Dalam kacamata teologis kekuasaan akan cepat membawa seseorang memasuki surga, akan tetapi sangat mungkin kekuasaan justru akan membebani penguasa untuk masuk surga. Nun Jauh sebelum manusia mendapat kepercayaan untuk menjadi pemimpin didunia ini, kepempimpinan  ditawarkan kepada mahlkuk ciptaan Allah SWT yang lain.
Dalam surat Al Ahzab:72 Allah berfirman Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh." (QS. Al-Ahzab: 72). Pesan tersebut seharusnya selalu dipegang oleh setiap orang yang sedang berkuasa bahwa kekuasaan yang ada pada dirinya adalah suatu amanah berat yang akan dipertanggungjawabkan nantinya.
Pesan tersebut juga memberikan sindiran akan bodohnya manusia karena mau menerima sebuah amanah. Menerima sebuah amanah saja diberi label bodoh, bagaimana dengan seseorang yang mengejar satu kekuasaan dengan cara-cara yang tidak baik atau selalu berusaha melanggengkan kekuasaan yang ia miliki. Bagaimana dengan orang yang sudah diberikan kekuasaan tapi tidak menjalankan amanah dengan baik. Pesan teologis tersebut perlu selalu diingat oleh semua orang yang sedang mendapatkan kekuasaan dalam semua level kekuasaan. Kalau perlu buatlah satu PIN yang selalu dipakai sehari-hari yang berisi pesan teologis tersebut.
POLITIK ALA Â PLATO DAN ARISTOTELES VS POLITIK ALA MACHIAVELLI
Tidak dapat dibantah Sebagian besar orang apriori ketika mendengar kata politik. Begitu mendengar  kata politik yang terbayang bagi mereka adalah suatu upaya untuk mencapai kekuasaan atau melanggengkan kekuasaan dengan beragam cara, meski cara tersebut bertentangan dengan norma yang ada. Persepsi ini tidak bisa disalahkan mengingat dalam tataran praktis masyarakat melihat dan mendengar gaya politik yang mengarah kepada pragmatisme tersebut. Akan tetapi sebetulya politik tidak lah seperti itu. Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan politis, kebijakan. Berdasar definisi tersebut politik seharusnya dihiasi oleh nilai-nilai kebajikan,.
Dalam berpolitik sebaiknya menggunakan prinsip Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoles adalah guru dan murid. Sejak umur 17 tahun Aristoteles sudah belajar dengan Plato. Meski begitu ada perbedaan pandangan antara Plato dan Aristoteles terkait bentuk negara, akan keduanya mempunyai beberapa pandangan yang sama, terutama prinsip negara seharusnya dijalankan dengan penuh kebajikan. Plato juga menekankan akan pentingnya kekuasaan dikelola dengan landasan moral dan kebajikan.
Plato menekankan pentingnya penentuan syarat untuk menjadi pemimpin. Pemimpin dipilih dari kumpulan orang yang piawi. Kepiawian akan mendatangkan kebajikan, dan kepiawaian diperoleh dari pendidikan. Tujuan negara menurut Aristoteles adalah ketika kebajikan dapat dirasakan oleh rakyat. Kebajikan hanya akan terpenuhi ketika keadilan diberlakukan dengan benar. Seorang penguasa akan dikatakan adil jika hukum ditegakkan. Keadilan adalah sesuatu yang berkaitan dengan moral.
Politik ala Machiavelli sebaiknya ditinggalkan. Machiavelli seperti terungkap dalam bukunya Il Principe dunia politik itu bebas nilai. Artinya, politik jangan dikaitkan dengan etika (moralitas). Yang terpenting dalam politik adalah bagaimana seorang raja/penguasa berusaha dengan berbagai macam cara untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan agar menjadi selanggeng mungkin. Meskipun cara-cara tersebut sangat inkonstitusional bahkan bertentangan dengan nilai-nilai moral. Bagi penganut MachiavellI berbohong dan kampanye hitam adalah bagian dari strategi politik yang boleh dilakukan. Penganut paham Machiavelli juga cenderung menghalalkan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam rangka pelampiasan syahwat politik
MENAHAN SYAHWAT POLITIK PADA MASA PANDEMIC
Pada saat ini semua negara sedang dalam krisis pendemic. Krisis Kesehatan yang berdampak kepada krisis-krisis yang lain. Betapa banyak orang yang kehilangan mata pencaharian pada masa Pandemic. Depresi mungkin itu yang sedang banyak terjadi. Tidak sedikit orang yang harus pulang kampung karena terhenti mata pencahariannya, Apakah pulang kampung menyelesaikan masalah? tentu belum pasti, akan tetapi dengan pulang kampung  ada harapan tetap bertahan hidup karena adanya modal sosial yang besar rakyat Indonesia. Minimal untuk makan akan ada banyak saudara yang membantu.
Mengadapi krisis pandemic ini kesatuan dan kebersamaan adalah kunci utamanya. Sehubungan dengan itu politik kebajikan ala Plato dan Aristoteles perlu menjadi sandaran.