Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengikutnya Itu yang Memperkeruh Masalah...

8 Januari 2014   20:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:00 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_289111" align="aligncenter" width="600" caption="Dok.pri"][/caption]

Dalam KBBI ikut itu sama dengan menyertai, turut. Atau melakukan seseuatu sebagaimana yang dikerjakan orang lain.

Ikut , mengikuti seseuatu atau seseorang itu wajar-wajar saja. Yang kurang wajar itu kalau ikut-ikutan. Bahkan bukan hanya kurang wajar tapi kurang ajar jika ikit-ikutan itu hanya grudag-grudug tanpa rembug, tanpa tahu tujuan mengapa mereka mengikuti seseorang atau seseuatu. Peribahasa melayu seperti baling-baling diatas bukit, mengikuti kemana arah angin.

Misal si Dia sedang naik daun, ngetop, tenar atau apalah namanya. Maka yang lain mengikuti pula dari belakang, misalnya si A, B, C dan masih banyak lagi. Itu tak masalah bila mengikutinya itu tidak menimbulkan masalah.

Biar nggak bingung baiklah inisial A, B, C hingga Z dikonkretkan namanya. Si Dia itu maksud saya yang sedang menjadi buah bibir, sedang menjadi pembahasan hangat,perbincangan, perdebatan bahkan perseteruan, yaaaa Dia itu bernama GAS.

GAS yang sedang naik daun, maksudnya naik harga. Diikuti pula oleh naikknya harga ; Ayam, Beras, Cabe, Daging, Enthog dan banyak lagi “pengikut” yang bikin masalah rakyat semakin terpuruk.

Ada yang bilang, yang menggunakan bakar gas itu kan punya HP, punya TV, punya motor, punya mobil. Jadi maksudnya pemakai BBG itu hanya kalangan menengah ke atas. Tapi efeknya Mbok, kami rakyat kecil ini yang selalu tertindas. Berbagai harga komoditas ikut terkatrol.

Terserahlah Gas mau dinaikkan setinggi langit  tak masalah buat kami, lah wong kami nggak makan minum atau nyedot gas. Tapi itu tadi, kami minta harga-harga lainnya harus dipertahankan, bila perlu diturunkan dari harga sekarang.

“Itu salah Pertamina, bukan salah Pemerintah”, kata seorang politikus. Saya baru tahu kalau Pertamina itu bukan bagian dari Pemerintah.

Sejak dulu saya menganggap yang disebut Pemerintah itu bukan hanya Presiden saja, tapi mulai dari Lurah, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri, DPR, BUMN dan tentunya PERTAMINA juga.

Awas, selain diikuti kenaikan yang disebut diatas, ada penumpang gelap yang mengambil kesempatan memancing di air keruh. Ini tahun politik, bau-bau kebusukan politik  bisa lebih menyengat dari bau gas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun