Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Maaf Kamu Saya Siram

3 Juli 2013   19:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:03 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berhubung masalah koneksi internet, menyebabkan tulisan ini menjadi basi, namun Kompasiana masih menjadikan sebagai salah satu topik pilihan, maka daripada keburu "kering", ya saya posting saja tulisan ini.

Kata siram dalam bahasa Jawa sama dengan mandi. Siram adalah krama inggil (tingkatannya lebih tinggi) dari adus. Siram atau mandi artinya menyiramkan air dengan sengaja keseluruh tubuh dari rambut hingga ke kakiuntuk membersihkan diri.

Jika menyiramkan air yang dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya (ngadusi) itu namanya nggrujugi. Sedangkan yang dilakukan Bapak Munarman kepada Bapak Thamrin di TV One yang eksesnya belum kering juga hingga kini itu dalam bahasa Jawa bukan menyiram tapi ngapyuk asal katanya kapyuk. Kenapa beliau saya panggil Bapak meskipun usianya dibawah saya? Lantaran beliau adalah seorang pria dan bergelar sarjana. Tidak mudah dan tidak sembarang orang bisa mendapatkan gelar sarjana. Pasti kecerdasan otaknya di atas rata-rata. Tingkat intelektualitasnya hebat, makanya layak disebut intelek. Dan biasanya seorang sarjana bisa menjadi panutan dan tempat bertanya masyarakat atau orang awam seperti saya, makanya sangat pantas saya menyebut Bapak.

Kembali pada soal ngapyuk, itu biasanya dilakukan oleh seseorang yang suasana pikirannya dalam keadaan kacau hingga tak terkendali. Ngapyuk ukuran airnya yang di kapyukkan lebih banyak dari nyiprati (memercikkan). Dan kekuatan hentakannyapun lebih keras dari sekadar mencipratkan air. Kira-kira sekeras orang membunuh nyamuk dengan raket elektriknya.

Sebetulnya orang yang kena kapyukan air itu tidak merasa sakit, tetapi sangat malu. Ngapyuk itu biasanya memang ditujukan pada bagian wajah atau muka, bukan pada bagian tubuh yang lain. Lantaran mengapyukkan air ke muka seseorang itu memang tujuannya (meskipun spontan, lantaran tidak bisa mengendalikan emosinya) melampiaskan kemarahannya untuk mempermalukan lawan bicaranya.

Kita tinggalkan dulu tentang kapyuk mengapyuk, kita menuju pada kata maaf sesuai judul tulisan ini. Maaf adalah sebuah kata sederhana tapi sangat berat diucapkan. Kenapa orang merasa berat untuk sekadar mengucapkan kata maaf kepada oarang lain? Pertama, ia merasa yakin tidak berbuat kesalahan kepada orang lain. Kedua, ia merasa lebih tinggi derajat atau martabatnya dibandingkan dengan orang lain. Atau merasa orang lain lebih rendah atau lebih hina dari dia. Dan orang yang tidak mau meminta maaf (meskipun telah berbuat salah, terlebih lagi jika tidak merasa bersalah)menunjukkan kesombongan, keangkuhan, kecongkan dan arogansinya.

Belum lama ini Presiden RI memohon maaf kepada negara tetangga berkaitan dengan bencana kabut asap yang ditimbulkan oleh pembakaran hutan dari Indonesia. Terlepas dari siapa yang salah, menurut pendapat pribadi saya sudah tepat Presiden RI meminta maaf kepada negara tetangga itu.

Akan tetapi banyak juga orang yang mencemooh, mencela bahkan mencaci maki Presiden RI melakukan permohonan maaf tersebut. Ada yang mengatakan Presiden penakut, lemah,konyol, tidak punya harga diri bahkan dikatakan sebagai negara tidak berdaulat. Apa sih beratnya sekadar memohon maaf kepada orang lain? Biasanya orang yang tidak mau bermaaf-maafan, semangat permusuhannya tinggi.

Dalam berinteraksidengan tetangga atau di dunia maya seperti di Kompasiana ini misalnya, saya dalam tulisan, komentar atau pesan via inbox dalam satu harinya pasti mengucapkan kata maaf dan terimakasih kepada siapa saja meskipun mereka seusia anak saya. Apakah lantas saya menjadi hina dengan ucapan maaf itu? TIDAK!

Di dunia maya maupun di dunia nyata, jika memanggil seorang saya usahakan untuk tidak merendahkannya dengan hanya memanggil namanya saja. Kepada seorang wanita saya akan memanggil Mbak atau Ibu. Kepada seorang pria saya akan memanggil Mas atau Bapak. Bukan saya merasa masih muda, tapi sebagai bentuk penghormatan. Mbak atau Mas sudah menjadi panggilan universal. Pantas ditujukan bukan hanya kepada orang yang beretnis Jawa saja. Dan pantas ditujukan kepada orang yang berusia muda ataupun tua. Belum pernah saya menyebut “kamu” dengan siapa saja, kenal ataupun belum kenal, teman ataupun bukan.Meskipun mempunyai arti yang sama, saya suka memakai kata “Anda” daripada kata “kamu”. Apakah lantas saya menjadi hina? TIDAK!

Salam kapyuk mengapyuk.

*****

Solsel, 03072013

Pak De Sakimun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun