Berbicara seni berarti sama dengan berbicara kreatifitas(?). Pada umumnya orang-orang yang kreatif itu orang yang mempunyai jiwa (hobi) seni.
RAGAM SENI
Seni, banyak sekali ragamnya. Seni pedalangan, seni karawitan (seni musik), seni tari, seni drama, seni rupa (seni lukis), seni pahat, seni ukir, seni fotografi dan masih banyak lagi.
FAKTOR KETURUNAN ?
Seni, dapat muncul darimana saja. Faktor keturunan mungkin bisa, bakat seni seseorang lantaran orang tuanya dulu seorang dalang misalnya. Namun itu tak bisa menjamin meskipun orang tuanya dulu seorang seniman tertentu lantas anak-anaknya juga mengikuti jejak orang tuanya. Dari kekurangan atau keterpurukan bahkan dari kemiskinan dapat muncul seni atau lebih tepatnya kreatifitas seseorang. Hal itu pernah saya alami sendiri. Jadi  sejatinya ini adalah pengalaman hidup saya---terutama sesuatu yang ada kaitannya dengan seni---yang saya tuangkan dalam bentuk tulisan.
Kakek saya dulu awal 40-an  pernah menjadi buruh pabrik teh milik Belanda di Kayu Aro, Kerinci, Jambi. Nama perusahaannya NV. HVA. Dari Jawa jiwa seninya tak pernah luntur. Beliau di Jawa hobi seni pedalangan. Untuk mengobati kekangenannya terhadap seni pedalangan---dalam hal ini seni wayang kulit---kakek saya membuat wayang dari karton atau kardus bekas untuk sekadar dimainkan dirumah sebagai pelampiasan hobinya.
Apakah faktor keturunan sehingga saya juga hingga kini masih senang atau hobi seni pedalangan? Saya sendiri tidak tahu apakah ini kebetulan belaka atau memang saya punya darah seni. Sebab, saya tak hanya hobi seni pedalangan dan karawitan saja, saya juga hobi seni (me)lukis sejak kecil.
BARANG BEKAS DIJADIKAN BENDA SENI
Banyak hasil 'karya' saya yang dibeli oleh tetangga yang sudah mempunyai anak. Lho kok? Jangan kaget lantaran lukisan saya itu hanya pada lembaran tripleks ukuran 30cmX60cm bekas peti teh. Dan kenapa umumnya yang  memesan  lukisan saya itu yang sudah punya anak, lantaran lukisan saya itu hanya gambar pemandangan sederhana lantas pada bagian atas ditulis nama anak sipemesan lengkap dengan tanggal lahir (sebagai pengingat hari kelahiran anaknya). "Mas, tolong buatkan hijrat anak saya, namanya Yusuf Dwiyono, tanggal lahir sekian sekian sekian". Kok hijrat, sampai kini saya belum dapat menemukan bahwa arti kata hijrat itu sama dengan peringatan tanggal lahir seorang anak. Harganya?.......hahaha....jangan  tanya pokoknya diatas lukisan Basuki Abdullah atau lukisan Afandi yang ekspresionis itu.....hehehe.
HOBI
Melukis itu hanya sebagai hobi. Jauh dari kata profesional. Selain lukisan saya sangat sederhana cat yang dipergunakan pun sakketemune alias seadanya. Untuk melukis diatas kertas saya hanya menggunakan cat air murahan dengan merk.....(tak saya sebut nanti dikira promosi). Biasanya lukisan sederhana (seperti tulisannya) saya saya jadikan sebagai ilustrasi gambar pada artikel di Kompasiana.
SEPULUH KALI LIPAT
Pada awal 80-an saya pernah membuka jasa pembuatan reklame, stempel dan spanduk serta plang perusahaan, kantor atau instansi pemerintah. Lumayan bisa untuk menghidupi seorang isteri dan empat orang anak dan biaya kontrakan rumah sebagai tempat usaha. Dari kerja seni sangat jauh jika dibandingkan bekerja diperusahaan. Saat itu sebelum saya membuka usaha reklame stempel dan sablon, gaji saya diperusahaan  hanya Rp 35.000,- (tiga puluh lima ribu rupiah!!!) sebulan. Akhirnya saya nekat keluar dari perusahaan dan mencoba hidup di kota dengan membuka usaha reklame dan stempel, penghasilannya?........rata-rata 10 ribu rupiah sehari, nyaris sepuluh kali lipat jika dibanding bekerja sebagai karyawan di perusahaan. Â
'KECELAKAAN' MENJADI INSPIRASI SENI
Banyak sekali pengalaman atau suka duka hidup di kota. Berikut ini pengalaman yang menyedihkan akan saya paparkan pada tulisan ini mungkin bisa menjadi pelajaran atau inspirasi para pembaca.
Setelah pindah ke kota Sungai Penuh dari Kayu Aro, saya mendapat kontrakan rumah kecil dengan dinding plupuh (batang bambu yang dipecah-pecah namun masih terangkai). Saya belum mendapat pekerjaan, saya coba ikut teman menjadi  buruh bangunan. Terkadang menjadi tukang agkut pasir dan terkadang membantu memasang plafon dari tripleks atau kayu lapis. Dan dari sinilah saya mulai mendapat ide atau inspirasi. Potongan-potongan atau sibiran tripleks kecil-kecil yang tidak terpakai saya bawa pulang.
Tiba di rumah potongan-potongan tripleks tersebut saya coba buat sesuatu, sesuai lebar atau panjangnya tripleks tersebut. Â Ada yang bisa dibuat tempat foto, tempat pensil, tempat abu rokok, tempat sisir dan lain sebagainya.
Saya beli alat-alat seperti gergaji tripleks, pemotong kaca, martil kecil, cat kaleng kecil berbagai warna, paku kecil, pokonya semua serba kecil, namun semangat dan harapannya tetap besar.
Pertama tripleks saya gambar sesuai imajinasi (tidak mEnjiplak atau mencontoh yang lain), kali ini saya buat bingkai atau tempat pajangan foto. Setelah itu saya potong dengan gergaji tripleks, kemudian saya amplas tepi-tepinya kemudian saya cat dan dijemur.
Nah disinilah peristiwa yang menyedihkan terjadi. Terjadi 'kecelakaan', sementara cat belum kering tiba-tiba ada angin yang menerbangkan calon pajangan foto tersebut. Kalau tidak malu saya menangis kala itu, lantaran kerajinan tangan yang saya buat tersebut  menjadi tidak rajin lagi, karena jatuhnya tengkurap, bagian yang kena cat tertelungkup ke tanah sehingga tertempel atau berlepotan tanah sampah dan pasir-pasir sialan.
Barang itu saya ambil, dilihat-lihat sambil berpikir, mau diapakan barang ini, apakah dicuci dengan bensin kemudian dicat ulang. Mungkin ini suatu ilham atau inspirasi, bagaimana kalau saya coba sengaja taburi pasir setelah dicat.
JANGAN PERNAH JERA MENCOBA
Percobaan atau eksperimen saya mulai. Pertama potongan tripleks saya gambar sesuai imajinasi. Setelah dipotong dan diamplas lalu saya cat sebagai lem, kemudian saya  taburi pasir, hasilnya?.........sangat mengecewakan, hanya debu-debu dan sebagian kecil pasir yang menempel. Kali ini percobaan saya gagal, lantas bagaimana? Jangan pernah menyerah, coba lagi coba lagi dan dicoba lagi.
Setelah saya coba beberapa kali barulah saya dapatkan metode atau cara yang meski belum sempurna, paling  tidak tak mengecewakan. Pasir harus menggunakan yang ukurannya sedang, tidak halus juga tidak kasar.
MARI BEREKSPERIMEN
Alat-alat yang digunakan :
- Gergaji tripleks.
- Kertas amplas nomor 60 dan 220
- Cat warna hitam dan putih serta kuas 2" dan kuas cina, yang tangkainya bambu.
- Martil kecil
- Paku "
- Ayakan ukuran kasar (30x30) dan halus (40X40) artinya ukuran lubang ayakan seperti ukuran resolusi itu 30 dpi (dalam satu inchi terdapat lubang sebanyak 30X30 buah). Wah rumit ya, terserah berapa ukurannya yang penting bisa memisahkan pasir kasar dan halus untuk diambil yang menengah.
- Dan alat lainyang dibutuhkan
Cara membuatnya :
Gunakan pasir yang betul-betul sudah kering, dan sedapat mungkin usahakan pasir yang berwarna hitam.
Pasir kita ayak terlebih dahulu menggunakan ayakan kasar (30X30) untuk memisahkan bagian yang paling kasar, kita sisihkan, yang paling kasar tak usah dibuang mungkin bisa digunakan untuk yang lain.
Untuk memisahkan debu atau pasir yang berukuran paling kecil, kembali kita ayak dengan ayakan yang ukurannya halus (40x40), alhasil kita dapatkan butiran pasir yang ukurannya sedang atau menengah, ini yang kelak kita gunakan sebagai penabur atau tekstur.
Ambil tripleks ukuran sedang sesuai apa yang hendak kita buat, misalnya tempat pajangan foto.
Pertama kita gambar atau sket sesuai imajinasi kita, perjelas dengan spidol agar mudah memotongnya.
Setelah dipotong atau digergaji kemudian tripleks kita amplas permukaan dan tepi-tepinya. Lantas kita cat putih sebagai cat dasar lalu kita keringkan, sebelum kering jangan sampai terjadi 'kecelakaan' lagi atau terjatuh ke tanah atau terkena kotoran yang lain.
Setelah kering kita gores ulang pola yang akan kita taburi pasir yang kelak akan dijadikan sebagai teksturnya.
Kemudian goresan pola tadi kita cat dengan warna hitam. Sebelum kering segera kita taburi pasir sedikit agak dihempaskan ke permukaan tripleks tadi. Biarkan sebentar dalam wadah agar pasir betul-betul melekat pada tripleks.
Terakhir, pigura yang sudah jadi tadi kita keringkan agar pasir benar-benar melekat tidak mudah rontok.
 Demikianlah pigura dari tripleks bekas plus pasir yang terinspirasi dari sebuah 'kecelakaan'. Anda dapat mengembangkan lebih jauh lagi. Semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi Anda, terutama bagi pemula. Ingin melihat atau membaca karya yang lebih hebat, bisa Anda baca disini. Dan Anda juga perlu mengintipini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H