Bingung dengan judul ini? Kenapa bingung, tidak ada yang aneh kok. Ya sudah nggak perlu dipikirkan judulnya, intinya ada hubungannya dengan tulisan ini apa tidak, titik. Kalau ada waktu boleh baca sampai tuntas, kalau nggak ada waktu mengapa buka-buka Kompasiana...hahahaha.
Berita di media massa hari ini masih di dominasi tentang pelemahan KPK oleh DPR dan tentang pemberantasan KPK oleh POLRI. Semua sudah tahu apa KPK itu, dan semua juga sudah tahu apa berantas itu. Jika memberantas itu sama dengan membasmi atau memusnahkan, maka pemberantas sama dengan pelaku pemusnahan.
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa korupsi di negeri ini sudah semakin gila, ya jumlahnya ya pelakunya. Aparat penegak hukum, polisi, jaksa, hakim sudah tidak mampu lagi menanganinya, bagaimana mungkin, lha wong dia sendiri melakukan korupsi juga, seperti sunat, mana ada orang memotong alat vitalnya sendiri. Oleh sebab itulah KPK dibentuk untuk membantu memberantas tindak pidana korupsi.
Lantas bagaimana jika pemberantas akan diberantas? Nah ini yang sedikit membingungkan, adaorang mengatakan peraturan dibuat untuk dilanggar. Lalu KPK dibentuk untuk dimusnahkan. Untuk apa dibentuk kalau tidak difungsikan atau diberdayakan dan justru akan dimusnahkan, hanya menghabiskan uang negara saja. Sesuatu itu diadakan atau dibentuk karena kebutuhan, bukan karena ada anggaran maka sesuatu itu dibangun.
Kami rakyat kecil ini semakin bingung Pak dengan dagelan-dagelan Bapak yang katanya demi tegaknya hukum. KPK melakukan tugasnya demi menyelamatkan harta negara yang notabene uang rakyat juga, DPR merevisi UU katanya berdasarkan peraturan juga, Polisi melakukan penggerebegan salah satu penyidik KPK katanya demi tegaknya hukum juga. Banyak pihak mengatakan hal itu dilakukan adalah hanya untuk menutupi keterlibatan Bapak terhadap indikasi adanya korupsi pada pengadaan simulator itu.
Kembali ke judul, Memberantas Pemberantas Peretas Brankas, sama dengan membunuh pembunuh tikus. Kalau pembunuh tikus-tikus berhasil dibunuh kelak akan terjadi wabah yang lebih hebat dari sekarang. Sekarang saja mereka (koruptor) sudah cekakaan, bergembira ria berlindung dibalik konflik POLRI dan KPK saat ini.
Pak, kalau Bapak memang merasa bersalah, akui saja Pak, legowo. Bukankah kata Bapak kalau kita mau mengakui kesalahan dan tidak berbelit-belit hukumannya menjadi ringan....hehehe. Ingat kan Pak pepatah Jawa, Wong Salah Bakal Seleh.
Maaf Pak tulisan ini tidak bertendensi apa-apa, anggaplah suara jangkrik ditengah deburan ombak. Suara rakyat kecil yang rindu kedamaian, rindu pelukan hangat Bapak, bukankah Bapak mengatakan sebagai mitra masyarakat, pengayom masyarakat, lantas kalau Bapak hanya sibuk dengan urusan (diri) sendiri lantas siapa yang melindungi kami Pak. Kami sayang KPK, kami juga sayang POLRI.
Mengapa ilustrasi saya gambarkan Bima kembar. Bima adalah Satriya Panenggak Pandawa, satria yang jujur, gagah perkasa, sakti mandraguna serta tangguh sebagai benteng Pandawa. POLRI dan KPK sama-sama kuat sama-sama tangguh, sama-sama pengayom rakyat, sama-sama dibutuhkan bangsa dan negara.
Terakhir Pak, pepatah Jawa (lagi) : Bandha titipan, nyawa gadhuhan, pangkat sampiran, artinya harta hanya sebagai titipan kapan-kapan akan diambil oleh penitipnya, nyawa sebagai pinjaman kelak akan diambil juga oleh yang meminjamkan, pangkat seperti jemuran kalau sudah kering akan diangkat dari sampiran. Intinya semua adalah semu, sementara, tidak ada yang abadi.
Selamatkan KPK dan Selamatkan POLRI demi NKRI.
*****
Solsel, 101012
Pak De Sakimun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H