Mohon tunggu...
PAK DHE SAKIMUN
PAK DHE SAKIMUN Mohon Tunggu... pensiunan penjaga sekolah -

Sedang menapaki sisa usia. Mencari teman canda di dunia maya. Hobi apa saja termasuk membaca dan (belajar) menulis. Bagi saya belajar itu tak berbatas usia. Menuntut ilmu dari ayunan hingga liang lahad. Motto : Seribu orang teman sangat sedikit, dan satu orang musuh terlalu banyak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masa "Tenang" ke Masa "Tegang"

7 April 2014   03:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:59 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah masa “perang” kini masuk ke masa “tenang” untuk menuju ke masa “tegang”. Memang, bersaing untuk meraih sesuatu itu tidak gampang. Selain harus punya (banyak) uang, strategi pun dirancang. Berbagai macam cara dilakukan, dari pasang spanduk, sebar kalender, bagi-bagi kaus, dan termasuk bagi-bagi uang. Semua itu targetnya hanya satu, menang!

“Perang” yang saya maksud disini bukan berarti menghunus pedang. Bukan pula angkat senjata atau bambu runcing untuk membunuh musuh seperti pejuang. Akan tetapi “perang” melawan bangsa sendiri, teman sendiri, bahkan saudaranya sendiri yang dianggap menjadi penghalang. Tak masalah jika hanya perang baliho, perang program, perang visi-misi, perang berebut simpati rakyat, perang berebut suara rakyat, perang berebut kursi, asal....tidak curang.

Setelah masa “perang”, mulai hari ini memasuki masa tenang hingga tiga hari mendatang. Apa sih definisi tenang. Apakah sekadar tidak ada kampanye terbuka yang melibatkan banyak orang. Atau sekadar tidak ada orasi berapi-api sambil meradang. Atau sekadar tidak ada yang berupaya mempengaruhi calon pemilih secara terang benderang. Namun, perlu diwaspadai juga, pada masa tenang ini, jangan-jangan ada yang berkampanye secara remang-remang.

Setelah masa tenang ini, masih ada tahapan berikutnya yakni masa datang. Para karyawan dan pegawai diliburkan untuk datang ke tenda-tenda yang sudah dibentang. Petani tidak pergi ke sawah atau ke ladang. Demi untuk menyukseskan perhelatan akbar lima tahunan yang banyak menghabiskan banyak uang. Para kandidat pun tak ketinggalan berduyun-duyun ke TPS dengan wajah sumringah, walau sejatinya tidak tenang.

Selanjutnya masa tegang. Setelah usai pencoblosan jam satu siang. Pesawat televisi dihidupkan, tak berkedip mata memandang. Bukan untuk melihat lanjutan berita MH370 yang hilang. Bukan pula tentang hukuman pancung Satinah yang sudah di ganti dengan uang. Tapi untuk memelototi quick count atau hitung cepat yang tayang. Lutut menggigil jantung berdegup kencang, wajah kaku dan tegang.

Tahapan berikutnya adalah masa meradang. Bagi yang kalah mereka akan berang meradang, lantaran dianggap ada yang berbuat curang. Meja disepak kursi ditendang. TPS pun menjadi centang perenang. Bila perlu bogem mentah pun melayang. Menuntut dan memaksa KPU agar mau menghitung ulang. Pokoknya saya harus menang. Sebab, waktu sudah banyak terbuang, uang ratusan juta bahkan miliaran melayang.

Jika seperti itu perangai wakil kita yang digadang-gadang. Masihkah kita bisa berharap ada pemimpin yang berkualitas dan berintegritas mendatang?

Ada tahapan berbeda bagi yang kalah dengan yang menang :

Bagi yang menang; perang; tenang; datang; tegang; senang; berdendang riang; sujud syukur di tanah lapang.

Bagi yang kalah; perang; tenang; datang; tegang; berang; tendang; er es je  siap menghadang.

Maaf ya, saya bukan sedang meradang. Marah ataupun berang. Pasalnya, saya tahu, ini masa tenang. Ini sekadar celotehan rakyat yang (masih) berharap wakil-wakilnya sebagai pejuang. Bukan menjadikan kemiskinan atau kesejahteraan sebagai komoditas dagang.

Pemilihan Calon Legislatif 2014 siap menjelang.
Pilihan terserah para sanak kadang.
Yang tidak ikut memilih (golput) akan masuk jurang.
Yang ikut memilih (golblos), masuk hotel berbintang.

-----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun