Yang sekarang berusia 50 atau 60 tahun ke atas pasti kenal wajah “superman” yang ada pada iliustrasi karikatur diatas. Ya, betul sekali Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun. Suami Novia Kolopaking ini dikenal sebagai seorang budayawan. Ia pun oleh banyak orang dijuluki Kiai Mbeling.
Pada era orde baru Cak Nun berkali-kali “dipanggil” oleh yang berwajib lantaran ceramahnya sering mengkritisi pemerintah. Kritikan Cak Nun pedas tapi objektif dan tidak menghina atau memfitnah pemerintah.
Pada era reformasi seperti sekarang ini, masyarakat bebas sebebas-bebasnya menyampaikan pendapat atau mengkritik pemerintah. Namun terkadang kebebasan itu kebablasan. Alih-alih menyampaikan pendapat atau mengkritik, yang terjadi penghinaan atau memfitnah.
Di jaman Pak Harto jangankan sampai menghina, bisik-bisik atau ngrasani presiden saja bisa dijerat undang-undang subversib.
Masih ingat saya pada akhir tahun 80-an, kaset—taperecorder—ceramah Cak Nun meskipun harganya 10 kali lipat dari harga kaset biasa tapi diburu banyak orang. Kami pun sampai patungan lima orang untuk membeli kaset tersebut. Setelah dibeli, mau mendengarkan isi ceramah Cak Nun saja nyetelnya pelaaaaan sekali volume suaranya, agar tidak sampai terdengar dari luar.
Padahal isinya cuma memohon (bukan memaksa) kepada Pak Harto untuk menyerahkan kepemimpinannya kepada yang muda-muda.
Kurang lebih isinya begini : “Bapak sampun sepuh, yen sampun sayah, mbok nggih ngaso mawon pasrahaken kaliyan mbilung-mbilung menika“ Bapak sudah tua, kalau sudah letih, ya sudahlah Pak, istirahat saja, serahkan pada kroco-kroco ini”
Ceramah itu dilakukan secara terbuka dihadiri mahasiswa dan masyarakat umum. Saya agak lupa entah di masjid atau disebuah aula apa. Dan ceramah itu dihadiri (dikawal) oleh Kakan Sospol Surakarta (kalau tidak salah). Diera orde baru sospol seperti momok, sangat ditakuti oleh masyarakat. Jika mendengar ada seseorang dipanggil sospol masyarakat langsung umyeg.
Pernah Cak Nun dilarang ceramah di Jawa Tengah. Ilustrasi diatas menggambarkan itu. Gambar saya ambil dari majalah Humor edisi September 1991. Aslinya hitam putih, namun dalam ilustrasi diatas telah saya beri warna.
Cak Nun sebetulnya ikut andil dalam pelengseran Pak Harto. Namun Cak Nun mohon Pak Harto lengser bukan karena ingin mendapatkan kedudukan seperti yang dilakukan oleh Bapak Reformasi kita yang akhirnya menjadi Ketua MPR itu. Yang disuarakan oleh Cak Nun benar-benar membela rakyat. Baca buku “2,5 Jam di Istana (Kesaksian Seorang Rakyat Kecil)”