[caption caption="foto dari vivanews.com"][/caption]
Hari raya Idul Fitri (Lebaran) sudah lewat 1 hari. Kebahagiaan selama berhari raya, kumpul bersama keluarga, makan-makan enak, jalan-jalan ke tempat wisata, reuni dengan teman lama sudah terlaksana, selanjutnya hari-hari akan berlangsung seperti biasa. Yang sekolah akan kembali bersekolah. Yang kerja akan kembali bekerja. Yang nganggur akan kembali mencari pekerjaan, Kerja apa saja silakan, yang penting halal.
Hari-hari setelah lebaran juga akan menjadi hari-hari yang menegangkan dan menggelisahkan bagi 2 orang komisioner Komisi Yudisial (Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri) yang sudah ditetapkan penyidik Bareskrim Mabes Polri sebagai TERSANGKA atas laporan polisi yang dibuat oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan (Sarpin Rizaldi) atas dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, karena penyidik bareskrim berencana memeriksa keduanya sebagai TERSANGKA setelah lebaran. Dan sesuai pasal 21 KUHP, jika penyidik berpandangan terhadap keduanya cukup alasan dilakukan penahanan, maka keduanya akan ditahan karena beberapa alasan, yaitu dikuatirkan melarikan diri, dikuatirkan menghilangkan barang bukti atau dikuatirkan mengulangi perbuatan.
[caption caption="foto dari cnnindonesia.com"]
Baik Ketua KY Suparman Marzuki dan komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri kaget juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berpendapat bahwa apa yang dilakukannya adalah bagian dari tugas pengawasan hakim yang merupakan tugas pokok komisioner KY, namun Hakim Sarpin dan penyidik berpendapat lain, tindakan atau perkataan Ketua KY Suparman Marzuki dan komisioner KY, Taufiqurrahman Syahuri yang berbicara ke media massa tentang putusan hakim Sarpin adalah pelanggaran pidana, maka melekatlah status TERSANGKA terhadap Ketua KY Suparman Marzuki dan komisioner KY, Taufiqurrahman Syahuri.
Penyesalan selalu datang belakangan
Kekagetan Ketua KY Suparman Marzuki dan komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri setelah ditetapkan sebagai TERSANGKA, direspon beberapa pihak yang peduli untuk melakukan mediasi agar permasalahan tersebut tidak berlanjut ke jalur hukum, selain makan waktu, makan biaya dan makan energi. Tampaknya kedua komisioner KY tersebut menyesal setelah dijadikan TERSANGKA, mungkin keduanya sudah membayangkan dinginnya dinding dan lantai penjara, namun hakim Sarpin bergeming.
Menurut kuasa hukum hakim Sarpin, yaitu Dion Pongkor dari kantor pengacara Hotma Sitompoel mengatakan “Pak sarpin sudah putuskan tidak mau berdamai.”
Menurut mediator Menkopolhukkam Tedjo Edhi Purdijatno, mengatakan “Menurut Sarpin, kok harus ngomong ke luar (ke media massa)? Istrinya stroke, anaknya sekarang tidak lagi kuliah. Ini yang buat dia sakit hati sehingga dia bingung mau ke mana, ya sudah lapor ke polisi. Saya sudah bicara, dan waktu itu beliau belum memberi jawaban karena masih dipikirkan dan mau tanya ke keluarganya. Siapa tahu berkah Lebaran, dua-duanya bisa didamaikan. Ya, kita lihat saja nanti.”
Melihat pernyataan dari kuasa hukum Dion Pongkor dan mediator menkopolhukam RI Tedjo Edhie yang sepertinya hakim Sarpin Rizaldi menutup pintu mediasi dan pintu maaf, sehingga memilih menempuh jalur hokum, Saya berpendapat seharusnya kedua komisioner menunjuk MEDIATOR lain dan tawarkan hal-hal yang mungkin diterima atau dipertimbangkan Sarpin Rizaldi. Beri ia tawaran-tawaran yang baik, yang tak mungkin ditolaknya, hal ini sesuai nasehat mbah Vito Corleone di New York, yang sebelum negosiasi dengan seseorang, ia selalu mengatakan ke anggota keluarganya “I'm gonna make him an offer he can't refuse.”
Berdasarkan pernyataan hukum Dion Pongkor dan mediator menkopolhukam RI Tedjo Edhie, Saya berpendapat jika ingin ada perdamaian, sebaiknya kedua komisioner KY :
1. Karena pernyataan awal dilakukan ke media massa, maka komisioner KY mengucapkan permintaan maaf juga ke media massa, kalo perlu memuatnya 1 halaman penuh di 5 surat kabar nasional selama 3 hari
2. Cabut rekomendasi KY berupa pemberian sanksi 6 bulan kepada hakim Sarpin Rizaldi
3. Biayai pengobatan istri Sarpin yang stroke
4. Biayai kuliah anak Sarpin yang putus kuliah
5. meminta maaf ke Sarpin, berjabatan tangan dan berpelukan ala teletubbies.
5 point di atas adalah saran profesional dari Pakde Kartono jika masih ada keinginan damai dari komisioner KY. Jika harga diri masing-masing terlalu tinggi dan gengsi untuk melakukan 5 hal di atas, dan memilih meneruskan proses hukum, yah monggo saja, kita sama-sama menyaksikan akan sampai di mana permasalahan hukum ini.
Akhir kata, Saya teringat pesan mbah di kampung “Mulutmu harimaumu”, hal ini berlaku ke siapa saja, termasuk ke saya sendiri, bahwa kita harus berpikir masak-masak dan mempertimbangkan apa yang akan kita katakan. Setiap perkataan kita yang keluar dari mulut kita, harus bisa kita pertanggungjawabkan lahir batin, baik di muka hokum maupun di hadapan Tuhan.
Mbah di kampung juga mengatakan “Lidah tak bertulang. Tajamnya perkataan yang keluar dari mulut, kadang lebih tajam daripada pedang.” Yang artinya kurang lebih seseorang dapat lebih sakit, baik tubuhnya maupun hatinya, mendengar perkataan yang menyinggung perasaan daripada tertusuk pedang, walaupun tertusuk dari belakang, menurut Ahmad Dhani dan Dewi-dewi sakitnya minta ampun.
Selamat siang Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H