Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merdeka dari Kesepian

16 Agustus 2024   22:41 Diperbarui: 16 Agustus 2024   22:46 1615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://institutfilsafatpancasila.org/

Sungguh saya menangis membaca goresan tangan terakhir dokter cantik itu. Air hangat meleleh membasahi mata dan pipi saya. Deras sekali.

Kalimat demi kalimat dalam goresan tangan ini. Ada misteri dan pertanyaan sangat panjang. Menggelayut terus menerus tak terjawabkan.

Sudah sebegitu panjang ia mengajukan pertanyaan. Berulang-ulang. Namun ia merasa tak mendapat jawaban. Maka ia beranikan diri mengetuk pintu itu. Ingin pulang.

"Tuhan, aku sakit. Aku mohon tempat, aku pulang" (1).

Sebuah kalimat yang menggambarkan rasa sakit tak tertahankan. Melengking, nyaring. Namun tak ada yang mendengar.

"Aku ingin berhenti. Sakit sekali, sungguh sakit" (1).

Setiap pulang dini hari, ia merasakan sakit tak tertahankan. Tak ada yang mengerti rasa sakitnya. Tak ada yang peduli.

Dan puncaknya adalah malam itu. Ya, sebuah malam di mana rasa sakit sudah tak mampu ia tahan. Ia berada pada titik di mana tak lagi mampu melihat celah.

"Aku merasakan sakit yang luar biasa malam ini. Aku tidak sanggup lagi meneruskan siklus ini" (1).

Ia sudah berjuang, semampu yang ia bisa. Namun ia selalu merasa sepi, sendiri. Tak ada yang mengerti. Tak ada yang menemani.

"Aku sendirian, aku berjuang sendiri. Tidak ada yang menolongku. Aku tidak ingin sesakit ini lebih lama lagi" (1).

Bagi orang lain, seperti tak masuk akal. Belajar di program dokter spesialis. Pasti kesannya keren, pinter, dan banyak teman. Nyatanya tidak. Ia merasa kesepian di tengah keramaian.

"Semoga Tuhan mengampuniku" (1).

Dan sungguh menyedihkan. Dokter muda ini akhirnya ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya, Senin (12/8/2024) malam. Diduga ia melakukan bunuh diri dengan jalan menyuntikkan obat penenang secara berlebih (2).

Sebagian pihak menyatakan, ia tak kuat mengalami perundungan atau bullying (3). Pihak kepolisian menemukan buku catatan harian atau diary yang berisi keluh kesahnya terhadap senior selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi (3).

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengakui, banyak mahasiswa PPDS yang ingin melalukan bunuh diri. Keterangan Menkes tersebut disampaikan di Istana Wakil Presiden RI, Kamis 15 Agustus 2024, merespon kejadian tersebut (4).

Selanjutnya, Kemenkes RI memberikan perintah untuk memberhentikan sementara program anestesi FK Universitas Diponegoro. Hal ini karena Kemenkes akan melakukan investigasi terkait kasus bunuh diri peserta didik PPDS (5).

Namun pihak Universitas Diponegoro membantah bahwa tindakan bullying atau perundungan menjadi alasan utama peserta didik PPDS tersebut bunuh diri. Menurut Undip, institusi mereka 'bersih' dari kasus perundungan sejak Agustus tahun lalu (5).

Apa alasan dan kondisi sesungguhnya dari peristiwa bunuh diri tersebut, biarlah pihak berwenang melakukan investigasi dan penanganan secara menyeluruh. Benarkah dipicu bullying atau sebab-sebab lain.

Satu hal penting kita dapatkan dari catatan hariannya. Ia merasa kesepian. Ia merasa sendirian. Ia merasa tak punya teman.

Inilah bahaya kesepian. Jangan pernah menyepelekan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan November 2023 telah menyatakan kesepian sebagai ancaman kesehatan global yang mendesak (6).

"Sinyal bahaya" yang diaktifkan di otak karena kesepian akan memengaruhi produksi sel darah putih. Pergeseran produksi monosit yang diakibatkannya dapat menyebarkan kesepian dan berkontribusi terhadap risiko kesehatan (7).

Penelitian yang dilakukan oleh psikolog sosial dari Universitas Chicago, John Cacioppo, telah mempelajari efek biologis dari kesepian (8). Cacioppo menemukan hubungan kesepian dengan sejumlah penyakit. Di antaranya, kesepian berdampak pengerasan pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah tinggi, peradangan dalam tubuh, dan bahkan masalah pada proses belajar dan memori (8).

Mari saling terhubung. Mari saling peduli dan bertegur sapa di dunia nyata. Saling bercerita, saling mendengar, tertawa bersama, merayakan kebersamaan sebagai manusia.

Merdeka!!

Catatan Kaki

1. Andri Mardiansyah, Curhat Terakhir Dokter Aulia Risma Lestari Sebelum Nekat Bunuh Diri, https://padang.viva.co.id, 16 Agustus 2024

2. WartaKotalive, Dokter Muda Peserta PPDS di RS Kariadi Diduga Bunuh Diri Karena Dibully, Ini Klarifikasi Undip, https://wartakota.tribunnews.com, 15 Agustus 2024

3. Andri Mardiansyah, Dokter Muda Bunuh Diri Lantaran Tak Kuat Dibully, https://padang.viva.co.id, 16 Agustus 2024

4. Kompas, Menkes Akui Banyak Calon Dokter Spesialis Ingin Bunuh Diri, https://nasional.kompas.com, 15 Agustus 2024

5. DetikHealth, Fakta-fakta Bunuh Diri Dokter PPDS, Bantahan Undip hingga Buku Viral 'Pedoman Bullying', https://health.detik.com, 16 Agustus 2024

6. WHO International, WHO Launches Commission to Foster Social Connection, https://www.who.int, 15 November 2023

7. Susie Allen, Loneliness Triggers Cellular Changes that Can Cause Illness, Study Shows, https://news.uchicago.edu, 23 November 2015

8. Lydialyle Gibson, The Nature of Loneliness, https://magazine.uchicago.edu, 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun