak dari kejauhan. Saya mau selalu dekat dengan bapak, walaupun tak bisa memiliki Bapak. Boleh yah Pak.
P : Boleh dong dik, masa gak boleh? Kita lihat seberapa dekat kita ke depan yah dik.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Akhir kata, Saya ingin mengkritik Raisa dan lagu “Jatuh Hati”nya, di mana salah satu liriknya mengatakan “Aku bukan jatuh cinta namun aku jatuh hati”.
Menurut Saya ‘Jatuh cinta’ = ‘Jatuh hati’, keduanya sama-sama jatuh, dan sama-sama pakai hati, dan pada akhirnya ada keinginan untuk bercinta. Perbedaan kecil keduanya hanya darimana memulainya, kalo jatuh cinta dari mata turun ke hati, kalo jatuh hati dari hati turun beberapa cm ke bawah hati. Berapa cm yah? silakan ukur sendiri-sendiri, karena setiap orang beda-beda jaraknya.
Jika Raisa setelah Saya kritik tetap bertahan dengan pendapatnya bahwa jatuh cinta dan jatuh hati berbeda, Saya tak bisa bilang apa-apa, hanya bisa setuju, terserah Raisa aja, sebab Saya gak ingin Raisa ngambek dan berhenti nyanyi gara-gara kritikan Saya. Kalo itu terjadi, Raisa ngambek nyanyi, Saya akan didemo pria-pria pengagum Raisa se-Indonesia. Apalagi kalo sampai Raisa jatuh hati ke Saya, pria kharismatik penuh pesona, dan Raisa menerima untuk jadi istri kedua. #Ngarep.com
Selamat pagi Indonesia