Mohon tunggu...
Pakde Kartono
Pakde Kartono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sayang istri, sayang anak, makanya disayang Allah\r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Denny Indrayana, Maling Teriak Maling dan Justice Collaborator

23 Maret 2015   10:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:14 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivis anti korupsi bernama Prof DR Denny Indrayana SH LLM, yang memulai karir aktivisnya di kampus UGM, lalu berhenti sebagai aktivis saat masuk ke ring 1 istana presiden, kemudian mendapat jabatan rangkap (otomatis gaji rangkap) sebagai wamenkumham RI dan komisaris utama PT Jamsostek. Pencapaian puncak karir sebagai wamenkumham RI dan komisaris utama BUMN dicapai dalam usia muda, dalam waktu relatif singkat, sebelum usianya genap 40 tahun.

Denny Indrayana memutarbalikan teori-teori manajemen dari Harvard business school maupun Boston business school, di mana terdapat teori klasik yang mengatakan "Life begin at forty" yang artinya "hidup itu dimulai saat usia 40 tahun".

Tingkat kematangan berpikir seseorang itu biasanya didapat saat ia berusia 40 tahun, itu sebabnya salah satu syarat pimpinan KPK adalah usia minimal 40 tahun. Tapi Denny Indrayana menabrak aturan tidak tertulis tersebut, merasa sudah banyak jasanya membantu presiden SBY, saat reshufle kabinet Indonesia Bersatu II, ia merengek ke presiden SBY agar masuk sebagai anggota kabinet.

SBY yang baik hati dan tahu membalas budi, akhirnya memenuhi rengekan Denny Indrayana, Ia pun menerbitkan peraturan pemerintah PP no 60 tahun 2012 tentang Wakil Menteri, yang mengatakan wakil menteri dapat berasal dari pegawai negeri atau bukan pegawai negeri, sehingga seorang Denny Indrayana yang PNS golongan IIIC bisa diangkat menjadi pejabat wakil menteri. Hal ini untuk menyiasati pasal 10 UU no 39 tahun 2008 tentang kementerian negara, di mana penjelasannya mengatakan wakil menteri adalah pejabat karier (eselon 1A) dan bukan anggota kabinet. Jika didasarkan pada UU no 39 tahun 2008, maka pengangkatan Denny Indrayana sebagai wamenkumham RI adalah pelanggaran hukum oleh SBY.

Karena belum sampai 40 tahun usianya, sementara beban kerja sedemikian beratnya, apalagi Denny Indrayana memegang jabatan rangkap, maka sangatlah wajar dan bisa dimaklumi jika Denny Indrayana tidak menguasai detail pekerjaan-pekerjaannya, sehingga dalam pelaksanaannya banyak menabrak peraturan perundangan.

Yang sekarang sedang ramai dibicarakan adalah penetapan Denny Indrayana sebagai tersangka korupsi proyek payment gateway yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 32 miliar, dan pungutan liar ke warga negara sebanyak Rp 600 juta lebih dalam 3 bulan pelaksanaan proyek payment gateway yang bermasalah hukum.

Denny menjadi tersangka korupsi tinggal menunggu waktu untuk diumumkan. Denny menjadi terdakwa korupsi dan duduk sebagai pesakitan di depan meja hijau tinggal menunggu waktu pelaksanaannya. Sebagai penegak hukum yang mengerti hukum tetapi melakukan pelanggaran hukum, sudah sepatutnya JPU menuntut hukuman yang setinggi-tingginya, dan majelis hakim menjatuhkan hukuman yang setinggi-tingginya, bila perlu penjara seumur hidup. Hukuman mati tidak bisa dikenakan terhadap Denny Indrayana, karena ia tidak korupsi dana bencana alam atau korupsi yang mengguncang perekonomian negara.

Maling teriak maling

Yang menarik perlu kita ikuti bersama, Denny Indrayana pasti tidak mau masuk bui seorang diri, karena korupsi yang dilakukan kan berjamaah. Nah prinsip maling teriak maling sangat pas dalam kasus ini, sebagai maling uang rakyat, maka Denny Indrayana diharapkan bisa teriak-teriak siapa lagi teman-temannya yang bekerja sama dengannya yang juga maling uang rakyat di proyek payment gateway ini.

Denny Indrayana diharapkan kejujuran membuka kasus ini supaya terang benderang, ia diharapkan bekerja sama sehingga penyidik bareskrim bisa mengusut tuntas mega korupsi di payment gateway ini. Jika Denny Indrayana berani jujur dan bekerja sama dengan baik mengungkap korupsi di kemenkumham tersebut, saya usul ke penyidik bareskrim, jangan segan-segan untuk memberikan status Justice Collaborator ke Denny Indrayana. Tapi jika ia tidak mau jujur dan bekerja sama dengan penyidik, saya usul juga ke penyidik bareskrim, jangan segan-segan untuk menerapkan pasal berlapis dengan pemberatan 1/3 dari ancaman hukuman tertinggi, karena sebagai penegak hukum tetapi melanggar hukum.

Jika Denny Indrayana meneriakan nama maling lain yang juga korupsi, ini akan menjadi catatan sejarah bahwa pengertian "maling teriak maling" ternyata tidak selalu negatif, tetapi bisa berarti positif, yaitu membongkar kejahatan korupsi berjamaah, yang biasanya saling menutupi dan melindungi, kini saling membuka dan menelanjangi, demi mengejar status terhormat sebagai Justice Collaborator. Alasan lain sangat sederhana, masa korupsinya bareng-bareng, saat dipenjara seorang diri saja,daripada Denny Indrayana mati kedinginan kena lantai dan dinding penjara sendirian, me ding mati bersama-sama dengan rekan-rekan korupsi proyek payment gateway tersebut, sesuai prinaip mbah di kampung "Tijitibeh," mati siji mati kabeh.

Selamat pagi Indonesia, Visca Barca...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun