Ada standar tentang keluarga bahagia yang diciptakan oleh media sosial. Postingan tentang romantisme di youtube, tiktok, instagram, threads, X dan beragam media lainnya, menjadi tekanan bagi banyak keluarga. Seakan mereka menjadi tidak bahagia karena tidak sama dengan postingan di sosial media.
Problem ekonomi turut mendukung hadirnya penjara tersebut. Banyak keluarga berantakan karena dipicu persoalan ekonomi. Kasus polisi wanita yang membakar suaminya, rupanya dipicu oleh judi online dan sikap tidak transparan suami dalam pengelolaan sumber keuangan.
Demikian pula kasus perselingkuhan yang marak terjadi di berbagai kalangan masyarakat, turut menyumbang "donasi" ke "rekening emosional" pernikahan. Suami cemburu, menuduh istri selingkuh. Istri cemburu, menuduh suami selingkuh. Ujung-ujungnya adalah keributan, perceraian, bahkan pembunuhan.
Selayaknya suami istri selalu melakukan evaluasi diri maupun evaluasi keluarga. "When your marriage feels like a prison, that's a cue to look in the mirror and ask yourself if you belong in prison. Ketika pernikahan Anda terasa seperti penjara, itu adalah isyarat untuk bercermin dan bertanya pada diri sendiri apakah Anda pantas berada di dalam penjara?" ungkap Karson.
Kembali Kepada Visi dan Motivasi
Membentuk sebuah keluarga bahagia, awalnya adalah pertemuan seorang lelaki dan seorang perempuan dalam ikatan sakral pernikahan. Mereka berproses melalui serangkaian tahapan, berinteraksi dengan penuh kehangatan, hingga akhirnya menemukan chemistry penyatuan jiwa dari dua insan yang memiliki banyak perbedaan.
Berbagai perbedaan tidak membuat mereka menjadi saling membenci. Berbagai pertengkaran kecil tidak membuat mereka menjadi saling menyakiti.
Ketika mereka menjadi pasangan yang serasi dan bahagia, maka suasana keluarga menjadi penuh kedamaian dan keceriaan. Dari sinilah tumbuh anak-anak yang dididik dengan pendidikan terbaik, mendapatkan cinta terbaik, mendapatkan sentuhan terbaik, mendapatkan perhatian terbaik.
Anak-anak berkembang dalam suasana penuh cinta dan kasih sayang, terjauhkan dari kekerasan dan tekanan negatif orang tua. Mereka mendapatkan contoh keteladanan dalam kehidupan keseharian.
Kondisi keharmonisan keluarga, harus dimulai dari kejelasan visi dan motivasi. Perhatikan visi keluarga dalam masyarakat yang religius, "Menggapai surga dunia dan surga akhirat, bersama seluruh anggota keluarga".
Konsekuensi dari pernyataan visi di atas sangat dahsyat. Jati diri sebagai keluarga surga adalah sangat mulia dan sangat indah. Apakah ada kemuliaan dan keindahan melebihi surga?