Tak terbayangkan, bagaimana tubuh tanpa luka. Tak terbayangkan, bagaimana jiwa tanpa duka.
Perasaan kita bisa terluka. Pikiran kita bisa terluka. Tubuh kita bisa terluka. Meskipun mekanisme penyembuhannya akan berbeda-beda.
Menurut Stephen Hopkins (2001), pikiran (dan perasaan) manusia jauh lebih sulit untuk diobati daripada tubuh mereka. Hal ini karena jiwa manusia mempunyai kapasitas untuk merasionalisasi, mengabaikan atau menyangkal hal-hal yang tidak menyenangkan jika hal itu bertentangan dengan persepsi diri.
Tak jarang manusia menolak (denial) luka-luka mereka. Dengan jiwa yang telah lama terluka, mereka mengatakan "aku tidak apa-apa", atau "aku baik-baik saja".
Mungkin mereka menganggap luka itu menyedihkan. Luka itu memprihatinkan, dan luka adalah kelemahan. Maka banyak orang mengingkari bahwa diri mereka terluka.
Padahal, luka itulah yang menghasilkan cahaya. Luka akan menumbuhkan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pengalaman spiritual. Luka adalah salah satu pintu hadirnya perasaan Ketuhanan dan sekaligus kemanusiaan.
Seperti kata Rumi,"The wound is the place where the Light enters you". Luka adalah tempat di mana Cahaya masuk ke dalam dirimu, ujar Rumi.
Maka biarkan cahaya itu memasuki jiwamu, melalui luka. Karena tanpa luka, hidupmu tak akan sempurna. Kamu tak akan mendapatkan kebijaksanaan apa-apa jika tak pernah terluka.
Bahan Bacaan
Stephen Hopkins, Psychological Aspects of Wound Healing, https://www.nursingtimes.net, 29 November 2001