Sebelumnya, mari kita cermati terlebih dahulu kenapa ada suatu daerah yang hanya ada satu pasang atau tidak ada pasangan sama sekali.
Mengapa bisa terjadi demikian? Dan apa penyebabnya? Ada beberapa kemungkinan :
1. Di daerah itu memang tidak ada satu orangpun yang layak menjadi pemimpin. Baik itu menjadi Walikota, Bupati terlebih lagi Gubernur. Makanya KMP—waktu itu—ngotot tidak setuju dengan pilkada langsung.
2. Banyak orang yang layak atau mampu menjadi Kepala Daerah namun tidak mau mencalonkan diri dengan berbagai alasan :
a. Tidak direkrut oleh partai.
b. Takut pada KPK. Menjadi Kepala Daerah merasa tidak leluasa (untuk korupsi?)seperti sebelum-sebelumnya.
c. Tidak punya dana.
3. Tidak PEDE karena incumbent mencalonkan kembali.
4. Yang mendaftar ada, tapi setelah diverifikasi tidak memenuhi syarat.
5. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain.
Ini sebagai contoh kecil saja. Lantas apa langkah selanjutnya. Apakah pilkada ditunda menunggu ada yang mendaftar? Lha kalau sudah ditunda satu atau dua tahun masih juga tidak ada yang mendaftar bagaimana?
Apabila hal ini terjadi berarti tidak ada satupun kader partai yang layak menjadi pemimpin di daerahnya. Selama lima tahun ini kerja partai apa? Masa lima tahun mencari satu orang kadernya saja nggak bisa. Atau partai memang sengaja tidak merekrut kadernya untuk menjadi kepala daerah karena paranoid (jangan-jangan setelah menjadi kepala daerah melakukan korupsi), merusak nama baik institusi atau lembaga. Kalaupun jalur independen juga tidak ada seorangpun yang mau mencalonkan diri sebagai kepala daerah, ya sudah berarti daerah itu memang kualitas SDM-nya perlu dipertanyakan.
Jangan panik, ada solusinya agar daerah itu bisa melaksanakan pilkada serentak!
Apabila suatu daerah hanya ada satu pasangan, ini artinya hanya pasangan tersebut yang layak menjadi kepala daerah. Tidak perlu pakai pencoblosan segala, apalagi pakai boneka atau bumbung kosong. Mubazir, menghabiskan biaya! Ya kalau kandidat—yang hanya satu pasang—itu mendapat suara mayoritas, kalau tidak, lantas bagaimana? Itu artinya hanya pasangan tersebut yang mau dan layak memimpin daerahnya. Langsung saja dilantik bersama dengan daerah-daerah lainnya. Tidak demokratis? Hehehehe....demokratis itu apa sih?
Selanjutnya apa bila suatu daerah tidak ada sama sekali yang mendaftar atau mencalonkan diri menjadi kepala daerah, itu artinya partai-partai atau masyarakat sudah percaya kepada incumbent atau kepala daerah untuk melanjutkan memimpin daerahnya pada periode berikutnya. Misalnya yang mendaftar menjadi Walikota Surabaya hanya Bu Risma (incumbent), ya langsung saja dilantik kembali tidak usah pakai pencoblosan, selesai. Gampang dan irit biaya bukan?
Nanti banyak yang komplain atau protes. Ketimbang hanya protes, ya segera ajukan calonnya agar tidak menghambat kerja KPU.
Jangan jangan, jangan jangan tidak adanya calon kepala daerah yang mendaftar disuatu daerah tertentu itu memang disengaja (jangan berburuk sangka, dosa lho), sebagai pembenaran: “Kepala Daerah harus dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh rakyat”. Gue bilang ape!
Tak taulah aku, tanyalah pada rumput-rumput yang terbakarrrrrrr, eh bergoyang.
Jangan lupa 9 Desember 2015 saatnya memilih pemimpin yang amanah.
Selamat mencoblos!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H