Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Standar Hidup Keluarga Baru, Ikut Siapa?

5 Oktober 2024   13:14 Diperbarui: 5 Oktober 2024   13:17 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Segini ya gak cukuplah Bang..." protes seorang istri kepada suaminya.

"Kamu yang terlalu boros. Harusnya segitu cukup untuk keluarga kecil kita..." jawab suami.

"Bagaimana caranya cukup? Tolong ajari aku Bang..."

"Ibuku dikasih uang lebih sedikit oleh Ayah... Nyatanya cukup..."

"Lha kan Ayah dan Ibumu tinggal di kota kecil yang semua kebutuhan pokok harganya murah... Bahkan banyak yang gratis, beras, sayur cabe buah tinggal petik... Kita ga bisa begitu... Semua harus beli... Mahal lagi..." istrinya ngotot.

"Intinya kamu itu kurang bersyukur... Sudah dikasih, selalu kurang..." sang suami membalas ketus.

"Intinya Abang itu kurang giat bekerja... Kerja yang lebih keras lah Bang, agar rezekinya terus bertambah..." sang istri tak kalah ketus.

Begitu suasana kehidupan keluarga Dimas dan Agnes. Mereka berbeda kultur, berbeda latar belakang keluarga, dan berbeda strata sosial.

Dimas dari kampung. Bapak ibunya petani sederhana. Beruntung Dimas bisa kuliah lanjut dikota hingga strata S2. Hingga Dimas keterima kerja di sebuah perusahaan ternama di kota besar.

Penghasilan Dimas lebih dari cukup jika hanya digunakan untuk biaya hidup sehari-hari. Namun Dimas memilih menabung untuk masa depan. Maka ia terapkan standar ekonomis untuk nafkah keluarga.

Sedangkan Agnes dari kota besar. Bapak ibunya pengusaha sukses yang sering bepergian ke luar negeri. Agnes terbiasa mencicipi aneka makanan selera internasional. Sangat sering makan di restoran ternama.

Di kota kelahiran Agnes inilah Dimas bekerja. Hingga mereka bertemu dalam sebuah agenda kegiatan pelatihan. Keduanya ikut sebagai peserta pelatihan tersebut. Berkenalan, berkomunikasi, hingga merasa saling cocok, akhirnya menikah.

Hal yang tak mereka sadari sebelum menikah adalah soal standar. Bagi Dimas, kehidupan saat ini bersama Agnes jauh lebih baik dibanding saat hidup bersama orangtuanya di kampung. Dimas sangat bersyukur dengan capaian saat ini di tempat kerja. Standar yang digunakan adalah kehidupan orangtuanya di kampung.

Bagi Agnes, kehidupan saat ini bersama Dimas jauh lebih rendah dibanding saat masih bersama ayah dan ibunya sebelum ia menikah. Agnes yang sebelumnya bisa memilih aneka menu makanan selera internasional, setelah menjadiistri Dimas harus rela berkutat di dapur demi penghematan. Standar yang digunakan adalah kehidupan orangtuanya sebagai pengusaha kota besar.

Keduanya merasakan kondisi dan situasi yang berbeda. Bahkan bertolak belakang. Benar-benar berbeda. Dimas sangat bersyukur dengan kehidupan saat ini. Agnes sedang berjuang untuk menyesuaikan diri dengan "penurunan" kualitas kesejahteraan yang dialami.

Tentu saja mereka saling cinta --terlebih setelah kehadiran Gisel, putri cantik yang sedang lucu-lucunya. Cinta dan kasih sayang mereka serasa bertambah setelah kehadiran Gisel. Namun itu tidak membuat mereka bisa berdamai dengan perbedaan standar yang selalu mereka perselisihkan.

Yang harus mereka sadari adalah adanya gap pengalaman kehidupan, yang akhirnya membentuk gap standar. Seharusnya mereka bisa bersepakat atas standar keluarga mereka sendiri. Keluarga baru yang mereka bangun sejak menikah.

Bukan standar ayah ibunya Dimas yang sangat sederhana. Bukan pula standar ayah ibunya Agnes yang istimewa. Carilah titik tengah yang bisa diterima dan membuat nyaman semua pihak.

Mereka mulai dari menyepakati standar kehidupan sehari-hari. Untuk biaya makan bulanan, biaya jajan, biaya rekreasi, biaya sosial, biaya operasional rumah, biaya komunikasi, transportasi, perawatan tubuh, kesehatan, pendidikan anak, dan lain-lain. Sepakati dengan detail, sampai poin-poin paling kecil sekalipun.

Dimas perlu tahu biaya make up dan perawatan kecantikan Agnes. Dimas perlu tahu harga-harga kebutuhan pokok. Semua dibuka dan disepakati nilainya.

Dengan cara seperti ini, mereka saling ridha dan tenang menerima kesepakatan. Bahwa mereka telah memiliki standar kehidupan sendiri. Bukan di bawah bayang-bayang semu standar kehidupan orangtua masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun