Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tjoa Kim Liong

21 Mei 2016   00:49 Diperbarui: 22 Mei 2016   05:58 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pak Tjip. Edit Pri

T elapak tanganya  yang penah luka oleh sembilu 60 tahun lalu itu mungkin sudah pulih seperti sediakala, namun “goresan” yang menyertainya hingga kini belumlah hilang, bahkan takkan pernah sirna dari memorinya. “Kita boleh miskin harta tapi bukan maling”, kata ayahnya tegas dan berwibawa. Itulah goresan yang menghunjam tertanam dalam sanubarinya, padahal yang ia lakukan bukanlah mencuri atau maling. “Itu punya  orang lain maka kita tidak boleh mengambil sembarangan tanpa seizin yang empunya”, sambung ayahnya lebih keras lagi. Kim Liong hanya mampu mengangguk dan menunduk   sambil sedikit melong O.

A  rtikel-artikel  beliau di Kompasiana selalu ditunggu oleh banyak pembaca. Pasalnya, tulisan beliau juga dalam buku-buku yang pernah diterbitkan selain teduh dan sejuk membacanya, juga menginspirasi dan memotivasi diri pembacanya. ODOP (One Day One Posting) atau ODOA (One Day One Article), satu hari satu tulisan telah tercapai. Nyaris semua tulisannya dibaca dan dikomentari oleh ratusan orang. Makanya tak heran jika Admin Kompasiana sering mengganjarnya dengan Nilai Tertinggi, Terpopuler, Trend Google, dan tak jarang Head Line. Selain mendapat nilai Aktual, Bermanfaat dan Inspiratif, tulisan beliau memang betul-betul Menari K. 

E dukatif, inspiratif dan konstruktif  kesan yang saya dapat dari ribuan tulisannya yang ditayangkan di Kompasana ini. Tak hanya kesan, terbukti tulisannya mengeduaksi dan menginspirasi banyak orang . Diantaranya, ada seseorang yang mengalami kebangkrutan dalam berdagang dan berusaha nyaris putus asa, setelah menemukan dan membaca artikel yang ditulis oleh Bapak Tjiptadinata Effendi,  akhirnya yang semula down kembali move on,  yang semula lemas kini semakin berga S.

F inansial bagi beliau tak menjadi masalah. Dari royalti buku-bukunya yang dicetak ulang berkali-kali oleh penerbit sebesar Gramedia. Lebih dari cukup untuk sekadar memenuhi KHL,  kebutuhan hidup layak, bahkan untuk biaya akomodasi melanglang buana  sekalipun baginya itu hal sepel E.

F ilantropis, mungkin layak disandangkan pada dirinya atas jiwa kedermawanannya, kepedulian sosialnya, simpati dan empatinya. Hal itu  dilakukan pasalnya beiau  pernah mengalami dan merasakan menjadi orang susah. Makanya beliau bila melihat orang susah tak sampai hati,  akan dibantu semampunya. Entah itu berupa materi nasihat atau motivasi. Tentunya tidak mungkin bisa membantu semua orang seperti badan-badan amal dan sosia L.

E nerginya bagaikan tak pernah surut dan susut sedikitpun. Meski usianya hari ini genap 73 tahun, namun stamina dan fisiknya mengalahkan yang jauh lebih muda, apalagi yang seusia dengannya. Itu berkat teratur pola hidupnya. Olahraga olahrasa dan olah jiwa tak pernah ditinggalkanny  A.

N asionalismenya tak perlu diragukan. Meski beliau tinggal dan berdomisili di negara asing, tapi semangatnya tetap merah dan jiwanya tetap putih. Artinya beliau tetap setia pada NKRI dan Pancasila.  Seperti yang kita baca pada kisah-kisah hidupnya, beliau menolak menjadi warga negara asing (baca:Australia), padahal jika beliau mau menanggalkan kewarganegaraannya Indonesia, beliau akan diberi santunan setiap bulan. Namun karena kenasionalismeannya telah mendarah daging, iming-iming materi itupun ditolak mentah-mentah. Merah- putih nya tetap berkobar dengan penuh semanga T.

D emikianlah, sekelumit  coretan tak berarti, hanya celoteh remeh temeh sebagai teman minum teh. Sebagai teman—meski hanya—di dunia maya, setiap membaca komentar Bapak Tjiptadinata pada tulisan saya, rasanya seperti sedang berhadapan dan bertatap muka dengannya. Hampir setiap tulisan Kompasianer dibaca dan dikomentari oleh Bapak Tjiptadinata , tak terkecuali tulisan saya meskipun sederhana, sedangkan pada tulisannya—karena disebabkan berbagai kendala, misalnya gangguan jaringan atau sering padamnya listrik ditempat kami—saya  jarang membaca apalagi mengomentari tulisan Bapak Tjiptadinata Effendi. Oleh sebab itu,  anggaplah tulisan ini sebagai rapel komentar saya pada tulisan Bapak Tjiptadinata. Semoga Bapak Tjiptadinata sudi memaffkanny A.

I ni juga bukanlah resensi tentang biografinya. Bukan pula opini atau ulasan mengenai diri Bapak Tjiptadinata Effendi. Tulisan sederhana ini kupersembahkan kepada Bapak Tjiptadinata Effendi hanya sekadar sebagai sepernik kado mini dan murahan pada ulang tahun beliau di usianya yang ke-73. Usia yang bagi banyak orang sulit untuk mencapainya. Dengan harapan, semoga Bapak Tjiptadinata senantiasa tak hanya panjang usia, namun sehat dan bahagia bersama isteri tercinta Ibu Roselina Tjiptadinata. Selain itu, harapan saya (baca:kita) Bapak Tjipta tak mempunyai rasa bosan, jenuh dan jera berbagi dan memotivasi seperti yang beliau telah, sedang dan akan selalu lakukan. Dan semoga Bapak Tjiptadinata Effendi senantiasa menginspirasi dan dikenang sepanjang zama N.  

                                                                                                                                        *****

Foto Pak Tjip.Edit Pri
Foto Pak Tjip.Edit Pri
Solok Selatan, 21 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun