Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apapun Acaranya, Beloknya (pasti) ke Jokowi

3 Desember 2015   22:50 Diperbarui: 3 Desember 2015   23:29 2492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era demokrasi terbuka mengkritik itu hal yang lumrah, bahkan sebagai kontrol pemerintah harus dikritisi kebijakannya yang tidak berpihak pada rakyat.

Namun, kritik dengan mengejek itu sangat berbeda, terlebih lagi menghina. Bandingkan dengan era orde baru. Jangankan mengejek, ngrasani presiden saja bisa digebuk. Terlebih lagi yang diejek itu simbol-simbol negara, presiden misalnya, bisa celaka kita.

Bebas boleh tapi jangan kebablasan. Bebas tapi ada batas-batasnya, jangan menabrak norma-norma, jangan asal njeplak.
Ironisnya terkadang hal itu dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, bahkan pakar komunikasi sering berbicara keterlaluan tidak memakai tata krama di depan publik.

Kembali pada judul diatas. Ada seorang pakar dan pengamat komunikasi politik berinisial EG. Ya, inisialnya saja sebab kalau kita sebut lengkap namanya Effendi Gazali kurang etis.....hehehehe, maaf ya bro.

Effendi Gazali, eh maaf, EG sering tampil di stasiun TV tertentu, juga tidak saya sebut TV One misalnya, sebagai nara sumber khusus mengkritik Jokowi. Mengapa saya memakai frasa khusus Jokowi, lantaran saya mengamati (bukan pengamat lho) EG itu apapun acaranya atau apapun konteksnya selalu dibelokkan ke—kelemahan, kekurangan, dan kesalahan—Jokowi.

Sejak kampanye Pilpres dan mengomentari debat capres EG ini selalu menyalahkan Jokowi, hingga sekarang. Bahkan EG sebagai panelis bersama Kelik Pelipur Lara di TVRI dalam acara CAKEP SHOW (CAri tau Kemana Pesannya) saja sempat-sempatnya belok ke Jokowi. Saking perhatiannya ya mungkin. Maaf ya, saya seperti Anda, mengkritik pengkritik.

Ada lagi Effendi yang lain, pimpinan partai pengusung capres Jokowi-JK, saya singkat ES saja. Mau nyebut langsung Effendi Simbolon, takut saya. Orangnya gagah perkasa, ganteng, cerdas, jenius, wis pokoknya paling hebatlah sedunia. Sebetulnya beliaulah yang paling pantas menjadi presiden (menurut dia...hehehe), makanya berkali-kali dengan congkak dan lantang hendak melengserkan Jokowi. Bahkan baru 100 hari Jokowi-JK bekerja saja beliau sudah berkoar-koar “Inilah moment yang tepat jika hendak menjatuhkan Jokowi”, ironis dan miris!

Mbak Mega salah usung. Masa ada kader partai yang sehebat ini kok malah ngusung tukang mebel, culun, kerempeng lagi, sekarang ada tambahan gelarnya lho “kepala batu”. Tapi, ngomong-ngomong Effendi Simb, eh maaf ES nyalon gubernur saja kalah, kok mau jadi presiden.....hehehe. Sabar ya Pak sampai 2019.

Maaf, saya bukan menjilat, menabikan bahkan menuhankan Jokowi. Jokowi itu, semua tahu, beliau juga seorang manusia seperti kita, punya kekurangan kekhilafan dan kesalahan. Akan tetapi bukan berarti tidak punya kebenaran. Masa apapun yang dilakukan Jokowi mesti salah. Padahal kita tidak tahu persis apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan Jokowi bagi Bangsa Indonesia.Tidak mengadukan SetNov ke polisi katanya bodoh. Mengadukan, nanti dibilang otoriter, represif dan sebagainya.

Sejelek apapun, sekerempeng apapun, sebodoh apapun Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia yang dipilih oleh rakyat secara demokratis dan konstitusional. Dan mempunyai hak prerogatif. Maka, hormatilah.

Sudahlah, mari bersama-sama kita benahi permasalahan bangsa yang semakin berat dan rumit ini. Jangan malah memprovokasi rakyat. Rakyat sudah lelah, bosan, muak melihat perilaku para politikus yang gaduh kisruh memperebutkan jabatan.

Sebagai tambahan, saya cuplikkan secuil PITUTUR dari nenek moyang kita, bagaimana cara berkomunikasi atau bertutur kata yang baik dengan orang lain.

Unggah-ungguhing basa.

Wicaramu kang tata lan empan papan:


  • a. marang wong gedhe: dikumet,
    b. marang wong cilik: disareh,
    c. marang wong sugih: diprasaja,
    d. marang wong ora duwe (mlarat): diwelas,
    e. marang sapadha-padha nganggo duga-duga lan watara.

TERJEMAHAN:


  • Bicaramu yang tertata (sesuai tempatnya)
    a. Kepada orang besar : Yang santun dan hormat
    b. Kepada orang kecil: Yang sabar
    c. Kepada orang kaya: Yang wajar, sederhana, tanpa bahasa berbunga
    d. Kepada orang miskin: Yang welas asih
    e. Kepada sesama-manusia: Tidak berlebihan atau mendominasi

                                    *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun