Siapa yang tak senang menjadi rakyat. Tak perlu susah-susah berjuang mencari penghidupan yang layak, sudah banyak yang memperjuangkannya. Mulai dari kesejahteraan, pendidikan hingga kesehatan. Siapa yang akan memperjuangkan nasib kita? Ah, masak nggak tahu, mereka itu loh.
Bahkan demi rakyat, mereka rela berebut untuk (sekadar) menjadi wakilnya. Hanya sebagai wakil saja mereka rela berkorban berbagai hal. Bukan hanya korban tenaga dan pikiran, mereka juga rela mengorbankan uang jutaan rupiah, bahkan konon ratusan juta hingga milyaran rupiah! Hebat!
Saking cintanya kepada rakyatnya mereka tidak suka dan tidak rela jika ada orang lain yang juga ingin “menolong” rakyat. Mereka menganggap yang lain tidak pantas menjadi “penolong” rakyat.
Apapun yang kita (rakyat) minta, pasti disanggupi. Minta perbaikan jalan yang menuju rumah kita, disanggupi. Minta pendidikan di gratiskan, siap. Minta harga sembako di murahkan, sanggup. Minta kesehatan dijamin selama hidup, oke. Minta kesejahteraan ditingkatkan, beres!
Untuk mendapatkan semua itu, kita (rakyat) cukup membayar dengan waktu satu hingga dua jam saja datang ke TPS, bahkan kadang hanya beberapa menit saja. Dan tentunya harus punya kelingking juga untuk dicelupkan ke botol tinta sebagai tanda bahwa kita telah menyetujui mereka menjadi wakil kita kelak. Simpel sekali bukan?, untuk mendapatkan kesejahteraan hanya modal DCC (Datang, Coblos, Celup). Masih kurang puas juga menjadi rakyat?
Cuma, kami (rakyat) memohon dengan segala hormat bagi siapa saja yang ingin mewakili kami janganlah saling menjelekkan, saling merendahkan, saling mencari-cari kesalahan yang lain, saling ngotot, gontok-gontokan hingga saling kepruk-keprukan. Bukankah Anda sama-sama ingin memperjuangkan rakyat juga.
Seandainya Anda kalah dalam berkompetisi “menolong” rakyat(?). Bukankah yang lain ada yang menang, berarti rakyat masih ada yang (akan) menolong juga. Apa bedanya, sama juga kan dengan Anda? Berarti rakyat tidak terabaikan juga, kan?
Jika Anda tidak legowo menerima kekalahan, kami jadi curiga, perlu ada yang dipertanyakan, sesungguhnya PEMILU itu buat (kepentingan) apa dan siapa? Dan, sebetulnya yang butuh itu siapa? Apakah rakyat yang butuh Anda, atau Anda yang sangat membutuhkan rakyat?
Tapi jika melihat tagline wajib yang ada di poster-poster, baliho-baliho dan spanduk-spanduk yang berbunyi “MOHON DOA DAN DUKUNGANNYA”, sangat terang benderang bahwa sebetulnya Anda yang membutuhkan kami (rakyat) dan bukan sebaliknya.
Kalau begitu, masih layakkah PEMILU disebut sebagai PESTA RAKYAT?...ehemmm....rakyat yang mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H