Marriage is scary. Ini ungkapan yang banyak dilontarkan generasi Z. Benarkah fenomena ini terjadi secara nyata, atau hanya sekedar konten penghiasmedia sosial?
Survei yang dilakukan Dian Kinayung, dosen Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, memberikan informasi yang menarik. Survei tersebut melibatkan 196 mahasiswa, dengan rentang usia 17-25 tahun. Ditemukan, sebanyak 84 % responden mengaku memiliki ketakutan untuk menikah.
Alasan yang disampaikan oleh responden sangat beragam. Alasan terbanyak adalah derasnya informasi di media sosial atau media online mengenai sisi negatif pernikahan. Banjirnya konten media sosial yang viral dan memberikan informasi mengenai permasalahan pernikahan membuat mereka menyimpan kekhawatiran tentang pernikahan.
Problem kehidupan pernikahan seperti KDRT, terlantarnya anak, persoalan ekonomi, istri yang menjadi tulang punggung keluarga, dan lain sebagainya, menjadi faktor pemicu trauma pernikahan. Apalagi informasi tersebut kerap divisualisasikan melalui video, diunggah melalui youtube, tiktok dan instagram. Derasnya informasi semacam itu seakan menjadi teror bagi mereka.
Beberapa Bentuk Ketakutan Menikah
Sepanjang pengamatan saya dari berbagai kelas pranikah, ketakutan yang biasa muncul pada generasi Z saat ini adalah:
- Ketakutan kehilangan kebebasan
Diketahui generasi Z sangat menganggap penting kebebasan. Mereka takut kehilangan kebebasan setelah menikah. Menganggap pernikahan menjadi faktor yang menghilangkan kebebasan mereka; berubah menjadi kehidupan yang terikat.
- Ketakutan kehilangan kebahagiaan
Dampak dari hilangnya kebebasan, mereka takut kehilangan kebahagiaan. Selama masa lajang mereka menikmati kebahagiaan dengan berbagai ekspresi. Seakan tidak memiliki beban apapun untuk dipikirkan. Setelah menikah harus memikirkan sangat banyak hal.
- Ketakutan terjebak dalam penjara yang menyiksa
Banyak informasi mengenai pernikahan yang berubah menjadi penjara yang menyiksa. Penjara yang menakutkan, yang akan berlangsung seumur hidup. KDRT yang dialami beberapa selebgram, menjadi legitimasi ketakutan mereka.
- Ketidakpastian masa depan
Kondisi ekonomi yang tidak menentu dan cenderung berat, membuat banyak generasi Z yang ketakutan membayangkan masa depan. Harga rumah, harga kebutuhan pokok, harga BBM makin melonjak; terbayang betapa besar kebutuhan. Sementara penghasilan tidak beranjak naik.
- Tekanan untuk memenuhi harapan sosial