Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Kebosanan dalam Pernikahan, Mulai Kapan?

18 Juli 2024   12:57 Diperbarui: 18 Juli 2024   12:59 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Boredom in marriage is like a wound. Unfortunately, if this wound is not dealt with, it could worsen and cause irreparable relationship harm" (Hafiz Muneeb, 2022).

Bulan Juli 2024 ini, tak terasa kami telah melewati lebih dari 30 tahun kehidupan pernikahan. Pertanyaan yang paling sering muncul adalah, apakah pernikahan seumur hidup itu membosankan? Jawaban dari pertanyaan ini tentu sangat beragam, tergantung pengalaman hidup masing-masing.

Saya akan mengajak Anda mendapatkan jawaban dari Dr. Hafiz Muneeb, seorang ahli kesehatan dan sekaligus bloger produktif di platform Medium. Menurut Muneeb, "kebosanan dalam pernikahan itu ibarat sebuah luka. Jika luka ini tidak ditangani, luka ini bisa bertambah parah dan menyebabkan kerusakan hubungan yang tidak dapat diperbaiki".

Awal yang (Selalu) Indah

Kehidupan di bulan-bulan pertama sangat indah dan menyenangkan. Hormon kebahagiaan tumpah ruah menghiasi kehidupan pengantin baru. Mereka sedang menikmati fase bulan madu yang terasa sempurna. Cinta begitu indah, menenggelamkan mereka dalam suasana surga dunia.

"When two people are married, the expectation is that their union would endure forever. Additionally, it sounds really plausible at first. During your honeymoon, everything seems perfect. Ketika dua orang menikah, harapannya adalah persatuan mereka akan bertahan selamanya. Selain itu, pada awalnya kedengarannya sangat masuk akal. Selama bulan madu, segalanya tampak sempurna" (Hafiz Muneeb, 2022).

Masa bulan madu bisa berbeda-beda pada setiap pasangan. Tidak ada teori baku yang bisa menunjukkan angka pasti berapa lama pasangan pengantin baru bisa menikmati romantic love ini. Semua pasangan memiliki keseruan dan durasinya masing-masing.

Studi yang dilakukan oleh Michael F. Lober dkk pada tahun 2015 di Universitas New York, menemukan bahwa fase bulan madu bisa berlangsung hingga 30 bulan atau dua setengah tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Sandra J. E. Langeslag & Jan W. van Strien di tahun 2016 menunjukkan, tahap awal cinta yang penuh gairah ini mulai menurun sekitar 12 hingga 18 bulan.

Studi terhadap 3.000 warga Amerika menemukan bahwa periode bulan madu berlangsung paling singkat 4 bulan dan paling lama 11 bulan (Joe Auer, 2023). Pengalaman pribadi Daniel Pearce yang dipublikasikan di Quora menunjukkan bulan madu berlangsung 3 tahun dan 6 bulan. Intinya, tidak ada patokan yang pasti.

Sesaat Kemudian, Semuanya Berubah

Meskipun kondisi setiap pasangan pengantin baru berbeda-beda, namun kenikmatan bulan madu pasti akan ada akhirnya. Jika bulan madu berlangsung 12 bulan, maka mulai bulan ke 13 perubahan sudah akan mulai terjadi. Pada tahun-tahun berikutnya, suasana perubahan semakin nyata.

"A few years later, things seem to have changed; boredom in the marriage seeps in, and tiny things that once seemed effortless now feel like work. Beberapa tahun kemudian, segalanya tampak berubah; kebosanan dalam pernikahan merembes ke dalam, dan hal-hal kecil yang tadinya tampak mudah kini terasa seperti pekerjaan" (Hafiz Muneeb, 2022).

"The novelty of the connection gradually starts to wear off as the days go by. You start giving other facets of your life more important than your relationship. Kebaruan koneksi secara bertahap mulai memudar seiring berjalannya waktu. Anda mulai menganggap aspek lain dalam hidup lebih penting daripada hubungan Anda dengan pasangan" (Hafiz Muneeb, 2022).

"One of the factors contributing to the escalation of marital issues is monotony. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya masalah perkawinan adalah monoton" (Hafiz Muneeb, 2022). Ketika pasangan mulai terjebak dalam kehidupan yang rutin dan mekanis, di saat seperti inilah mulai muncul kebosanan.

Rutinitas yang monoton terasa membosankan, karena suasana bulan madu telah berlalu. Apa tanda-tanda bulan madu yang telah berlalu? Ada ungkapan menarik dari Daniel Pearce di situs quora.com. Ia menyatakan, jika pasangan mulai meminta Anda melakukan hal yang tak ingin Anda lakukan, dan menimbulkan suasana yang tidak nyaman.

"The 'honeymoon' stage, from my experience and observations, 'ends' the day your spouses asks you to do something he/she needs that you don't want to do and the decision is no longer easy. Tahap 'bulan madu', dari pengalaman dan pengamatan saya, 'berakhir' saat pasangan Anda meminta Anda melakukan sesuatu yang dia butuhkan tetapi tidak ingin Anda lakukan, dan keputusannya tidak lagi mudah" (Daniel Pearce, quora.com).

Dalam situasi seperti ini, seakan Anda dihadapkan pada pilihan rumit. "I've often referred to that moment as the moment when love becomes a choice. Saya sering menyebut momen itu sebagai momen ketika cinta menjadi pilihan" (Daniel Pearce, quora.com).

Bagaimana cara mengatasi jika kebosanan dan kelelahan dalam kehidupan pernikahan sudahmulai hadir? Nantikan postingan selanjutnya.

Bahan Bacaan 

Daniel Pearce, How Long Does The Honeymoon Stage Typically Last? https://www.quora.com, diakses 18 Juli 2024.

Joe Auer, How Long Does the Honey Moon Period in a Relationship Last? https://www.mattressclarity.com, 20 Juli 2023

Michael F Lober dkk, The Honeymoon Effect: Does It Exist and Can It Be Predicted? Prev Sci. 2015 May, 16(4):550-9. doi: 10.1007/s11121-014-0480-4. PMID: 24643282, https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/24643282

Sandra J. E. Langeslag & Jan W. van Strien, Regulation of Romantic Love Feelings: Preconceptions, Strategies, and Feasibility, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0161087 16 Agustus 2016, diakses dari https://journals.plos.org, 18 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun