Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Pena(e)ntang-Pena(e)ntang yang Terjengkang

27 April 2016   21:34 Diperbarui: 14 Mei 2016   16:27 1430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Calon-calon pemimpin Jakarta. Edit pribadi

Sepanjang sejarah pilkada yang saya ketahui, pilkada yang paling panas adalah pilgub DKI duaributujuhbelas. Beritanya merebak sangat meluas. Isunya menggaung dari Papua hingga Nias. Bahkan getarannya terasa dari Tokyo hingga Texas.

Awalnya, adanya seorang gubernur yang disiplin dan tegas. Ingin menciptakan birokrasi yang bersih dan berkualitas. Transparan dan lugas. Tak peduli teman sekelas, apalagi bawahan yang malas, jika tidak jujur dan korup pasti digilas. Namun, hal itu oleh lawan dan pembencinya diterjemahkan sebagai kasar dan keras. Bahkan ada yang mengatakan psikopat dan tidak waras. Makanya hanya ada satu cara, ..........’libas’!

Banyak orang yang ingin ikut bertanding meski minim kapabilitas. Oke, mungkin karena aksesbilitas dan merasa memiliki intelektualitas. Ada yang menggelikan seperti anak SD yang tak pernah naik kelas. Mau jadi pemimpin kampanyenya kok ngurusi sekaleng miras. Ngakunya pakar berkualitas, tapi kenyataannya nggak cerdas babar blas.

Tak hanya laki-laki, perempuanpun ada beberapa yang ikut bergegas. Entah siapa pertama kali yang memberi julukan sebagai “Wanita Emas”. Dengan bermodalkan wajah imut cantik dan memelas, ikut pencalonan meskipun ia sadar dompetnya akan terkuras. Baginya itu tak masalah, lantaran mobil sekelas Mercy berderet di teras. Soal kalah menang urusan ke duabelas, yang penting bisa masuk bursa pencalonan pilkada berkelas.

Melihat gelagat pencalonan Ahok kembali sepertinya lajunya tak terbendung. Seorang Wakil Ketua DPRD yang sejak awal anti Ahok lantaran sulit diajak ‘berhitung’. Dan pernah berencana melakukan angket dan interpelasi tetapi urung. Haji Abraham Lunggana yang akrab dipanggil Haji Lulung. Ya, beliaulah salah satu orang yang menyatakan diri ingin bertarung.

Tak malu-malu ke setiap partai ia berkunjung. Dengan menghiba agar semua partai mau mendukung. Padahal partainya sendiri belum tentu mau mengusung. Motivasinya sesungguhnya bukanlah ingin berkontribusi membenahi permasalahan Jakarta yang kompleks dan menggunung. Namun, sejatinya ada niat terselubung. Kesana-kemari ia melung-melung meraung-raung hanya ingin Ahok agar digulung.

Ada juga ketua umum partai yang partainyai kini sedang hibernasi. Gelarnya berderet bagaikan gerbong kereta api. Profesor Doctor, itulah diantaranya gelar yang dimiliki. Semua tahu sebelumnya beliau pernah menjabat sebagai menteri. Tak tanggung-tanggung bukan hanya sekali, tetapi beliau pernah dipercaya oleh tiga presiden yang berbeda untuk menjadi menteri. Pernah juga mencalonkan diri menjadi Presiden RI, namun mungkin belum mendapat ridho Ilahi. Kini, pada bursa pencalonan gubernur DKI, beliaupun tak mau berdiam diri. Dengan semangat penuh ambisi, setiap warga beliau kunjungi, untuk membela masyarakat yang termarginalisasi. Itu patut diapresiasi asalkan bukan dengan cara memprovokasi.

Bahkan adik kandungnya yang menjadi duta besar di manca negara. Ia tak tinggal diam demi membela kakaknya. Meski itu bukanlah bagian dari tugasnya. Ia mengorbankan waktunya untuk berkoar di sosial media. Namun yang sungguh disayangkan, cuitannya itu bernuansa SARA. Beliau lupa sebagai warganegara Indonesia yang berazaskan Pancasila dan berbhinnekatunggalika.

Ada lagi, seorang musisi handal yang sudah pasti pandai berdendang. Gayanya sering berkacak pinggang. Sejak pilpres dulu, kepada lawan calon yang didukungnya ia selalu menentang. Setelah calonnya kalah ia semakin lantang. Tak hanya mengejek dan mencibir, bahkan kepada seorang presiden pun ia lancang. Dalam pilgub DKI ini ia juga ingin masuk ke gelanggang. Dengan angkuh dan sombong sang petahana ditantang. Namun, kini kok senyap dan lengang. Jangan-jangan hanya seperti sipongang yang gemanya semakin menghilaaaang....laaaang.....laang....aang....ang...ng...ng...ng.

Satu lagi, ini salahsatu balon yang lebih mencengangkan. Di media masa secara tegas ia memberitahukan. Pada pilkada DKI 2017 dirinya akan mencalonkan. Ketika diwawancara host apakah petahana sanggup ia lawan? Dengan tegas dan berapi-api ia mengatakan, pilgub DKI pasti ia menangkan. Dan Ahok pasti akan diluluhlantakkan. KPU saja belum membuka pendaftaran. Bahkan partainyapun belum mengumumkan, apakah akan memberi dukungan. Namun, apa yang terjadi selang beberapa hari kemudian. Tiba-tiba masyarakat terhenyak dikejutkan. Oleh berita yang menghebohkan. Seorang sekjen partai atau anggota DPRD tertangkap tangan. Dan akhirnya ia gagal duduk di gubernuran. Kini sedang menikmati ‘nyamannya’ tidur di rumah tahanan.

Wahai para “pejuang”. Jika Anda tak ingin terjengkang sebelum berperang. Atau istilah puitisnya bagaikan bunga layu sebelum berkembang. Niatkan dalam hati secara lurus dan lempang. Tuluslah berjuang demi perbaikan Jakarta dan Indonesia semakin berkembang. Jadi, motivasinya bukan sekadar agar Ahok tumbang. Dan kelak bila kalah, menerima dengan hati lapang. Dan jika menang janganlah mentang-mentang.

monas-5720db60b09273ba0a26a3e0.gif
monas-5720db60b09273ba0a26a3e0.gif
Dipiliiih....dipiliiiiih...dipilih. Edit pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun