Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

H-6 Menuju Tanah Suci

24 Oktober 2024   06:55 Diperbarui: 24 Oktober 2024   07:05 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/

Perjalanan umrah adalah rangkaian ibadah sejak dari berangkat dari rumah hingga kembali ke rumah. Oleh karena itu, proses menunaikan ibadah umroh dari keberangkatan sampai kepulangan harus berada dalam ketaatan beribadah.

Di antara ibadah mahdhah yang patut diperhatikan adalah menunaikan shalat rawatib; yaitu shalat sunnah yang mengikuti shalat wajib. Disampaikan dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka'at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga" (HR. Muslim, no. 728)

Yang dimaksudkan dengan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At-Tirmidzi, dari 'Aisyah, bahwa Nabi saw bersabda, "Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah 'Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh" (HR. Tirmidzi, no. 414).

Dalam Fatawa Nur 'ala Ad-Darb disebutkan, "Jika seseorang shalat bersama orang-orang yang tidak mengqashar shalat, yang lebih afdhal adalah ia melakukan shalat sunnah rawatib. Karena ketika itu jadinya ia dikenakan hukum orang-orang yang mukim, sehingga ia diperintah tetap melaksakanan shalat sunnah rawatib".

"Namun jika ditinggalkan, tidaklah mengapa. Akan tetapi jika shalat musafir tidak diqashar (karena bermakmum di belakang imam mukim), maka yang lebih afdhal adalah ia melaksanakan shalat sunnah rawatib. Akan tetapi, jika shalatnya diqashar, yang terbaik adalah meninggalkan shalat rawatib Dhuhur, (Maghrib) dan 'Isya".

"Adapun shalat dua rakaat sebelum Shubuh, tetap dikerjakan ketika safar maupun saat mukim. Demikian juga shalat witir bagi musafir, tetap dikerjakan. Sama halnya pula shalat sunnah dua raka'at sebelum Shubuh.

"Adapun sunnah rawatib Magrib, Dhuhur, dan 'Isya, yang lebih afdhal adalah meninggalkannya bagi para musafir jika mereka mengqashar shalat (Fatwa Nur 'ala Ad-Darb, 10: 382).

Shalat rawatib ada dua macam. Pertama, shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), jumlahnya 10 rakaat dalam sehari. Kedua, shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), jumlahnya 12 rakaat dalam sehari.

Dalam kitab Hasyiyah Al-Bajuri disebutkan, shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari, yaitu 2 rakaat qabliyah Shubuh, 2 rakaat qabliyah Dhuhur, 2 rakaat bakdiyah Dhuhur, 2 rakaat bakdiyah Magrib, 2 rakaat bakdiyah Isya.

Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari, yaitu 2 rakaat qabliyah Dhuhur, 2 rakaat bakdiyah Dhuhur, 4 rakaat rakaat qabliyah Ashar, 2 rakaat qabliyah Magrib dan 2 rakaat qabliyah Isya'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun